110-18

137 17 8
                                    

Because I tried my best
Maybe that's why it's tiring
It's not going to be easy
Maybe I have to let you go
That's what I thought

[Sungjin, Wonpil]:
Like the flowing wind
I won't be able to catch you
Through the gap of my five fingers
You escaped
Flowing away somewhere far far away
-Day6, Like a Flowing Wind-

***
"Gue punya banyak pertanyaan. Sorry, udah ganggu lo. Tapi gue rasa cuma lo yang bisa menjawab teka-teki gue."

Partha tertawa, kakinya melangkah mendekati lemari pendingin yang berada di dapurnya. Ia mengambil dua minuman kaleng. Satu untuknya dan satu lagi untuk Shita. Partha mendaratkan tubuhnya di sofa ruang tamunya. Ia meneguk minumannya sebelum menatap serius ke arah Shita. "Akan gue jawab kalau emang gue tahu."

Shita membuka mulutnya hendak berbicara tetapi segera dipotong oleh Partha. "Minum dulu, Ta. Gue sampe merinding soalnya lo serius banget."

Partha tersenyum memperhatikan perempuan di depannya yang tengah mengangkat kaleng kosong setelah isinya Shita minum habis.

"Lagu yang lo tulis, kenapa selalu ada burung merpati hitam di kertas coretan lirik lagunya?" Shita berbicara serius, matanya menatap Partha tepat di netranya.

"Dari mana lo tahu?" Tanya Partha dengan dahi yang mengerut. Perlahan kerutan di dahinya menghilang seiring dengan perkataan dari mulutnya lagi, "Ah, kertas coretan gue pasti ketinggalan di rumah utama."

Yang dimaksud rumah oleh Partha adalah unit apartemen yang menjadi tempat menginap Shita. Pandawa Lima memang menamainya rumah karena ukurannya paling besar di antara unit yang lain. Terlebih lagi, ruangan tersebut adalah tempat Pandawa Lima berkumpul seperti sebuah keluarga.

"Ada di meja ruang tamu. Gue nggak sengaja liat gambar merpati hitam itu. Jadi, bisa lo jelasin?"

Partha meneguk habis minumannya. Ia menyandarkan tubuhnya, matanya menatap langit-langit sebelum kembali menatap Shita. Helaan nafas keluar dari mulutnya. "Gue belum cukup bukti buat ngejelasin ke lo. Gue harus denger cerita lo tentang merpati itu baru gue bisa mutusin apa gue harus cerita atau enggak."

Shita berpikir sejenak, membiarkan ruangan itu hening. "Merpati hitam selalu ngikutin gue dari gue kecil. Entah dalam bentuk gambar, tatto, atau bangkai merpati. Gue nggak yakin tapi berasumsi kalau merpati hitam itu ada hubungannya sama keluarga asli gue."

"Keluarga asli? Maksud lo?"

"Gue punya dua keluarga. Keluarga asli gue ngebuang gue waktu kecil dan akhirnya gue diasuh sama keluarga lain. Waktu gue dibuang, gue ditinggal gitu aja. Nyokap gue waktu itu ngasih gue buku diary yang setiap halamannya pasti ada merpati hitam."

"Terus keluarga asuh lo sekarang di mana? Kan, lo tinggal di apartemen sendiri."

"Dibunuh."

"Sorry, gue nggak bermaksud bu-"

"Nggak papa. Udah berlalu juga." Shita sempat tersenyum sebelum melanjutkan perkataannya, "Waktu pembunuhan itu terjadi, di dekat mayat orang tua gue banyak bangkai merpati. Tapi gue nggak bisa mastiin ini bener atau enggak, karena waktu itu gue dibius. Satu lagi, gue nggak mungkin salah ingat, gue sempe ngelihat tatto merpati hitam di salah satu tangan yang mencoba ngebunuh gue."

"What the?" Partha kehabisan kata-katanya. Ia masih setia mendengarkan Shita.

"Kasus pembunuhan orang tua gue dianggap bunuh diri. Karena saksinya kena penyakit jiwa. Gue nggak dendam sama mereka, gue cuma mau tahu apa yang terjadi sebenernya. Gue cuma mau asumsi gue bener, gue yakin bukan keluarga asli gue yang bikin hidup gue hancur."

110 : Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang