110-22

68 13 0
                                    

How many times a day
Will my tears swell up?
Even though I try to count
I can’t
Because I’m always trying to hold the tears in

How am I these days?
When you see me
I wonder if I look like I’m okay
I don’t know what kind of expressions I’m doing these days
-Day6, Hurt Road-

*

**

⚠️⚠️⚠️ Mengandung kalimat yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi mental⚠️⚠️⚠️

***
Terlalu terfokus pada satu hal memang tidak baik. Seperti kesedihan yang berlebihan, bahagia yang berlebihan juga tidak baik. Manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi berikutnya, karena hal itulah manusia diharuskan untuk bersiap. Entah mimpi buruknya akan menjadi kenyataan atau malah mimpi indahnya.

Pagi itu Brian mengantar Shita sebelum bergegas pulang. Ia simpan sebanyak mungkin senyum perempuan itu dalam benaknya. Senyumnya sudah seperti obat yang mampu memperbaiki suasana hati. Berbicara mengenai suasana hati, tiba-tiba dirinya teringat akan wanita yang melahirkannya ke dunia. Brian harus segera bergegas, ia yakin bundanya menunggu.

Brian sempat mampir ke salah satu penjual bubur langganan bundanya dulu. Senyumnya terus ia pasang bahkan sampai di unit apartemennya. Brian senang bukan main, hidupnya terasa sangat ringan. Ia masuk ke dalam unit apartemen dimana bundanya biasa menginap. Disimpannya plastik berisi bubu di atas meja sebelum kakinya melangkah untuk kembali mencari keberadaan bundanya.

"Bunda, abang pulang!"

"Bunda, dimana?"

Brian menelepon nomor ponsel bundanya, ia mendesah ketika suara ponsel terdengar berasal dari arah dapur. Kakinya melangkah lagi keluar, mungkin saja bundanya sedang di unit apartemen yang lain. Pertama Brian menghampiri unit Partha dan bertanya apakah bundanya berada di sana tetapi nihil. Yang ada hanya Partha dengan muka masam karena terpaksa menghentikan permainan gamenya untuk membukakan pintu.

"Oke, gue coba ke unit lain."

"Mereka ada di sini. Noh, liat lagi menjajah peralatan game gue!" Partha membuka lebar pintu unitnya supaya Brian bisa melihat ke dalam. "Kalian ada yang sempet ketemu bunda Dian pagi ini? Nih, bontotnya nyariin!"

"Kemaren gue terakhir liatnya, sih. Malah gue kira bunda perginya bareng lo." ujar Mahesa.

"Enggak, gue semalem kan nginep-"

"Nginep dimana lo bang? Anak orang lo apain lagi, tobat bang tobat." kata Dewa memotong ucapan Brian.

"Ngaco! Enggak gue apa-apain. Bunda gue enggak mungkin pulang, ponselnya aja ditinggal."

"Tapi, beneran deh bang gue enggak lihat bunda lo lagi. Dari kemaren kita bertiga juga bolak-balik keluar apartemen utama." Kali ini giliran Yasa yang berbicara.

"Kita ke atas sekarang, tinggalin dulu game kalian."

Ketika Mahesa sudah bertitah, tidak akan ada yang berani melawan. Kelimanya langsung menuju tempat yang dimaksud Mahesa. Lantai atas yang dimaksud adalah lantai kontrol dari bangunan ini. Mulai dari sistem listrik, CCTV, dan lain sebagainya. Hanya mereka berlima yang bisa mengakses karena bangunan apartemen tersebut milik mereka. Bangunan tersebut terdiri dari lima lantai, dengan lantai satu sebagai tempat parkir, lantai dua kantor Pandawa Lima dan unit untuk staff, lantai tiga merupakan area studio yang cukup besar dengan penyimpanan alat musik, lantai empat terdiri atas unit apartemen para anggota Pandawa Lima, sedangkan lantai lima hanya berisikan sistem-sistem pengatur.

110 : Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang