Amanda hanya bisa menunduk sambil meremas jemarinya. Duduk diantara teman-teman Ray sungguh hal baru baginya. Jujur, ia tak nyaman.
"Jadi kapan lo resmiin lagi. Keburu digrebek warga." Ucap Efendi dengan nada mengejek. Dan jangan lupakan Angga yang sedang menjulurkan lidahnya setelah memberikan senyuman miring terbaiknya pada Ray.
"Sialan" Umpat Ray dalam hati. Tak akan berani ia berkata sembarangan. Istrinya sedang hamil. Ralat. Mantan istri yang akan diperistri lagi. Hadeuh.. rumit!
"Secepatnya" Ray melirik Amanda. Memindai reaksi sang mantan istri. Hatinya berharap Ama akan tersipu malu tapi mau. Namun pindaiannya tak berbuah manis. Hanya wajah tertunduk dengan ekspresi tak tertebak yang tampak di mata Ray. Jangan lupakan jemari yang saling meremas seolah menahan gejolak dihatinya. Entahlah, gejolak apa yang memenuhi hati Amanda. Ray harap gejolak cinta untuknya. Meski sangat tipis harapannya.
"Nunggu apaan lo? Udah serumah ini." Angga menimpali
"Gue bilang nunggu digrebeg warga." Sontak tawa mereka menguar. Amanda hanya bisa menahan senyumnya sambil menggeleng. Ia tak habis pikir dengan teman-teman Ray ini. Tingkah absurdnya awet sekali. Amanda memang tak pernah berbincang dengan mereka. Tetapi selama menjadi istri Ray ia beberapa kali membukakan pintu saat teman Ray berkunjung. Dan rumah akan menjadi ramai dengan kehadiran mereka.
Dan apa tadi? Digrebeg warga?
Seenaknya sendiri kalau ngomong. Kepindahan Amanda dan anak panti ke rumah Ray tentu dengan seizin RT dan RW setempat. Tak mudah bagi Ray menghadap para pejabat lingkungannya itu. Dengan penjelasan detil dan menahan malu ia menjelaskan pada mereka posisinya dan Amanda serta keadaan yang ada. Tekadnya untuk mengaja Ama rujuk tak main-main. Ia berusaha maksimal.
"Saya mau ke kamar dulu" Ahirya Ama bisa mengucapkannya. Setelah sejak tadi ia tertunduk dan terdiam sambil memilah-milah kata yang pas untuk diucapkan.
Ia berharap segera pergi dari kursi malas hijau pastel yang sudah diklaim Ray sebagai miliknya. Bahkan seluruh penghuni rumah termasuk anak panti pun sudah mengetahuinya. Bahwa kursi itu milik Amanda. Ray memang... Entahlah.. mungkin memang sebucin itu pada Amanda sekarang.
"Kamu lelah? Tidurlah! Nyalakan pendingin ruangan di suhu 24. Dan jangan lupa pakai selimut, biar tidak masuk angin. Saya yakin rambut kamu masih basah sebab berenang tadi. Nanti kalau sudah masuk waktu shalat ashar saya bangunkan." Ray mengucapkannya lembut tanpa beban. Jangan lewatkan senyum tipis dan tatapan teduh untuk sang ibu dari bayinya.
Efendi dan Angga menatap interaksi pasutri proses rujuk didepannya tak percaya dan mulut yang hampir menganga. Sesuatu sekali sahabatnya ini.
"Lo sehat?" Itu suara Efendi. Tak ketinggalan alis tebalnya yang terpaut sebab keningnya berkerut keheranan.
"Apaan? Gue wal afiyat lagi"
Ray menyeruput jeruk hangat tawar buatan mantan plus calon istrinya. Huff.. benar-benar rumit statusnya.
"Lo kesurupan setan bencong? Jadi lemes gitu mulut lo?" Angga memajukan badannya. "Gue punya pakde ahli ruqyah, sapa tau lo insidious." Masih dengan tubuh yang semakin maju Angga memasang wajah sok serius.
"Aduh! Sakit onyon!" Angga mengusap-usap keningnya. Satu pukulan mulus Ray melayang tepat sasaran.
"Gue lagi konsultasi sama pengacara. Gue mantap rujuk. Nggak akan mudah sih, tapi bakalan gue tempuh. Demi-"
"Anak lo?" Efendi menyela. Satu alisnya terangkat dengan senyum miring tercetak di wajah hitam manisnya khas pria jawa.
"Yup. Dan... demi gue juga. Gue tau gue bodoh, gue salah. Gue nggak mau anak gue jadi korban kebodohan gue. Meski sudah terlambat, but better late tha never, kan?" Ray mantap dengan langkahnya. Sesulit apapun proses rujuknya dengan Amanda akan ia tempuh. Ia bodoh, dan tak akan terus menerus mengamini kebodohannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okey, Allah Maha Baik (Tamat)
RomantikProlog Amanda Wibisono (Ama), seorang anak yatim piatu yang dijodohkan ibu angkatnya Ratih dengan putra bungsunya Rayhan Fadaq (Ray) yang tak mencintainya, bahkan Rai berikrar tak akan pernah mencintainya, ahirnya harus menerima kenyataan pahit dice...