Bab 11

12.4K 1.1K 23
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Rasa kecewa kini kurasa, bahkan sakit hati membuat dadaku sesak tak terkira. Namun, aku percaya, bahwa semua ini memang sudah kehendak dari-Nya."

∆∆∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∆∆∆

Tanganku bertaut cemas, keringat dingin membasahi pelipisku. Aku yang mengenakan jilbab instan berwarna biru, semakin menunduk, dikala suara Abi ku terdengar kembali.

"Bagaimana Adek? Nak Izzan mengkhitbahmu, lalu apa jawaban darimu?"

Aku menoleh pada Abi, lalu menatap Umi yang mengusap bahuku lembut. Dengan ucapan basmallah dalam hati, aku membuka suara. Namun sebelum itu, aku menoleh pada Kak Naura yang mengangguk menatapku.

"Bismillah, ak-"

Suaraku berhenti seketika, disaat dering ponsel dari saku Kak Izzan terdengar.

"Maaf, aku permisi mengangkat telepon dulu," pamit Kak Izzan, diangguki semua orang yang berada di ruang tamu.

Beberapa menit berlalu, Kak Izzan kembali dengan tergesa, aku mengerutkan kening menatap wajahnya yang tergurat rasa khawatir didalamnya.

Ada apa sebenarnya?

"Maaf Om, saya permisi dulu, ada urusan penting," ucapnya membuka suara.

"Urusan penting apa, hingga kamu tiba-tiba meninggalkan acara mengkhitbahmu Izzan?!" geram Om Nizam.

Semua netra mematri raga Kak Izzan yang berdiri gelisah, bulir keringat membasahi keningnya. Aku yang juga khawatir, akhirnya membuka suara.

"Pergilah Kak," tuturku, membuat semua orang menoleh menatapku.

"Maafkan aku Fiya," ucap Kak Izzan sebelum akhirnya pergi dengan tergesa, meninggalkan aku dan keluargaku, serta Om Nizam dan Tante Amna.

Dengan raut wajah tak enak, Om Nizam menatap Abi yang tersenyum.

"Maaf untuk sikap putra saya Pak Adam," kata Om Nizam seakan merasa bersalah.

Abi menggeleng, aku mendongak menatap wajah Abi yang menenangkan. "Tidak apa-apa Pak Nizam, mungkin Nak Izzan sedang ada urusan penting saat ini."

Aku tersenyum setelah mendengar jawaban Abi. Sungguh, terbuat dari apa hati Abiku ini, dia menerima dengan lapang dada, disaat lelaki yang akan mengkhitbah putrinya, tiba-tiba pergi disaat belum ada jawaban dariku.

"Nak Fiya, maafkan Putra Om, Izzan-"

"Tidak papa Om, Kak Izzan mungkin sedang ada mas-"

Suara terpotong, disaat seseorang dengan tergesa memasuki pintu rumah.

Assalamu'alaikum Kekasih Impianku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang