Step 15

713 142 4
                                    

Hyunae terbangun dari mimpi indahnya akibat pekikan keras dari Ryujin di luar rumahnya. Sangking seringnya Ryujin datang ke rumah Hyunae tetangga pun sudah tak peduli sekeras apa teriakan Ryujin sehari-harinya. Sebenarnya Ryujin tetap menyempatkan diri untuk datang ke rumah Hyunae walau Hyunae dijemput Hyunjae, biasanya tetangga yang akan memberitahu bahwa Hyunae sudah berangkat lebih dulu dengan Hyunjae.

Namun hari ini tidak ada yang menghentikan jalan Ryujin untuk memberitahu hal yang sama, maka Ryujin pun langsung meneriaki nama Hyunae dengan sepenuh hati.

Hyunae berlari kecil menurni tangga dengan keadaan rambut yang amburadul, ia membuka pintu seraya mengucak-ucak matanya. "Apa??" tanyanya dengan suara serak. "Gak ngampus?" Hyunae terbelalak, "Kan kelasnya siang!?" Berdecak sebal, Ryujin mendorong dahi Hyunae, "Pagi sayang, makannya sekarang gue di sini."

"Gimana dong!? Gue baru bangun!" Ryujin memegang pundak Hyunae, tatapannya serius bahkan sedikit menyeramkan. "Gak usah mandi," mata Hyunae membulat sempurna, "Gila ya lo!? Ya kali gue gak mandi ke kampus!?"

"Ya terus gimana? Mau telat?"

"Bolos kelas pertama deh, ya?"

"Mana bo— EH! HYUNAE!" siapa sangka Ryujin dikuncikan di luar oleh Hyunae yang mendadak menutup pintu rumahnya sembari berkata, "Makasih perhatiannya! Gue bolos ya! Gak usah nungguin!" lalu pintu rumah terkunci rapat menyisakan Ryujin yang menggedor-gedor pintu seraya mencak-mencak di luar.

Hyunae tersenyum puas saat akhirnya suara Ryujin lenyap seperti tertelan bumi. Ia duduk di sofa, bermaksud menonton TV guna menghindari keheningan di rumah karena ia tinggal seorang diri. Lucas pun sudah kembali bertugas ke luar kota, ia hanya pulang kurang lebih seminggu, jadi tidak ada yang mampir ke rumah Hyunae di sini.

Sedangkan di tempat lain, Hyunjae juga baru saja membuka matanya, melihat ke sekeliling, siapa sangka dia menangis sampai tertidur di rumah Bapa-nya. Pagi ini masih sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang melaksanakan doa pagi. Tatapan Hyunjae lurus ke depan, memandang salib yang terpampang jelas di sana, ingin mengeluh pun susah rasanya saat melihat orang yang ingin ia katai tidak adil itu justru rela mati demi dirinya dan orang-orang berdosa lainnya.

Menghela napas berat, Hyunjae berdiri, berjalan guntai keluar dari rumah yang selalu terbuka kapan saja bagi orang yang percaya. Matanya sedikit menyipit saat terserang sinar matahari setelah cukup lama mendekap di dalam. Seingatnya selepas pergi dari rumah Hyunae kemarin sore, pertanyaan Mingyu di pagi hari kembali terlintas oleh karena itu ia berakhir terbangun di sini, di Gereja.

Masa bodo tentang kelas pertamanya yang terlewat, Hyunjae tidak punya cukup tenaga bahkan kesabaran untuk mendengarkan penjelasan panjang lebar dari dosen di depan kelas. Kini ia menaiki motornya, mulai menjalankannya tanpa tujuan, entah mau ke mana, Hyunjae hanya tidak mau pulang sekarang.
~~~
Dengan rambut yang masih terbungkus handuk, Hyunae mengangkat panggilan telepon dari pemilik kontak bernama Park Jisung. Ia menempelkan benda pipih ke telinganya setengah hati, "Halo?" tegurnya.

"Hai! Maaf kemarin gue telat, padahal gue udah dateng tapi ternyata lo udah balik ya?"

Hyunae mendengus, sudah balik apanya? Kemarin dia berdiam diri di toko buku sampai malam tiba dan pulang diantar Hyunjae. Anak ini mengada-ada. "Ah, iya gak pa-pa," jawab Hyunae yang tentunya bohong.

"Hari ini bisa ketemu lagi? Ada yang mau gue sampein."

"Gak bisa lewat telepon?"

"Kalau lo mau gue kasih tau sekarang juga gak pa-pa."

"Ya udah, sekarang aja."

Hening beberapa detik, sampai akhirnya Jisung mulai bersuara, "Ini tentang Hyunjae, jadi dengerin baik-baik." Hyunae yang tadinya ogah-ogahan mendengar mulai menunjukan rasa antusiasnya mengingat kemarin Hyunjae datang ke rumahnya hanya untuk menangis dan meminta maaf lalu pergi setelah tangisannya reda. "Hm, apa?" balas Hyunae.

[✔️] 180 Degrees || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang