Sembilan Belas

29.9K 1.3K 48
                                    

Saya suaminya," kata ayah tegas.
Mungkin Veri berfikir kalau ayah adalah ayahku. Betapa terkejutnya dia ketika ayah memperkenalkan dirinya sebagai suamiku.
"Jadi, kamu menikah dengan laki-laki tua ini, Wi?" tanya Veri terkekeh menunjuk ayah.
"Apakah kamu tidak laku, tidak dapat bujangan, atau jangan-jangan kamu simpanan om-om, kamu istri muda, kamu pelakor, Wi?" lanjutnya lagi. Ya Tuhan, Veri. Sungguh aku ingin menendangnya sampai ke Pluto saat ini juga. Ku lihat ayah semakin marah, tangannya begitu keras menggenggam tanganku.
"Iya, dia memang istri mudaku, kenapa? memangnya Anda siapa?" ujar ayah tak kalah sinis.
"Ayo kita pulang!” seru ayah tegas dan perintahnya tidak bisa di bantah. Aku tak bicara apa-apa, ayah menarik tanganku berjalan keluar dari restaurant. Sebelum jauh aku mendengar Veri bergugam.
"Aku berjanji akan mendapatkanmu kembali, Indah Pertiwi," ucap Veri yang masih bisa ku dengar.
Selama perjalanan pulang kami tidak bicara apa-apa, ayah hanya fokus menyetir mobil, sungguh sekarang aku takut, baru pertama kali aku melihat  wajah sangar ayah. Perjalanan kami hanya di isi keheningan. Memang tempat yang kami kunjungi hari ini cukup jauh dari rumah.
Sesampainya di halaman rumah ayah buru-buru turun dan meninggalkanku di mobil. Aku tahu pasti ayah sangat marah padaku. Aku pun hanya bisa menghela nafas.
Ketika masuk kamar aku tak menemukan ayah, tapi ku dengar suara air di kamar mandi, mungkin dia sedang mandi.
Sambil menunggu ayah selesai mandi aku pergi ke dapur untuk masak makan malam. Di bantu oleh asisten oma akhirnya aku selesai masak, tiga puluh menit aku berkutat di dapur.
Tak lama kemudian ayah turun dengan baju santainya. Lalu kami mulai makan malam. Selama makan berlangsung ayah masih mendiamkanku, tidak ada yang bersuara, hanya terdengar suara piring dan sendok. Sesekali ayah melirikku, aku pun juga sama, ssekalianaku melirik suamiku, sungguh aku tidak suka di diamkan seperti ini, lebih baik aku di omelin sekalian. Setelah makan ayah langsung pergi ke kamar.
Aku tidak langsung pergi ke kamar menyusul ayah, tapi membantu merapikan meja makan terlebih dahulu. Setelah selesai membantu bibi, kemudian aku pergi ke kamar. Sekarang aku harus ngomong sama ayah, aku tidak mau diam-diaman seperti ini.
Sesampainya di kamar. Kulihat ayah sudah berbaring di atas ranjang sambil membaca buku, lalu ku tarik nafasku berjalan mendekati ayah. Dia masih fokus pada bacaannya. Aku tahu dia menyadari kedatanganku, tapi mencoba mengabaikanku.
"Ayah!" Aku memulai pembicaraan, aku takut akan respon dia. Ku lihat dia meletakkan buku yang dia baca ke atas nakas disamping tempat tidur kami, lalu mencopot kacamata baca yang tadi bertengker di hidung mancungnya.
"Sini duduk. Sekarang mulailah bercerita," kata ayah dan memintaku duduk di sampingnya. Aku mulai menceritakan yang sebenarnya terjadi.
"Tadi pas Ayah menerima panggilan, aku merasa ada orang yang terus mengawasiku. Waktu aku mau bilang pada Ayah, tiba-tiba Ayah tidak ada di hadapanku, sungguh aku sangat takut. Dan benar saja, orang itu terus mengikutiku. Aku berjalan mencari Ayah, mencoba menghubungimu tapi ponselku dayanya mati,” Aku berharap ayah percaya.
"Setelah cukup lama aku berjalan, orang itu lalu menghampiriku, ternyata dia Veri, teman Sekolah Menengah Pertama ku dulu,” ujarku terus meyakinkan ayah.
"Lalu apa yang kalian lakukan di restaurant sambil pegangan tangan?" tanya ayah, wajahnya tanpa ekspresi masih terlihat datar.
"Sebenarnya dia mantan aku di sekolah dulu, Yah. Dia mengajakku duduk, karena aku bilang aku ga tau dimana kita tinggal." Aku akan jujur pada ayah tentang siapa Veri, karena aku tidak mau ada masalah lagi setelah ini.
"Hanya Mantan,  Yah, aku sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi sama dia, dan emang dari dulu aku tidak pernah benar-benar cinta ssama laki-laki itu," ujarku dengan menekankan kata mantan.
" Mana mungkin orang pacaran tidak punya rasa pada pasangannya," ujar ayah tak percaya dengan ucapanku.
"Veri hanya cinta monyetku, dulu aku cuma iseng-iseng aja pacaran sama dia, kami pacaran juga cuma sebulan,” ujarku santai, karena memang kami berdua sudah tidak mempunyai hubungan lagi. Aku lalu menceritakan semua tentang Veri, tentang aku yang mau pacaran sama dia hanya karena ingin di bilang keren. Tentang Veri yang playboy cap teri.
"Tapi kelihatan nya dia masih cinta sama kamu," ucap ayah dan kemudian menarikku ke pangkuannya.
"Dia memang buaya, mengatakan cinta pada semua perempuan.” Aku memberanikan diri membelai wajah ayah. Rasanya aku kangen banget sama ayah.
"Lalu, kenapa kamu masih kecil sudah pacaran, hemm?" kata ayah lalu mencium bibirku. Ya ampun apa dia sudah tidak marah lagi.
"Aku kan udah bilang, pacaran kita ga pake perasaan, cuma iseng-iseng aja, Ayah." Lalu ku cium bibir tipisnya. "Ayah udah ga marah lagi?" Aku menatap lekat wajah pria berusia empat puluh lima tahun itu.
"Ayah ga marah, tadi Ayah hanya mengontrol diri agar amarah Ayah tidak meledak, Ayah ga mau berbuat kasar sama kamu. Makanya suamimu ini memilih diam.” Ayah membelai wajahku.
“Ayah juga ga suka kalau ada laki-laki asing pegang-pegang tangan istri ayah. Sebenarnya Ayah ingin menonjok mukanya, tapi Ayah tahu kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah malah akan semakin besar,” ujar ayah menjelaskan kenapa dia memilih mendiamkan ku.
"Ehemm … Lagian ayah ga bisa lama-lama marah sama kamu, sebenarnya dari tadi Ayah udah ga tahan ingin makan ini." Jemarinya menunjuk bibirku.
"Ayah jangan takut meskipun ribuan laki-laki lebih ganteng dari Ayah, aku tidak akan pernah berpaling, selamanya aku akan menjadi milikmu. Hati Ayah sudah terkunci di dalam hatiku." Aku lalu membawa tangan ayah ke dada kiriku.
"Disini hanya ada nama Hadi Aldama, selamanya.” Aku mengusap rahang kokohnya kembali mengecup bibir yang sudah menjadi canduku.
Ada yang bilang kalau masalah suami istri itu akan terselesaikan di atas ranjang. Dan itu benar, aku merasa lega sekarang, tidak ada lagi salah paham di antara kami. ( Author sendiri ga tau benar apa engganya, karena author kan belum ngalamin, haaaa.. hanya pernah baca, gitu kata orang-orang. )
Malam ini terasa beda, setelah seharian kami diam-diaman, sekarang kami memadu cinta dengan perasaan yang sangat sulit di artikan.
"Terimakasih, Sayang, Ayah sangat cinta sama kamu," ucap ayah lalu mencium keningku, kami baru saja selesai melakukan pergulatan panas. Lalu ayah  menarik selimut untuk menutupi tubuh polos kami berdua.

Dulu Mertua Kini Suami (Aldama Family Seri 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang