2 tahun lalu yang aku ingat,
Malam itu, ayah sama ibu bertengkar hebat. Aku hanya berdiam diri dibalkon kamar dengan keadaan mengenaskan.Tanganku penuh darah. Ya, disaat seperti ini- aku selalu melakukan self-injury atau melukai diriku sendiri.
Usiaku 14 tahun saat itu. Makanya, hal itu menambah parahnya depresi aku, karena aku udah paham apa yang mereka katakan.
Aku duduk menekuk lutut dan menenggelamkan wajahku diantara keduanya. Membiarkan darah tetap mengalir dari lukaku, dan membiarkan air mata mulai mengalir di pipiku.
Semakin lama- pandanganku redup dan tiba-tiba gelap.
Paginya, aku sudah berada diatas ranjangku. Lukaku sudah di balut plester luka.
Lalu, pintu kamarku terbuka. Menampilkan sosok pemuda tinggi. Dia tersenyum hangat padaku.
"Udah mendingan Yen?" tanya-nya duduk di ranjangku.
"Kakak ya, yang ngangkat aku? Trus yang ngobatin... i-ini?" ucapku lirih.
"Iya, tapi itu juga Chani yang bilang. Dia liat lo pingsan di balkon. Lo lupa? Balkon kamar dia tepat di depan balkon kamar lo?" ucap kakakku.
Aku hanya terdiam. Chani lagi, Chani lagi.
"Yen, jangan gini lagi. Ibu memang benci lo, tapi kakak sama ayah masih ada. Bahkan Chani, Bunda, Teh Yeri, Nara kan sayang sama lo." ucap kakakku.
Setelah itu, aku bangkit keluar dari kamar untuk pergi menuju ke Panti. Aku butuh Bunda.
Begitu aku melewati ruang tamu, suara yang tidak pernah aku suka menyapa telingaku.
"Mau kemana lagi kamu? Mau pergi juga? Bagus deh, kamu cuman ngerepotin Rowoon kan." ucapnya.
"Bukan urusan anda!" ucapku ketus lalu berlari kecil keluar rumah.
Aku gagal menahan tangisku. Begitu masuk panti aku menabrak seseorang. Chani.
Melihatku menangis, dia langsung merengkuh badanku kedalam pelukannya. Aku terisak- benar-benar hancur, saat ibu kandungku tidak pernah mengakuiku sebagai anak.
Dia membawaku duduk di sofa, membiarkan kepalaku bersandar di dadanya. Chani sangat tau, aku butuh kehangatan. Nara datang dengan segelas air putih menyuruhku minum terlebih dahulu.
Lalu, Teh Yeri datang dan berlari kearahku. Dengan cepat dia mengambil alih tubuhku dan mendekapnya. Aku membalas pelukan Teh Yeri kuat.
"Gapapa, Na. Gapapa. Nangis aja, Teteh disini! Nana nginep sini dulu aja ya? Bunda bentar lagi dateng kok!"
Akhirnya sehari itu aku menghabiskan waktu bersama Bunda. Menceritakan apapun yang aku bisa.
Tiga hari selalu diperlakukan kejam oleh ibu. Aku pernah marah besar, menangis sekencang-kencangnya didepan Ibu.
"Apa ibu gabisa sadar kalo aku itu anak kandung Ibu! Apa aku setidak berguna itu! Apa aku serendah itu, Bu!!
KENAPA IBU GA SADAR KALO IBU LEBIH RENDAH DARI AKU YANG RENDAHAN!!!" ucapku berteriak tidak peduli apapun.
Ibu menatapku bengis, lalu tangannya telulur akan menamparku. Tapi,,,
Kak Rowoon menahannya. Beberapa kali ibu meminta kakak melepaskan cekalannya, hingga kakak ikut diteriaki oleh wanita gila itu.
Hingga kakakku mengucapkan satu kalimat yang membuat aku berhasil bangkit-
"Dia adikku! Jika Anda berani menyakitinya maka Anda harus melawan saya terlebih dulu." ucap Kak Woon datar.
Lalu Bunda dan Chani datang, membawaku pergi. Aku tinggal di Panti. Disusul kakakku dengan dua koper. Sepertinya dia, membereskan pakaianku dan pakaiannya.
"Yen, sementara kita disini ya? Kakak janji kakak cari kos-an secepatnya." ucapnya memelukku.
"Kenapa ikut pergi kak? I-i-ibu..?" ucapku terisak
"Kamu lebih butuh kakak dari wanita tidak waras itu. Kakak udah berjanji bakal jaga kamu apapun yang terjadi, yen." jawabnya.
Setelah itu aku dan Kak Woon berhasil dapat kos-an. Tinggal di kos an setahun, dan berakhir di rumah minimalis milik ayah.
Ayah menghubungi kakak dan berkata bahwa Ayah sudah menyiapkan rumah untukku dan kakak, asal Kakak benar-benar menjagaku dengan baik.
Bertepatan dengan kepindahanku. Chani mengabariku, bahwa ibuku juga pergi, jadi rumah kosong. Dan sampai saat ini, aku belum pernah kesana. Sekalipun aku ke Panti mengunjungi Bunda, aku tidak pernah menatap rumah itu.
Bunda mengisi kekosongan posisi Ibu di hidupku, dan Kak Woon lebih bagaikan sosok ayah. Kak Woon bilang, ayah masih mengirim uang untuk kuliah, sekolahku, dan untuk hidup sehari-hari. Ditambah Kak Woon bekerja part time dicafe. Serta penghasilan manggung atau youtube sf9.
Aku juga beruntung Teh Yeri, Chani dan Nara berada disampingku. Mereka benar-benar menjadi penyemangat disaat aku butuh media bercerita.
Ditambah, munculnya dua anak bernasib sama sepertiku Jung Ares dan Hwang Nessa. Aku merasa keluarga kecilku sudah lengkap.
Satu demi satu kalimat penyemangat muncul, dan satu yang berkesan.
"Na, lain kali jangan nyakitin diri lo sendiri ya? Nyakitin gue aja, hehe.
Terus, terus, jangan nangis lagi. Lo cantik tau, sayangnya lo banyak nangis- jadi kucel apalagi lo udah galak." ucapnya.
"Tuhan, aku bersyukur. Terimakasih sudah mengirimkan malaikat-malaikat ini disisiku setelah kau mengujiku dengan seorang iblis yang hampir membuatku menyerah.
Aku sekarang percaya, bahwa jalan yang rusak belum tentu seterusnya akan rusak. Nyatanya, aku melewati jalan yang teramat rusak, namun didepannya jalan yang harus dan indah masih menyambutku.
Aku bersyukur, aku benar-benar bersyukur, Tuhan. Aku berjanji ini akan berusaha bertahan demi malaikat-malaikatku."
-kim yena
flashback nya dulu ya-
soalnya bingung mau dikasih mana,,
nanti-nanti juga ada flashback lagi soalnyahappy reading💛
KAMU SEDANG MEMBACA
best (boy)friend.
Fanfictiondia kang chani, sahabat terbaik yena yang kini jadi laki-laki terbaik dihidupnya. ; ft. kang chani of sf9 credit. ©hwahyunshin_ started : 200410 end : 210320