Lascarya

892 125 6
                                    

Hyunae tersenyum manis melihat bunga matahari yang baru saja ia lepaskan dari genggamannya, bunga itu kini bersender pada batu nisan dengan ukiran nama Lee Haechan. "Itu buat kamu, selamat ulang tahun, bahagia selalu ya. Maaf aku gak bawa kue, Xiaojun nya lupa beli," sindir Hyunae sekelias melirik Xiaojun yang berdiri di seberangnya. "Kan! Liat noh Chan! Gak berubah-ubah ni orang, kerjaannya nyalahin gue mulu!" adu Xiaojun pada Haechan.

Berdecih sebal, Hyunae kembali tersenyum saat menoleh pada ukiran nama Haechan, "Tadi aku udah ketemu Hyunjae, aku kasih bunga matahari juga, biar sama kayak kamu," ujarnya tanpa sedetik pun melunturkan senyuman di wajahnya. Xiaojun menghela pelan, beralih bertinggung di sebelah Hyunae, mengacak rambut gadis itu. "Chan, ini cewek lo sekarang jadi cewek gue tau!" Hyunae sontak memukul lengan Xiaojun, "Omongin yang lain!" protes Hyunae. "Lah? Kan Haechan harus tau, masa gak dikasih tau?"

"Terus lo bangga gitu ngasih tau ke Haechan?" Xiaojun mengangguk, "Coba Chan, lo bayangin, gue nunggu dia delapan tahun! Gila kan?" Hyunae berdecih sekali lagi dan berkata, "Udah Chan, gak usah diapresiasi." Xiaojun yang merasa tak terima pun berdiri dari duduknya, "Dahlah Chan, gue bawa balik aja Hyunae nya," Xiaojun yang hendak menarik tangan Hyunae pun tertahan karena Hyunae malah balik menarik tubuhnya hingga terduduk. "Pamitannya yang bener!" titah Hyunae.

Xiaojun yang awalnya bersandiwara pura-pura ngambek pun mengubah situasi menjadi lebih tenang dan serius. "Chan, kita pulang dulu ya. Selamat ulang tahun, gue janji bakal jagain Hyunae sesibuk apapun gue sama kerjaan gue, Hyunae bakal tetep jadi prioritas gue, tenang aja." Kali ini Hyunae tak lagi protes, gadis itu tersenyum mendengarkan ucapan Xiaojun.

Sekarang sudah delapan tahun semenjak kepergian Haechan dan lima tahun sejak kepergian Hyunjae, perlahan-lahan pun semuanya sudah kembali menjalankan aktivitas mereka sambil berusaha menghapus bayang-bayang dua bersaudara itu, hanya menghapus bayang-bayangnya saja tanpa menghapus keduanya dari ingatan apalagi hati.

Hyunae pun kini sudah memutuskan untuk menerima Xiaojun lebih dari sekedar sahabat atau tukang antar-jemputnya lagi, mereka sudah memiliki hubungan yang lebih serius dari itu. Hubungan keduanya sudah berjalan sekitar tujuh bulan, di awali dengan Xiaojun yang mengajak Hyunae untuk menemani makan malam dan berakhir mengungkapan perasaan untuk kedua kalinya sejak terakhir kali Xiaojun mengungkapkan perasaan bertahun-tahun lalu.

Xiaojun pun berdiri, mengulurkan tangannya pada Hyunae yang tak langsung dibalas. Hyunae menyempatkan diri untuk kembali memandangi nisan milik Haechan, "Pergi dulu, Chan..." gumamnya, setelah itu barulah Hyunae menggandeng tangan Xiaojun, berjalan menjauh dan semakin jauh dari makam Haechan.

Delapan tahun memang waktu yang lama, seharusnya cukup bagi Hyunae untuk melupakan semuanya atau bahkan tidak peduli lagi dengan Haechan maupun Hyunjae. Tapi dua orang ini terlalu berbekas di kehidupan Hyunae, dua-duanya sama-sama berharga, istimewa, dan memang terlahir untuk menjadi orang kuat.

Rasanya sakit setiap kali Hyunae datang ke makam Haechan maupun Hyunjae, dibilang rindu iya, ingin bertemu secara fisik pun tak bisa, satu-satunya cara adalah dengan menatapi ukiran nama keduanya di atas batu nisan seperti tadi. Hyunae sudah mengikhlaskan kepergian keduanya, sudah cukup bersedihnya, sekarang Hyunae hanya perlu mengenang setiap detik yang dulu pernah ia lalui bersama keduanya. Hanya itu yang tersisa.
~~~
Joy yang dari tadi mondar-mandir mengelilingi rumah karena dimintai tolong oleh Yuji untuk mencari Mingyu akhirnya menjatuhkan tempat terakhir pencariannya pada satu kamar yang pintunya tertutup rapat. Langkahnya mulai melamban saat jaraknya dengan pintu itu mengikis, terbukalah pintu itu, dan benar saja, Mingyu sedang menidurkan tubuhnya di atas ranjang dengan mata terbuka menatap kosong langit-langit.

Joy bertengger di ambang pintu, memandangi saudara sepupunya yang selalu melakukan ini pada bulan dan tanggal yang sama di setiap harinya. "Lo mau sampai kapan begini?" tanya Joy, Mingyu pun menoleh, melempar senyumnya dan mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. "Kenapa?" balas Mingyu.

"Harusnya gue yang nanya gitu! Makanan udah siap, ayo makan. Tante dari tadi nyariin lo, lo gak tau apa ni rumah luas banget kayak dosa-dosa lo? Capek tau nyari lo!"

"Lo kan pasti tau gue ada di sini, ngapain nyari ke tempat lain?"

"Ya siapa tau lo lagi gak di sini, udah, gue tunggu di meja makan, jangan kelamaan. Tante Yuji sama tante Seohyun nungguin."

Mingyu mengangguk, membiarkan Joy pergi berlalu, dia masih ingin sedikit lebih lama di sini walau mungkin setelah makan dia bisa saja kembali ke sini lagi. Dilihatnya setiap jengkal ruangan yang dulunya menjadi tempat Hyunjae mengistirahatkan dirinya setelah menghadapi hari yang panjang dan melelahkan, ruangan yang dulu selalu tertutup rapat setelah si empunya sampai di rumah.

Mingyu mengusap bed cover yang selalu tertata rapih menutupi sprei, ia mulai tersenyum, "Selamat ulang tahun, hadiah lo ada di meja, ambil aja. Itu susah nyarinya, kayaknya gara-gara lo udah gak pernah beli, perusahaan parfumnya jadi bangkrut, untung masih ada yang jual," ujar Mingyu.

Tangannya dengan cepat bergerak menghapus air mata yang nyaris keluar, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangisi Hyunjae, bukan tidak peduli, ia tidak mau Hyunjae melihatnya menangis karena adiknya itu. Kini ia memperbesar senyumannya, "Habis ini gue mau makan, kalau mau ikut, ke ruang makan aja, ada bunda sama mama, ada Joy juga. Kayaknya menunya lobster kalo dicium dari baunya, kesukaan lo kan?"

Mingyu menghela napas berat, berdirilah dia berjalan keluar dari kamar Hyunjae, matanya terus memandangi isi kamar itu walau tangannya sudah mulai menutup rapat pintu. Setelah pintu tertutup rapat, Mingyu merubah air wajahnya untuk bersiap bertemu dengan Yuji, Seohyun, dan Joy di meja makan.

"Wah, enak nih keliatannya!" sapa Mingyu mengambil tempat duduk di sebelah Joy. Joy pun langsung menyerahkan piring untuk Mingyu dan membiarkan pria itu mengambil nasi dan lauknya sendiri. Sebelum menyantap makanannya, Mingyu mengecek bagaimana atmosfer di meja makan sekarang.

Wajah ketiga perempuan di hadapannya terlihat cukup cerah, walau di malam sebelumnya Mingyu tak sengaja mendengar suara tangisan Seohyun dari dalam kamar. Seohyun menangis pada malam kemarin agar dirinya tak menangis pada hari ini, di hari spesial kedua anaknya. Seohyun pikir di hari kelahiran keduanya harus diisi dengan senyuman bukan tangisan, maka lebih baik untuk melampiaskan semuanya kemarin dibanding hari ini.

Di setiap ulang tahun Hyunjae dan Haechan Seohyun, Yuji, Mingyu, serta Joy pasti akan datang ke makam keduanya, tak terkecuali walau Haechan tak memiliki hubungan khusus dengan Yuji, Mingyu, apalagi dengan Joy. Dan tadi pagi mereka sudah berkunjung, oleh karena itu mereka tidak bertemu dengan Hyunae dan Xiaojun yang memilih datang di siang hari.

Delapan tahun sudah berlalu.

Lima tahun sudah berlalu.

Semua orang yang masih bisa menikmati indah dan buruknya dunia sudah meikhlaskan kepergian Lee Haechan dan Park Hyunjae. Tangisan tetap ada, itu tak bisa dihindari. Tapi tentu semuanya hidup dengan bahagia, agar dua manusia istimewa melihat mereka dengan rasa bangga dan tanpa khawatir karena ternyata semuanya menjalani hidup dengan baik walau tak ada mereka di sisi orang-orang itu lagi.

Rindu pun tak masalah, itu wajar. Berharap agar mereka berkunjung di dalam mimpi di setiap malam hanya agar sekedar melihat wajah keduanya yang mulus tanpa adanya luka-luka seperti pada saat mereka masih menginjakan kaki di bumi. Ingin juga bertukar kabar, menyampaikan keluh kesah pada mereka yang sudah berbahagia di sana.

Dua orang hebat ini memiliki cara mereka sendiri untuk mendapatkan kebahagian yang selama ini mereka minta. Walau mungkin menyakitkan bagi orang lain, mereka tetap berhak mendapatkan kebahagiaan itu. Tak ada yang berhak merengut itu dari mereka.

Mungkin ada yang kecewa, ada yang masih tak terima. Tapi apakah tidak menjadi lebih baik saat kita bisa melihat tawa dan senyum bahagia dua bersaudara ini di tengah-tengah cahaya yang menyejukan mata?

Jika kalian rindu, bertemulah di mimpi. Jika ingin memeluk mereka, maka peluklah mereka di mimpi. Itu tidak akan menjadi sesakit sebelumnya, karena keduanya telah sembuh, sakitnya telah hilang. Yang tersisa hanyalah kebahagiaan.


-Akhir kisah dari kehidupan panjang Lee Haechan dan Park Hyunjae-

[✔️] 180 Degrees || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang