| 15 - midnight talk |

87 16 0
                                    

"Udahan ya?-

-Udahan diem-diemannya"

Kim Yena View's

Badanku membeku mendengar suara itu. Terhitung dua menit sudah aku terdiam. Genggaman pada lenganku juga mulai melonggar. Begitu tanganku terlepas, aku segera melangkahkan kakiku keluar.

Aku menutup pintu kamar Chani dengan tergesa. Nafasku tiba-tiba memburu. Aku memutuskan untuk turun dan duduk diruang tamu.

Melamun sebentar. Sekadar memikirkan kenapa hal yang sebenarnya aku inginkan justru aku hindari. Helaan nafasku kembali terdengar bersamaan dering handphone di sakuku.

Begitu aku melihat handphoneku nama Kak Woon tertera di layar handphoneku.

"Halo?"

"Masih dirumah bunda?"

"Iya masih, knp?"

"Gue gabisa jemput, lo nginep sana ya?"

"Kok gitu sih?! Gue bisa pulang sendiri kak" ucapku lalu mematikan telepon sepihak.

Aku segera bersiap dan mencari Bunda untuk berpamitan.

Kaki melangkah menuju dapur, dan tidak menemukan siapapun disana. Kakiku terus kebelakang hingga sampai di halaman belakang.

"Bunda..." panggilku lirih.

Bunda yang sedang duduk di ayunan menoleh padaku.

"Yena mau pamit, Kak Woon gabisa jemput jadi Yena pulang sendiri aja. Mumpung masih sore" ucapku

Bunda berdiri menghampiriku.

"Yaudah ayo, Bunda anter ke depan" jawab Bunda.

Aku dan Bunda berjalan menuju teras. Begitu sampai, aku menatap Bunda segera melangkah menjauh dari rumah Bunda.

"Jangan lari dari masalah ya Na" samar-samar suara Bunda masih sampai di ditelingaku.

•••

Suasana hening menemaniku sepanjang perjalanan menggunakan bus ini. Pikiran kosong, tatapan kosong,

hati juga kosong eakk. gadeng

Begitu sampai rumah aku langsung menuju kamar. Tidak peduli dengan Kakakku, yang pasti aku sedang kesal dengannya.

Di perjalanan tadi aku sempat memutuskan bertanya pada teman sekampus Kak Woon-Kak Zuho-yang katanya mereka lagi mabar di kos an Kak Youngbin.

Gimana kalo kalian jadi gue? kesel lah ueue

Selesai membersihkan badan, aku memilih duduk di balkon. Sepertinya aku akan melanjutkan acara melamunku yang sempat tertunda tadi.

Detik demi detik, menit demi menit, bahkan jam demi jam aku hanya diam dibalkon kamar ku. Beberapa kali kudengar ketukan pada pintu kamarku yang terkunci. Suara yang memintaku keluar sebentar dan lainnya.

Aku tidak tau kenapa sekesal ini. Yang pasti emosiku memang sedang tidak dalam mode stabil. Aku memutuskan berdiri mengambil handphoneku dan membuka app chat.

abangg [18.11]
|na, masa gamau kelu... (2)

kak hyewon [18.15]
|kaka diluar nih, sini n... (1)

sarasa [16.27]
|udah sampe rumah b... (2)

Aku memutuskan membuka chat Sara dahulu.

sarasa
Online

|yen
|udah sampe rumah belom?

udah|
kenapa ra?|
read

|gapapa si hehe

Aku menutup roomchat itu dan menatap chat dari kakakku sembari berjalan kembali ke balkon. Tidak lagi duduk. Aku memilih berdiri menatap pemandangan dari balkon kamarku.

Kembali dalam lamunan yang menyita dunia selama berjam-jam sampai aku tidak sadar jam dikamarku sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

Di malam selarut ini, aku menangkap pria berjalan masuk ke halaman rumah lalu dia mengetuk pintu beberapa kali dan akhirnya memutuskan untuk masuk.

Siapa? Temennya Kak Woon? batinku.

Aku memang tidak melihat wajahnya, postur tubuhnya memang familiar tapi ya aku tidak hafal.

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamarku diketuk kembali setelah berjam-jam tenang.

"Na? Ada Chani! Keluar bentar" suara Kak Woon sampai pada inderaku

Deg!

Jadi Chani yang datang, mau apa malam-malam begini, batinku.

Rasanya aku benar-benar tidak ingin membukakannya. Mau apalagi juga.

Aku merasa aneh dengan diriku sendiri. Harusnya aku tidak marah, harusnya aku tidak menghindar, harusnya kesalah pahaman tidak terjadi seperti ini.

Aku masih diam di balkon hingga kamarku kembali diketuk. Diikuti munculnya kertas dari sela bawah pintu.

Bukan Kak Woon, aku tau sekali. Laki-laki itu akan memilih berteriak daripada menulis surat tidak jelas ini.

Aku memilih diam. Bersi keras dengan ego yang terus menyerang.

Sampai-sampai--

PRANG!!!

-suara ini terdengar.

"CHANIII!" suara Kak Woon menggema ditelingaku. Panik tiba-tiba menyerang hingga kakiku refleks melangkah keluar.

Aku melihat Chani tergeletak tak sadarkan diri didepan pintu kamarku. Kakakku mencoba menyadarkannya. Pecahan gelas berserakan dilantai bawah dengan sirup warna merah yg menggenang bagaikan darah.

Bodoh. Sangat bodoh. Lagi-lagi, aku melakukan hal bodoh.








To be Continued
©hwahyunshin_

best (boy)friend.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang