Malam ini sungguh cerah, langit indah bertabur bintang dan bulan separuh yang menambah tampilan langit semakin memukau.
Jalanan masih cukup ramai meskipun malam sudah menapaki pukul setengah sepuluh. Mungkin karena malam ini malam sabtu, dimana banyak orang tengah menghabiskan waktu liburnya setelah lima hari berkutat dengan kesibukan masing-masing.
Ama tersenyum masam, apapun malam yang ia lalui sama saja. Tak ada bedanya antara ahir pekan pun dengan awal pekan.
Ia tak pernah memiliki acara kemanapun. Dua tahun selama menikah dengan Ray, tak sekalipun ia pergi ke acara. Meski ada banyak undangan datang kerumah, tapi tak pernah sekalipun pria itu mengajaknya. Apakah ia tak sepantas itu untuk diajak bepergian?
Selalu ada rasa nyeri dihati saat kenangan pernikahan tak bahagianya melintas. Sungguh, ia sudah mencoba mengikhlaskannya. Namun mengapa rasa sakit itu enggan hilang.
Ia selalu mensugesti dirinya, Allah Maha Baik, telah banyak kebaikan yang ia dapat setelah suami dinginnya menendangnya dari pernikahan tidak bahagia itu.
Ia tak boleh menengok kebelakang. Ada banyak hal yang harus dia raih dan akan dihadapi didepan. Kelak ia tak akan sendiri. Ada janin berusia 21 minggu dirahimnya. Bayi sehat yang kata bu bidan bulan depan akan ia ketahui jenis kelaminnya.
Bayi yang hadir tanpa menyusahkannya sama sekali, tak seperti kehamilan orang lain yang sering ia dengar. Sungguh, Allah Maha Baik. Jadi, tak apa jika ia harus sendiri menjalani kehamilannya. Tak apa, Allah Maha Baik.
Berjalan dengan memikirkan banyak hal membuat perjalanan kakinya dari rumah makan ketempat kostnya tak terasa. Lima belas menit berjalan kaki tak membuat ibu muda yang tengah hamil itu kelelahan. Meski beberapa bulir keringat tampak didahinya yang tertutup hijab.
Mata Ama mengernyit, kala melihat ada banyak orang berdiri didepan kamar kostnya. Ada apa gerangan? Seingatnya, ia sudah membayar kost. Pun ia tak pernah telat membayarnya.
Ia tak pernah memiliki masalah dengan orang sekitar kost, bahkan mengenal akrab pun tidak. Hanya sapaan sekedarnya yang ia berikan setiap berpapasan saat ia berangkat dan pulang kerja. Sungguh, Ama setertutup itu kepada orang lain.
"ITU DIA ORANGNYA!" Salah satu orang yang berkerumun didepan kamarnya menunjuknya dengan tatapan tajam. Sontak kerumunan orang itu menoleh kearahnya dengan berbagai ekspresi.... tak bersahabat.
Langkah Ama berhenti, dadanya bergetar, tangan dan kakinya pun mendadak tremor , Ama takut. Diteriaki dan dilihat banyak orang dengan berbagai macam ekspresi tak mengenakkan, membuatnya tak berani melangkah mendekat ke kamar kostnya. Ama hanya bisa diam ditempatnya.
Seorang perempuan lima puluhan dengan daster rumahan yang melekat ditubuhnya dan rambut yang dicepol asal keluar dari kerumunan. Nunung si pemilik kost sederhana tempat Ama berteduh dari lara dan lelah menghampirinya dengan wajah yang entah berekspresi apa.
"Ayo neng ikut ibu.." Nunung menggandeng tangan Ama dan membawanya masuk ke ruang tamu rumahnya yang berada tak jauh dari kamar kostnya. Suara sorak dan cibiran dilontarkan kearahnya, spontan membuat Ama menciut tak punya nyali.
"Apa sebenarnya yang terjadi? Apa kesalahan yang telah ia perbuat pada warga sekitar kostnya?" Pertanyaan yang hanya bisa ia lontarkan dalam diamnya. Sungguh, Ama bingung dan ketakutan..
Dipersilahkan duduk diruang tamu kediaman sang ibu kost dengan ketua RT dan RW setempat yang telah terlebih dahulu berada disana membuat seorang Ama merasa seperti pencuri yang tengah akan disidang warga.
Jangan lupakan kerumunan warga yang melihat dari luar yang dengan sengaja ingin mendengarkan pembicaraan di ruang tamu yang bagi Ama seperti neraka. Ama ingin berlari dari sana rasanya. Tapi ia tak punya nyali..
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okey, Allah Maha Baik (Tamat)
RomanceProlog Amanda Wibisono (Ama), seorang anak yatim piatu yang dijodohkan ibu angkatnya Ratih dengan putra bungsunya Rayhan Fadaq (Ray) yang tak mencintainya, bahkan Rai berikrar tak akan pernah mencintainya, ahirnya harus menerima kenyataan pahit dice...