Bab 3

16.3K 1.5K 18
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Dia itu seperti bintang di langit sana, terlihat indah bila dilihat, tapi sulit digapai walau terasa dekat."

∆∆∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∆∆∆

Mobil BMW berwarna hitam tersebut berhenti disalah satu rumah yang minimalis. Aku tersenyum menatap Kak Jihan disampingku.

"Terimakasih Kak, hati-hati di jalan," ucapku sembari melepas sabuk pengaman.

Kak Jihan tersenyum tipis seraya mengangguk. "Iya, aku pulang dulu ya Fi," pamitnya padaku.

Aku pun juga turut mengangguk, lalu keluar dari mobil Kak Jihan, bertepatan dengan seseorang yang keluar dari gerbang dengan tergesa-gesa.

Aku melengkungan senyum saat netraku menatap raga didepan sana.

"Adek, Umi, Abi dan Kakakmu sudah menunggu dari tadi, kenapa baru pulang?"

Aku terkekeh pelan, sifat khawatir Umi ku selalu membuatku merasa aku terlalu disayangi.

Langkah kakiku berjalan pelan menuju Umi. Kedua tanganku menangkup wajah beliau.

"Umi terlalu khawatir sama Adek, kan biasanya Adek juga pulang jam segini."

Umi menggeleng, lalu mengusap jilbab ku. "Adek selalu begitu kalau Umi khawatirin, yaudah ayok masuk, udah mau magrib."

Aku mengangguk, lalu mengandeng tangan Umi memasuki rumahku.

°•°

Keluarga adalah tempat ternyaman bagiku. Tempat dimana aku merasa disayangi. Walau aku terlahir sebagai anak bungsu dari keluargaku. Namun, kedua orang tuaku tak pernah membedakan memberi sebuah kasih sayang.

Di meja makan, kami semua terdiam menikmati makanan, sesaat setelah selesai. Aku berdiri, membantu Umi dan Kakak Perempuanku membereskan meja makan.

Sedangkan Abi, telah pergi menonton televisi di ruang keluarga.

"Kak, nanti aku mau cerita," bisikku pada Kak Naura yang sedang membawa piring kotor.

"Siyap, nanti kamu tunggu dibalkon kamarmu yah dek," katanya seraya tersenyum tipis menatapku.

Aku mengangguk antusias seraya membereskan kembali meja makan. Kakak ku adalah perempuan hebat setelah Umi. Dia menjadi curhatan dikala aku sedang gundah, ataupun ada masalah.

Kami bahkan terkadang dikira kembaran karena kemana-mana selalu berbarengan.

Aku tersenyum kecil seraya mengembalikan kain lap yang aku buat untuk membereskan meja makan.

Tungkai kaki ku berjalan ke arah Umi dan Kak Naura yang sibuk membersihkan piring kotor. Keduanya menoleh saat kedatanganku.

"Adek, Umi tolong buatkan teh untuk Abi yah. Sama roti juga jangan lupa," ucapnya yang segera aku laksanakan.

Assalamu'alaikum Kekasih Impianku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang