16}Amputasi?

27.5K 1.8K 12
                                    

Assalamu'alaikum...
Apa kabar ayang bebnya RayAma?

Ups... udah up lagi daku ini... semangat bingit yes..😂

Soalnya aku takut dikau kangen say.. (modus😝)

Eits...  pantun dulu

Sebelum makan cuci tangan..
cakep...
Sebelum baca RayAma pencet bintang gan... ⭐⭐⭐⭐⭐

Met bapers yes... 😥 Masih konflik.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐

Baju gantiku dan Ray sudah, mukena dan sajadah tipis sudah, peralatan mandi sudah, dompet dan carger juga sudah. Aku mengedarkan pandanganku sambil mengingat kiranya apa lagi yang harus aku bawa. Kak Rania bilang akan menjemputku untuk ke rumah sakit bersama pagi ini.

Semalam bang Reza dan kak Dania pulang hampir jam dua. Meskipun katanya Ray baik-baik saja, tapi tangisku tak kunjung bisa ku hentikan. Sampai bu Sri dan Zen terbangun dan ikut merasakan kekawatiran akan kondisi Ray.

Dan pagi ini, jangan tanyakan bagaimana kondisiku. Mataku sembab, dengan lingkar hitam yang tampak menyedihkan. Juga kepala terasa sangat pusing akibat kurang tidur. Dan nafsu makan yang hilang. Sangat menyedihkan.

Aku bahkan langsung menata pakaian di travel bag. Tentu pakaianku dan Ray. Aku bertekad merawat Ray di rumah sakit. Aku sendiri.

Meskipun status rujuk kami belum diurus secara resmi, tapi kata rujuk yang Ray ucapkan sudah menjadikan rujuk kami sah. Aku tak peduli dengan buku nikah kami yang masih berada di pengadila agama. Kini keadaan Ray jauh lebih penting.

"Kamu sudah sarapan? Wajahmu pucet banget. Jangan bilang kamu nggak tidur semalaman, ditambah belum sarapan lagi sekarang. Kamu nggak kasihan bayi kalian?"
Aku kaget dengan kedatangan kak Rania. Aku tak mendengar suara kendaraan masuk ke halaman rumah. Apa sebegitu kacau fikiranku, sehingga tak menyadari kedatangannya? Ya. Memang sekacau itu aku. Aku tambah tak dapat bicara saat berbagai pertanyaan yang memberondongku membuatku semakin merasa bersalah. Pada bayiku. Semua yang dikatakannya seratus persen benar. Aku abai pada diriku dan bayiku. Astaghfirullah..

"Ayo kita berangkat saja kak. Nanti Ama bisa beli makan di kantin rumah sakit." Aku beranjak dari duduk dan langsung menyeret travel bag yang sudah ku persiapkan sejak subuh tadi.

"Nggak! Makan dulu, baru kita berangkat. Jangan biarkan kakak meninggalkanmu dan tak jadi mengajakmu ke rumah sakit sebab kamu abai pada dirimu dan kandunganmu." Suara kak Rania tegas. Aku menunduk, aku takut.

"Baik kak. Ama sarapan. Kak Rania juga sarapan disini ya. Temani Ama. Sepertinya anak-anak juga belum mulai sarapan." Bibirku mengerucut. Tapi sungguh aku sangat bersyukur atas perhatian saudara angkat yang kini menjadi iparku ini.

Kak Rania menggandengku dan menggiringku pelan menuju meja makan. Kami sarapan bersama dengan hening. Tampaknya semua sedang tak nafsu makan. Terbukti nasi goreng buatan bu Sri yang masih tersisa setengah wadah. Biasanya nasi goreng lezat favorit anak-anak ini akan langsung habis tak bersisa. Namun pagi ini...

"Kok makannya pada sedikitan sih? Ayo nambah. Enak banget lho. Ini bu Sri sudah capek buat. Sayang nanti kalau mubadzir." Kak Rania mencoba memecah keheningan. Namun respon anak-anak tetap sama, diam.

"Mobilnya sepertinya sudah datang. Anak-anak ayo cepetan." Bu Sri memberi tau suara bunyi klakson yang terdengar adalah tanda mobil jemputan dari sekolah telah datang.

Anak-anak langsung menghambur mengambil tas sekolah. Menyalamiku, kak Rania dan bu Sri. Aku mengantarkan mereka hingga mobil seperti biasa. Berpesan pada pak sopir agar berhati-hati dalam berkendara. Biasanya Ray yang mengatakannya, namun kini dia sedang sakit. Mengingat Ray, aku jadi tak sabar ingin segera berangkat ke rumah sakit.

it's okey, Allah Maha Baik (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang