Dua minggu berlalu setelah kami mengadakan resepsi pernikahan kami di Bali. Sekarang kami sudah kembali ke rutinitas masing-masing. Ayah pergi ke kantor dan aku pergi ke butik. Dan kedua mertuaku juga sudah kembali pergi ke Luar Negeri. Hanya seminggu mereka di sini.
"Bu, ini daftar pengeluaran butik bulan ini." Aku menyerahkan daftar pada atasanku bu Milla. Sekarang aku sedang berada di ruangan bu Milla, Manager di butik ini.
Jadi, aku di butik ini hanya sebagai karyawan biasa , dan bu Milla adalah teman baik bunda. Setelah bunda meninggal dia yang mengurus butik. Kalau ayah tidak mau ikut campur urusan butik ini.
"Enak banget ya, jadi Nyonya Aldama, bisa bolos kerja seenaknya," kata bu Milla sinis sambil memperhatikan penampilanku.
"Maaf, Bu,” jawabku. Aku jadi tidak enak sering bolos kerja.
"Kamu sungguh perempuan tidak tahu berterima kasih, Indah, kamu tuh cuma gadis miskin yang di terima jadi menantu oleh sahabatku. Tapi sekarang kamu malah menikahi suaminya," ucap bu Milla lagi.
Tunggu dulu, ada apa ini. Aku ingat sekarang setelah kepergian bunda, waktu itu aku masih jadi istri Mas Arman, dia pernah bilang kalau dia, mencintai ayah, tapi ayah tidak pernah meresponnya. Mungkin dia marah karena ayah lebih memilih ku.
"Kami menikah di saat kami memang sendiri tidak punya pasangan, jadi dimana letak kesalahannya?” tanyaku tegas. Aku mengerti sekarang arah pembicaraan nya.
"Lagi pula Mas Arman bukan anak kandung ayah dan bunda. Jadi tidak ada larangan jika kami berdua menikah," ucapku lagi.
Yang ku tahu bu Milla ini belum pernah menikah, dia teman baik bunda, mereka sudah berteman sejak zaman SMP, kata bunda dia dan bunda mencintai laki-laki yang sama yaitu ayah Hadi. Mungkin dia masih mengharapkan ayah, makanya ketika bunda pergi dia langsung mencari perhatian ayah. Tapi sayangnya ayah tidak pernah melihat dia, selain teman dari istrinya.
"Jelas kamu salah, saya yang seharusnya menikah dengan Hadi bukan kamu perempuan miskin," katanya sambil menunjuk ke arahku.
"Apa yang kamu berikan sehingga Hadi mau menikah dengan kamu? saya tau selama ini Hadi tidak bisa didekati oleh perempuan mana pun. Kenapa dia mau sama kamu?" ucapnya kemudian dia mendorongku ke sofa yang ada di ruangan itu.
"KAMU TUH, GA PANTES UNTUK HADI!" teriaknya.
Jujur aku sangat takut. Air mataku mulai keluar, namun tiba-tiba pintu terbuka.
Brakkk
Suara pintu di buka dengan keras, ku lihat seseorang membuka pintu.
"Lalu siapa yang pantas jadi istri saya, Milla?" tanya Ayah. Ya, orang yang membuka pintu itu ayah.
"Mas Hadi, sejak kapan Mas datang?" kata bu Milla ketakutan.
"Mau minum apa? nanti saya ambilkan,” ucap bu Milla lagi, tapi sekarang dengan suara lembut.
"Aku mau istriku, mulai hari ini dia tidak bekerja lagi disini,” kata ayah. Aku menatapnya, apa maksud ayah ngomong gitu.
"Sayang kita pulang yu, mulai sekarang kamu berhenti bekerja,” ujar ayah, tadinya aku mau ngomong, begitu melihat bu Milla aku pun hanya pasrah mengikuti perintah ayah. Jujur aku suka kerja di sini. Tapi setelah kejadian barusan aku memutuskan keluar dari butik ini. Maafkan aku bunda, aku ga bisa kerja lagi di butik bunda.
"Loh, Ndah, kamu mau kemana?" tanya mbak Rina. Dia teman baikku di sini.
"Aku mau pulang Mbak, aku juga udah ga akan kerja di sini lagi," jawabku, lalu menghampiri mbak Rina dan memeluknya sebagai tanda perpisahan.
"Loh kenapa? Ada masalah?" tanyanya lagi.
"Mbak pasti tahu alasannya," kataku sambil melirik ke arah ayah. Untung mbak Rina cepat mengerti.
"Ya udah kalau begitu. Jangan lupa sering-sering main ke sini, ya,” kata mbak Rina, sekarang dia yang memelukku.
"Pasti, Mbak. Nanti kita juga masih bisa tetap berkomunikasi ‘kan?"
"Aku permisi dulu ya , Assalamualaikum, " aku pamit pada mbak Rina.
"Waalaikum salam, " jawabnya.
Kemudian kami berdua keluar dari butik. Tadinya kedatangan ayah ke sini untuk mengajakku makan siang, tapi dia melihatku di perlakukan seperti itu membuat ayah marah dan memutuskan aku untuk keluar dari butik sana.
***
Kami memutuskan mencari makan siang setelah keluar dari butik. Ayah memilih restaurant seafood, katanya dia lagi ingin makan seafood.
"Ayah tau kalau bu Milla suka sama ayah?" tanyaku pada ayah, kami sudah berada di restaurant. Aku sengaja ingin melihat respon suamiku.
"Tau dari dulu, tapi Ayah ga peduli," jawabnya santai sambil memakan hidangan yang sudah tersaji di depan kami.
"Kenapa?" tanyaku kepo.
"Kalau Ayah milih dia, mungkin sekarang yang sedang makan siang dengan Ayah itu dia, bukan kamu, Istriku,” ucapnya lagi.
"Ya sudah, pergi sana makan siang sama fans berat Ayah dari dulu,” ujarku pura-pura merajuk.
"Boleh, nih, ayah makan siang dengan orang lain?” tanya ayah .
"Kok, Ayah makin nyebelin, sih," kulihat dia tertawa puas menggoda ku.
Setelah itu kami melanjutkan makan siang kami. Ayah memutuskan tidak kembali ke kantor. Akhirnya kita pulang bersama.
***
Waktu masih menunjukan pukul setengah tiga sore, aku memutuskan untuk tidur siang sebentar. Sesampainya di rumah ayah langsung pergi ke ruang kerjanya. Dia mendapat telepon dari sekertarisnya, ada beberapa file yang harus dilihat.
Tak lama kemudian ayah masuk ke kamar.
"Udah selesai?" tanyaku pada ayah, dia mengangguk dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Sekitar tiga puluh menit ayah selesai dan keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang di lilit di pinggangnya. Jujur aku kangen ayah, memang selama tiga hari ini kata ayah dia sibuk, dia juga selalu pulang larut malam.
"Nungguin, ya?” tanya ayah dia sekarang sudah naik ke tempat tidur kami. "Kangen banget, maaf ya ayah sibuk akhir-akhir ini.” Ayah lalu mencium bibirku singkat.
"Aku ngerti, kok, Yah. Ayah kerja ‘kan buat aku juga.”
Aku membelai wajahnya yang tak muda lagi, namun ketampanannya tak pudar termakan usia, ku tatap wajah suamiku lekat, ku perhatikan tidak ada kerutan sama sekali di wajahnya. Ayah benar-benar merawat tubuhnya dengan baik. Lalu ku naik ke pangkuannya, kemudian ku cium bibirnya. Sungguh aku kangen banget sama ayah, kangen dalam artian yang lain ya, heeee.
"Sayanggg …." ujar ayah dengan suara serak. "Kamu membangunkannya, nih liat," kata ayah sambil menunjuk benda pusakanya.
"Bukannya udah bangun dari tadi, ya?” tanyaku polos. Sebenarnya ketika aku naik ke pangkuan ayah, sudah ada yang berdiri tegak disana.
"Haaaaa … dia akan selalu bangun ketika melihat kamu, Sayang,” ujar ayah, sekarang dia merubah posisinya menjadi di atasku.
"Ayahhh … ihh, kok semakin mesum sih, tiap hari. "
"Mesum sama istri sendiri, “ ujarnya. Lalu dia mulai melumat bibirku, memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. Setelah puas bermain di bibirku. Bibirnya turun keleherku, memberi tanda di sana. Lalu turun ke gunung kembarku. Di sana juga ayah memberi beberapa tanda cinta.
“Siap?”
Aku mengangguk. Meskipun kami sudah melakukannya berulang kali, ayah selalu bilang, kalau punyaku masih sangat sempit. Bukan punyaku yang sempit tapi milikknya yang “besar"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dulu Mertua Kini Suami (Aldama Family Seri 1)
Short StoryDalam Tahap Revisi Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat dan lainnya dalam cerita ini, semua terjadi tanpa ada unsur kesengajaan. Peringkat : #1 cintabeda usia (12 February 2021) #1 Menantu (april 2021) ...