Pulang sekolah ini aku sama temen-temen niatnya kerumah Bunda buat jenguk Chani.
Aku jadi ikut dengan memaksa Ryujin juga ikut. Aku juga sudah ijin Kak Woon kalau akan ke rumah Bunda dulu.
Kami sudah kumpul di parkiran. Ada aku, Nara, Sara, Ryujin, Kak Sanha, Kak Hwiyoung dan si tengil Haechan.
"Jadi ini begimane?" tanya Haechan.
"Sara bawa mobil?" tanyaku.
"Engga, Yen" jawab Sara sedih.
"Sara sama Haechan, Ryujin sama Nara biar sama gue" ucap Kak Hwi.
"Aku?" ucapku menunjuk diriku sendiri dengan telunjukku.
"Sanha tampung" ucap Kak Hwi berjalan menuju mobil.
Aku menghela nafas. Emang udah nasib selalu sama Kak Sanha.
Kita pun berangkat dengan mobil Kak Hwi memimpin diikuti dua motor dibelakangnya.
•••
Kita sampai di rumah Bunda. Wah perasaan aneh saat motor Kak Sanha berhenti di pekarangan depan rumah Bunda.
Aku turun dari motor Kak Sanha dan mataku seketika terpaku pada bangunan didepan rumah Bunda. Bangunan yang sudah lama tidak terlintas di penglihatanku. Mungkin sekitar dua tahun lebih?Larut dalam kenangan kelam layaknya malam, sebuah tangan menepuk pelan bahuku. Membuyarkan lamunanku. Mengembalikan atensiku pada kenyataan.
Aku menoleh dan mendapati Nara disana. Dia tersenyum manis dan aku tau maksud senyum itu.
"Ayo masuk" ucap Nara menggandeng tanganku dan masuk menyusul yang lainnya.
Tiba-tiba perasaan canggung muncul dibenakku. Aku juga sudah lama tidak menapakkan kaki dirumah berinterior putih ini.
Aku menghela nafas pelan guna menepis semua pikiran negatif yang tiba-tiba bersarang di otakku seakan tak ada tempat lain lagi.
Aku mendudukkan diri di sofa tepatnya disamping Sara yang asik mencemili snack.
Mataku menelisik ruangan di bangunan ini. Belum ada yang berubah ternyata. Bola mataku terus bergerak, melihat kesana kemari hingga menemukan objek di dapur.
Wanita yang kupanggil Bunda ada disana ternyata. Aku berdiri dan langsung menuju dapur.
"Bunda~" ucapku memeluk wanita ini dari belakang.
Bunda yang lagi masak sedikit terkejut.
"Ih kamu ngagetin aja Na" Bunda mematikan kompornya.
Aku segera melepaskan pelukanku dan duduk di meja makan. Bunda juga mendudukkan diri disampingku.
"Sama temen-temen ya?" tanya Bunda.
"Iya Bun, hehe" jawabku canggung.
"Bunda kira gabakal ikut" Bunda tersenyum tipis.
"Na? Ayo naik!" ajak Nara.
Aku belum menjawab perkataan Bunda. Aku melempar senyum tipis, "Yena keatas dulu Bun" ucapku lalu mengikuti Nara dan yang lain.
Aku dan yang lainnya naik lalu berhenti di depan pintu putih di ujung lorong lantai dua.
Nara langsung mengetuk pintu itu dan terdengar sautan dari dalam "ga dikunci, masuk aja" katanya.
Nara membuka pintu dan mengisyaratkan kami untuk masuk.
Satu persatu dari kami hilang dibalik pintu itu dan diakhiri pintu putih itu tertutup rapat. Sekarang kami semua berada di sebuah ruangan dan dihadapkan dengan laki-laki yang terduduk diatas ranjangnya.
Mukanya pucat, tatapannya sayu. Dia benar-benar seperti mayat hidup kalau dilihat-lihat.
Kami duduk dan aku hanya mengikuti Ryujin--karena dia yang ada di depanku yang pasti.
Keadaan hening sampai Kak Hwiyoung memecah keheningan itu.
"Gimana keadaan lo Chan?" tanya Kak Hwi.
"Udah baikan sih Bang" jawab Chani.
"Besok udah bisa sekolah dong?" Sambung Kak Sanha.
"Gatau sih. Asal Bunda ngijinin pergi ke sekolah aja" jawab Chani dengan terkekeh kecil.
Selanjutnya hanya obrolan-obrolan ringan mereka yang aku sendiri tidak tahu.
Sedari tadi aku hanya menunduk, memainkan jari atau ujung dasi yang kupilin-pilin.
Udara disini rasanya menyesakkan dan mencekik leherku. Aku tidak tahu kenapa hatiku rasanya gelisah seperti ada sesuatu yang mengancam. Ragaku memang disini tapi pikiranku sedang melayang berkelana ke berbagai tempat.
Akhirnya masa yang aku tunggu-tunggu tiba juga. Pergi dari sini. Terlalu menyakitkan berada disini.
Teman-teman sudah berpamitan dan keluar dari sana. Aku dengan cepat menyambar tangan Ryujin dan ikut keluar.
"Tante, kita pulang dulu ya?" Kak Hwi berpamitan pada Bunda.
"Oh iya, makasih udah jengukin Chani. Doain dia cepet sembuh ya" balas Bunda.
"Oh iya, Yena? Bisa bantu Bunda dulu ga? Nanti pulangnya biar Bunda suruh Woon jemput" Bunda melanjutkan ucapannya."A-ah, b-boleh Bun" ucapku terbata.
Musnah harapan untuk segera pulang. Aku harus terjebak disini lebih lama.
"Kalian duluan aja" ucapku pada yang lainnya.
"Oke kita duluan ya" balas mereka bersamaan lalu semuanya bergegas pulang.
"Na, bisa anterin ini ke kamar Chani?" ucap Bunda menyodorkan nampan berisi bubur dan susu.
"I-iya" aku segera mengambil alih nampan tersebut dan bergegas menuju ruangan yang tadi aku masuki bersama teman-temanku.
Tanpa mengetuk pintu aku masuk, lalu segera berjalan kearah nakas disamping tempat tidur.
Chani berbaring dengan mata tertutup diranjangnya.
Baguslah, sepertinya dia tertidur ucapku dalam hati.
Aku menaruh nampanya disana dan segera menegakkan badan. Berniat melangkahkan kakiku pergi dari sana.
Sebuah tangan menahan pergerakanku. Nafasku tercekat. Rasanya pasokan oksigen disini tiba-tiba habis.
Gejolak aneh muncul dalam diriku. Genangan bening mulai memburamkan penglihatanku.
"Udahan ya?" ucapnya.
"Udahan diem-diemannya" kurva tadi kembali bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
best (boy)friend.
Fanfictiondia kang chani, sahabat terbaik yena yang kini jadi laki-laki terbaik dihidupnya. ; ft. kang chani of sf9 credit. ©hwahyunshin_ started : 200410 end : 210320