110-27

62 5 1
                                    

I can't explain everything to you
That's why I can't count the countless stars
come, walk with me Wherever we can reach
Let's follow the road on the other side of the world
so, walk with me Leave dark footprints
and meet me at the place I dreamed of every night with you with you
-Kim Hee Won, Friend-

***
Panggilan tidak terjawab (8)

Brian menatap layar ponselnya bingung. 30 menit yang lalu ponselnya juga menerima telepon dari nomor Audrey karena Shita ingin berbicara dengannya. Kali ini, perempuan itu menelponnya lagi. Brian dengan segera menelepon kembali nomor Audrey. Pada dentingan kedua, teleponnya tersambung.

"Halo Dre? Ada apa?"

"Halo? Maaf, benar dengan mas Brian?"

"Iya benar. Maaf, dengan siapa saya berbicara ya?"

"Begini mas, saya Pak Anto. Maaf saya menelepon nomor teratas di riwayat panggilan karena pemilik ponsel ini sedang ditangani dokter karena kecelakaan. Jika berkenan, mas bisa kemari nanti saya kirimkan alamat Rumah Sakitnya."

brian ke rs terus tengkar sama partha karena mikirin shita yg enggak ada di rs.

"Terima kasih banyak atas informasinya pak. Saya akan segera ke sana."

Brian menatap layar ponselnya, mencerna apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengangkat kepalanya untuk menatap teman-temannya yang berada di meja makan sebelum berkata lirih, "Audrey kecelakaan."

Tidak ada satu orangpun yang mampu menyembunyikan raut terkejutnya. Kepala mereka bertambah satu topik yang berlari-lari antar sudut. Piring dan gelas di atas meja itu masih penuh, ditinggalkan pemiliknya karena kabar yang lebih genting daripada rasa laparnya.

"Naik mobil Bang Partha," ujar Yasa sembari menyerahkan kunci mobil kepada Mahesa. Yasa melakukan hal ini karena bisa kapanpun Partha lepas kendali karena penyakitnya.

Rumah Sakit selalu berujung pada dua kabar. Baik atau buruk. Kelimanya sampai di sana dengan beban di pundak yang kian bertambah. Keadaan Audrey tidak terlalu parah, kakinya mungkin membutuhkan sedikit operasi tetapi masih menunggu hasil pemeriksaan lanjutan.

"Gue enggak salah denger tadi Pak Anto bilang korbannya cuma sa-"

Ucapan Dewa terpotong oleh ucapan Partha. "Enggak, gue juga denger cuma satu."

"Gue harus ke lokasi kejadian, enggak mungkin korbannya cuma satu! Jelas-jelas Shita bareng Audrey!" Brian bergegas untuk segera keluar Rumah Sakit.

"Gue enggak ikut. Wali Audrey belum dateng."

Brian menghentikan langkahnya. Ia berbalik menatap Partha. "Oke, jagain cewek lo!" ujarnya ketus.

Partha bisa merasakan perubahan emosi Brian. Ia menoleh menatap teman-temannya, "Sa, Wa, lo ikut Brian. Yasa biar sama gue urus semuanya di sini. Brian lebih kacau dari gue."

Ternyata, rumah sakit membawa kabar buruk hari itu. Beban di pundak laki-laki itu kian menumpuk. Mungkin sebentar lagi tubuhnya akan ambruk. Banyak manusia yang berlalu lalang dengan kelopak mata mengisyaratkan kesedihan. Bukan hanya Brian dan Parta yang terpukul hari itu, semua teman terdekatnya bahkan kedua orang tua Audrey menangis ketika menginjakkan kakinya di ruang rawat inap anaknya.

Merpati masih belum berhenti membawa kabar buruk sampai di sana. Ia terus terbang dengan kegelapan di atasnya. Di tempat kejadian, hanya tersisa mobil kosong ringsek yang sebentar lagi akan diseret dari jalanan. Di sekitarnya pun tidak ada tanda-tanda korban yang bernafas.

110 : Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang