Tiga Balas

50.3K 1.7K 31
                                    


Indah POV

Aku tidak menyangka kalau ayah menuruti  keinginanku untuk terlibat langsung mengurus acara resepsi pernikahan kami. Semuanya sesuai yang aku mau. Sesekali aku minta pendapat nya, aku dan ayah ternyata memiliki kesamaan. Jadi aku tahu selera ayah.
Hari ini kami mengadakan resepsi di salah satu hotel ayah di Bali. Aku meminta ayah tidak mengundang banyak tamu undangan, hanya orang-orang yang memang dekat dengan kami. Tapi ayah tetap mengumumkan pernikahan kami ke media. Selama satu minggu terakhir ini, berita kami jadi trending topic. Kata ayah mulai hari ini aku harus benar-benar tutup telinga, jangan dengar omongan orang lain apapun tentang kita.
Siang hari tamu yang datang hanya rekan-rekan bisnis ayah. Lalu malam harinya baru tamu keluarga besar ayah.
Mengingat tentang keluarga aku jadi sedih, karena memang aku tidak punya siapa-siapa lagi. Sebelum pergi ke Bali aku dan ayah pergi berziarah ke makam orang tuaku dan nenek tersayangku.
"Cape?" tanya ayah.
Aku menggeleng. "Engga, aku bahagia, Yah, terima kasih ayah telah menjadikanku istri Ayah, padahal masih banyak perempuan yang sempurna dari aku." Ku genggam tangan pria yang kini berusia setengah abad itu.
"Seharusnya Ayah yang berterima kasih padamu wahai istriku. Kamu sudah mau menerima aki-aki ini," ujar Ayah seraya mencium kedua tanganku. Kemudian tanpa permisi ayah langsung mencium bibirku.
"Ehemmmm …" suara seseorang mengagetkan kami. Ya Tuhan aku malu. Langsung ku lihat siapa yang datang, ternyata teman ayah, dia memang agak usil.
"Ehh boss udah ga sabar yah?” godanya.
Aku benar-benar malu. Ya ampun sekarang kami menjadi pusat perhatian semua orang yang ada disini.
Ayah menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Terimakasih atas kehadirannya," ujar Ayah pada temannya itu.
"Sama-sama."
"Doain, ya. Biar aku juga dapat daun muda," bisiknya pada ayah namun masih terdengar olehku.
Ayah tersenyum kikuk kemudian mengangguk. Teman ayah itu memang juga seorang duda, dia seusia ayah, istrinya sudah lama meninggal.
"Aku ke sana dulu, ya,"
"Sekali lagi, aku ucapkan terimakasih. Selamat menikmati hidangan."
****
Setelah masuk kamar, ternyata kamar kita sudah berubah, padahal tadi siang belum seperti ini. Di atas ranjang tempat tidur kami penuh dengan bunga-bunga mawar putih. Aku tidak bisa lagi berkata-kata, suamiku benar-benar romantis banget. Dia tahu saja apa kesukaanku.
"Gimana suka?" tanya ayah. Dia lalu memelukku dari belakang, diletakkanya kepala dia di bahuku, sambil sesekali menciumnya.

"Suka banget, terimakasih," kataku, kemudian kubalikan badanku. Sekarang kita saling berhadapan. Ku beranikan diri mencium bibirnya.
"I love you my husband," kataku setelah melepas ciumanku.
"Love you more my wife," jawab ayah, sekarang dia yang kembali mencium ku.
"Terus kita tidur di mana? Aku ga mau ngerusak tempat tidurnya, Yah?" tanyaku polos.
"Kata siapa kita akan tidur malam ini?" bisik ayah di telingaku, membuat tubuhku menegang.
"Bercanda, udah kamu bersih-bersih dulu gih, apa mau Ayah temenin?” katanya menggodaku.
"Boleh," jawabku tersenyum.
"Bener?!" tanyanya lagi.
"Tapi dalam mimpi Ayah. Haaaaa," kemudian aku langsung berlari ke kamar mandi dan menguncinya. Bisa berjam-jam kalau ayah membantuku mandi.
Setelah selesai membersihkan diri, ku lihat ayah sudah berbaring di ranjang dengan satu tangan dijadikan bantal kepalanya. Dia juga sudah merapikan ranjang kami yang tadinya ada banyak bunga. Dia menaruh bunga itu di atas meja rias yang ada di kamar ini.
Matanya tak lepas dariku. Kemudian aku berbaring disampingnya, kami saling berhadapan, lalu dia mencium keningku.
"Terimakasih," hanya itu yang dia ucapkan.
"Ayah tau kamu cape, jadi malam ini kita ga akan ngapa-ngapain, masih banyak malam-malam selanjutnya yang akan kita lalui bersama. " Kemudian kita sama-sama tertidur karena hari ini sangat melehkan. Kami tidur saling berpelukan, sekarang aku tidak bisa tidur kalau tidak mencium bau tubuh ayah. Aroma tubuhnya sudah menjadi canduku.
Pagi harinya aku bangun lebih dulu, ketika aku baru selesai mandi kulihat ayah baru saja  terbangun. Aku berjalan menghampirinya yang masih berbaring di ranjang size king di kamar ini.
Tiba-tiba dia menarikku ke ranjang, sekarang dia sudah ada di atas tubuhku.
"Cantik banget sih istriku,  ga ada bosen-bosennya aku memandangmu, bunga di taman aja kalah cantik dari istri kecilku ini," kata ayah dengan suara khas bangun tidur. Mulai deh gombal nya .
"Ayah bangun mandi dulu, ihh, ga usah gombal-gombalan,” kataku sambil mendorong dada bidang nya.
"Gombalin istri sendiri ga dosa, Yang. Malah dapat pahala, dan kamu suka kan ayah gombalin?” ucapnya kemudian dia mencium pipiku.
"Ya iyalah, awas saja gombalin cewek lain, tak sunat dua kali punya Ayah," ancamku.
"Kalau di sunat lagi, nanti ayah ga bisa muasin kamu, dong?  bukannya kamu udah ketagihan, ya?" ujarnya sambil menaik-turunkan alisnya. Aku memutar bola mataku malas, meski itu kenyataan.
"Gampang kok tinggal cari yang la ...,” ujarku, tapi ayah langsung membungkam bibirku dengan bibirnya sebelum meneruskan kalimatku.
"Itu tidak akan pernah terjadi," kata ayah dengan nada tegas.
"Ayah juga ga boleh cari yang lain," ucapku penuh penekanan.
"Percaya sama Ayah, hanya kamu yang ada di hati Ayah sekarang.  Kalau Ayah mau, mudah bagi Ayah mendapatkan perempuan di luar sana. Tapi sayangnya tidak ada yang benar-benar memikat hati Ayah, kecuali kamu yang memenangkan hati ini,” ujar ayah sambil mengelus pipiku.
Dan ya, ayah benar, mudah baginya mendapatkan wanita manapun, dengan wajah bak Dewa Yunani, dan kekayaan yang ia miliki, siapa yang tidak tertarik dengannya. Kadang aku merasa takut ayah tergoda wanita di luar sana.
"Boleh, ya?" tanya ayah memelas, belum aku ngengiyakan, dia sudah lebih dulu membuka bajuku dan bajunya. Aku hanya pasrah dan menikmati setiap sentuhan suami keduaku.
Untuk pertama kalinya kami memadu cinta bukan di dalam kamar kami, dan itu memberikan nuansa yang berbeda bagi kami berdua.
"Ayah kunci dulu pintunya, takut ada yang masuk," kataku. Ini udah siang aku takut ada yang masuk apalagi oma ada di hotel ini juga. Karena yang berani masuk ke kamar kami, ya, cuma oma.
Ayah turun dan langsung mengunci pintunya. Lalu kembali naik ke atas ranjang .
“Siang ini kamu yang mimpin,” kata ayah, lalu dia terlentang dan membiarkanku memimpin permainan kami siang ini.

Bersambung

Dulu Mertua Kini Suami (Aldama Family Seri 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang