Sepuluh

68.5K 2.3K 22
                                    

Selamat membaca ❤

Tak terasa pernikahan ku dengan ayah sudah berjalan satu bulan. Selama menikah aku mulai melihat sisi lain ayah. Aku dan ayah memang sepakat tidak mengubah nama panggilanku ke ayah, aku masih memanggilnya dengan sebutan ayah.

Hari ini dari tadi pagi aku tidak beranjak dari tempat tidur, perut ku sakit. Tapi ini memang sudah kebiasanku di hari-hari pertama kalau aku lagi datang bulan.

Setelah hari akad nikah ku, seminggu kami tinggal di villa. Tidak ada acara bulan madu padahal oma sudah menyuruh kami untuk pergi berbulan madu. Aku yang tidak mau pergi. Aku bilang lain waktu saja, dan oma mengerti. Kalau ayah sih gimana aku saja.
Dan selama sebulan itu juga aku dan ayah belum melakukan hubungan suami istri lagi. Sebenarnya aku ingin melakukan nya kembali, apalagi kita sudah SAH sebagai suami istri,tapi aku malu ngomong nya sama ayah, dia tidak pernah menuntut aku untuk menjalankan kewajibanku. Padahal aku akan dengan senang hati menjalankan kewajibanku.

"Sarapan dulu, ini bibi buatkan bubur, trus di minum obatnya, " kata ayah datang dari dapur membawakanku sarapan, kemudian dia duduk di ranjang di sampingku.

"Aaaa, kamu harus makan, lihat muka kamu pucat banget," kata ayah sambil menyuapiku, romantis banget sih suamiku. Sisi lain yang ku lihat dari ayah adalah salah satunya ini dia sangat romantis yang sering membuat ku merasa jadi wanita paling bahagia di dunia. Ada aja kejutan yang ia buat setiap harinya.

"Apa sering seperti ini kalau kamu lagi halangan?" Tanya ayah. Aku mengangguk kemudian tangannya mengusap perutku.

"Padahal ayah berharap kejadian tempo hari membuahkan hasil, walaupun hanya sedikit harapan. Karena ayah tahu selama dua puluh tahun ayah nikah sama bunda kita tidak punya anak." Ucapnya sendu.

"Mungkin memang ayah yang mandul." Ku tatap wajah ganteng suamiku, kulihat ada rasa sedih di matanya, harapan untuk memiliki darah dagingnya sendiri masih ia harapkan.

"Yah. Kita kan nikah baru sebulan. Kita juga baru sekali ngelakuinnya. Ya pasti belum jadi lah. Kita berdoa saja semoga di pernikahan kedua kita ini, Allah menitipkan makhluk kecil untuk kita." Aku mencoba menghibur ayah. Memang di pernikahan pertama ku, aku juga tidak menunda memiliki anak. Tapi sampai dua tahun pernikahanku kami belum memiliki buah hati. Dan sekarang aku benar-benar berharap memilikinya. Tapi aku hanya bisa pasrah urusan anak, aku serahkan pada Tuhan.

"Jadi kita akan melakukan nya lagi." Tanya ayah sok polos.

"Menurut ayah?" Tanyaku balik.

"Kamu mau menggoda ayah hah?" Tanpa aba-aba ayah mencium bibirku lembut.

"Ayah sudah ga sabar nunggu kamu selesai, dan kalau waktu itu tiba, ayah akan tagih janji kamu," kata ayah melepaskan ciumannya.

"Emang aku janji apa sama ayah?" Aku pura-pura tidak faham.

"Kamu bilang kan kita baru sekali ngelakiun nya jadi belum berbuah. Jadiii ..kita harus sering melakukan nya agar cepat jadi." Kata ayah mengusap perutku, kemudian dia berdiri dan bersiap-siap pergi kerja.

"Kamu tidur lagi aja. Ayah pergi dulu." Kata ayah kemudian mencium kepalaku, dan memberikan tangan nya untuk ku cium.

*Sepuluh hari berlalu.*

Aku sudah bersih dari tiga hari yang lalu, tapi ayah pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan selama tiga hari.
Hari ini dia sudah kembali, sekarang aku lagi nunggu ayah dari kamar mandi.

Sejak pulang dari luar kota dia selalu menagih janjiku. Ingat kan apa janjinya. Kali ini aku akan benar-benar menjalankan kewajibanku, tanpa paksaan, ku lakukan dengan hati yang ikhlas sebagai seorang istri.

Sejak kapan tepatnya aku tidak tahu, hatiku hanya di penuhi Hadi Aldama. Bukan berarti aku melupakan Mas Arman. Dia akan tetap ada di hatiku selamanya.

Beberapa saat kemudian ayah keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan celana bahan pendek. Kemudian berjalan mendekati ku.

"Apa kamu sudah siap?" Tanyanya. Dan aku hanya mengangguk.

"Kalau merasa terpaksa mending tidak usah. Ayah tidak mau kamu melakukannya hanya karena sebuah kewajiban saja," kata ayah kemudian berbaring di sisiku. Kulihat ayah sedang menatapku juga. Mata kita saling bertemu.

"Aku sudah siap kok yah. Bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban ku saja." Kataku sambil terus menatap ayah.

Tangan ku mulai menyentuh wajahnya yang di tumbuhi bulu-bulu. Ku telurusi setiap kulit wajah tampannya, tak lupa aku sedikit memainkan jemariku di bibir dan hidung bangirnya yang menjadi kesukaanku. Pokoknya semua yang ada di diri ayah aku suka, walau baru sekali aku melihat seluruh tubuhnya tanpa sehelai pakaian.

"Aku benar-benar sudah jatuh cinta sama kamu," kata ayah dengar suara serak. Kemudian dia menarikku berguling ke sampingnya, sekarang dia sudah berada di atas tubuhku. Nafas nya memburu, seolah meminta izin, aku mengangguk, tak butuh waktu lama bibir kami kembali menyatu. Kali ini aku melakukan nya dengan keadaan sadar, sesadar-sadarnya.

"Ayah tau aku juga mulai jatuh cinta sama ayah, sejak kapan tepatnya aku ga tau. Yang pasti ketika aku berada di dekat ayah, aku merasa sangat nyaman,merasa terlindungi, apalagi dengan perlakuan ayah kepada ku," kata ku mengungkapkan isi hatiku. Setelah ayah melepaskan ciuman kita.

"Jadi cinta ayah bersambut, tidak bertepuk sebelah tangan. Terimakasih kamu sudah mau menjadi istri ayah. Ayah merasa laki-laki paling beruntung di dunia karena memilik istri secantik kamu." Kata ayah.

"Jadi ayah menikahiku karena aku cantik? Kalo aku jelek pasti ayah tidak mau menikahiku, Iya kan?" Ucapku sambil cemberut.

"Bukan begitu sayang, wajah cantikmu itu bonus. Ayah menikahi mu karena ayah yakin kamu wanita yang sudah di takdirkan untuk ayah." Kata ayah kemudian mencium puncak kepalaku.

"Udah ah kapan mulai nya kalo kita ngobrol terus." Ucapku malu-malu.

"Jadi udah ga sabar nih?" Tanya ayah menggodaku menaik turunkan alisnya.

"Iya,,"jawab ku kesal. Ampun apa sih yang ada di kepala ku. Langsung ku tarik selimut ku tutupi wajahku. Malu, sungguh aku malu.

"Haaa, kamu makin menggemaskan sayang. Rasa nya udah ga sabar bangat buat makan kamu." Kata ayah menarik selimut di wajahku.

"Buka mata kamu dong," ucapnya, ketika dia menarik selimut aku menutup mataku. Akupun membuka mataku.

"Kita berdoa dulu," kata ayah, kami pun berdoa bersama sebelum melakukan kewajiban kami sebagai suami istri.

"Ayah,, pelan-pelan ya. Waktu itu aja masih terasa sakit sampai dua hari yah," pintaku pada ayah.

Ayah hanya tersenyum, kemudian dia mulai menikmati setiap jengkal tubuhku. Dan malam panas kedua bagi kami pun di mulai.

Tidak ada paksaan, tidak ada pengaruh obat, kami melakukan nya dengan rasa kasih dan sayang. Dan yang terpenting kami melakukan nya dalam hubungan yang halal.

"Cepatlah tumbuh di rahim ibu nak, ayah dan ibu sangat menantikan kehadiranmu," Doaku setelah kami selesai melakukan olahraga panas malam ini.

Bersambung

1000 kata lebih untuk part ini. Boleh minta vote nya, biar tambah semangat nulisnya .

Terimakasih buat yang masih setia di cerita ayah Hadi dan Indah.

Lope U All

THB







Dulu Mertua Kini Suami (Aldama Family Seri 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang