19} Ke Rumahku

24.2K 1.7K 14
                                    

Oooyy..... Assalamualaikum.. 📢📢📢

Sebelum baca bismillah dulu ya say..

So, senggol bintangnya... ⭐

Yuuhuu... Lanjut... 🚴

loveu 💕
Im

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Pria yang duduk di atas kursi roda itu menghela nafas dalam. Tampak sekali ia sedang menetralkan degup jantungnya yang kencang. Wajahnya yang sedikit menunduk menjelaskan bahwa kepercayaan dirinya belum kembali. Sebenarnya ia masih enggan bertemu siapapun.

"Assalamualaikum"

Mereka yang tengah mengobrol santai di ruang inap itu sontak menoleh ke arahnya. Ray masih minder bertemu dengan orang lain. Meskipun setiap hari selalu ada yang datang mengunjunginya. Entah itu kawan, rekan, bahkan atasannya. Namun tampaknya, suntikan semangat yang diberikan belum dapat mengobati rendah dirinya.

Mendung selalu menghiasi wajah tampan yang kini berbalut perban di pipi kirinya. Dua belas jahitan yang ia terima sepanjang pipi hingga leher pun turut andil menambah sakitnya.

Sungguh, Ray ingin sekali kembali seperti dulu. Meskipun dengan keadaan yang tak seperti dulu. Ia tak ingin menemui tatapan iba yang ditujukan kepadanya. Namun sorot mata sendu tetap tak dapat ia sembunyikan. Ray hanyalah manusia lemah. Apalah daya.

Ray ingin  mereka memandangnya seperti Ray yang dulu. Tanpa tatapan iba dan kasihan. Agar  Ray tak ingin ada yang menyalahkan diri sendiri atas takdir yang Allah berikan. Ya. Dia Fahmi. Pria asli jawa timur itu setiap hari selalu menyempatkan diri menjenguknya. Ia sangat merasa bersalah pada rekan naasnya itu. Meskipun tak ada yang menyalahkannya. Sebab semua adalah takdir Yang Kuasa.

"Mas Ray abis terapi ya? Lili bawa makanan kesukaan mas Ray lo. Rendang samping kantor kan? Barangkali mas bosan dengan makanan rumah sakit. Nggak ada rasanya" Suara lembut meliuk itu berasal dari bibir bergincu merah gelap milik akuntan yang kini datang dengan Hem hitam ketat  dan rok merah span selutut dengan belahan dibelakangnya. Ia adalah Sherli.  Akuntan yang beberapa kali pernah datang ke rumah Ray dengan dalih konsultasi bentuk rumah, sebab rumah orang tuanya akan direnovasi waktu. Ray tau. Dialah yang menjadi pengacau mood istri hamilnya itu.

"Gimana perkembangannya Ray? Istriku bawakan salad buah untuk kalian." Fahmi menyapa dengan pertanyaan rutinnya. Ia dan rasa bersalahnya membuatnya berkunjung setiap hari. Padahal Ray pun tau istrinya sedang  tak sehat.

" Sudah lebih baik. Semoga terapi berjalan dengan kaki prostetik nya berjalan lancar. Agar pekan depan sudah bisa pulang. Jangan repot-repot. Aku tau istrimu juga kurang sehat." Pria di kursi roda itu mencoba mengukir senyum tulusnya. Ia melirik sebuah paper bag biru didekatnya, dan berterimakasih pada sang pemberi. 

"Maafkan aku. Semua ini salahku."

Selalu begini. Pria Jawa ini masih saja menyalahkan dirinya sendiri.

"Bukan salah siapa-siapa pak Fahmi. Semua ini sudah direncanakan Allah." Binar mata Ray penuh ketulusan mengucapkannya. Ketidak bisaan Fahmi sehingga ia harus menggantikannya memantau proyek di Garut adalah nass Allah yang memang telah digariskan untuknya. Bahkan saat ia telah menjalankan kendaraan untuk kembali ke rumah, kemudian ada laporan dari mandor proyek terkait kerusakan alat berat di proyek yang membuatnya harus putar balik mengeceknya , kemudian kejadian naas ia tertimpa bangunan dan besi yang belum selesai dipasang sebab hujan deras dan angin kencang pun menjadi wasilah takdir yang telah Allah catatkan untuknya. Tidak mudah menjalani kehidupan dengan label cacat memang. Tapi Ray ikhlas.

Amanda tersenyum tipis melihat sang suami. Hatinya bersyukur. Tak salah ia kembali rujuk dengan Ray. Pria itu telah berubah. Pria yang ingin ia jauhi kini membuatnya jatuh cinta lebih dalam lagi. Sangat dalam. Dielusnya perut buncitnya seraya mengucapkan beribu syukur. Dan melangitkan doa untuk kesembuhan suaminya. Allah Maha Baik. Akan ada banyak senyum setelah lara yang mendera. Fainna ma'al 'usri yusro...

it's okey, Allah Maha Baik (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang