Bab 8

12.5K 1.2K 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Manusia dimata Allah sama, baik itu Hafidz Qur'an, ataupun tidak. Sebab, yang membedakan adalah bagaimana akhlak, serta kebaikan dalam hatinya."

∆∆∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∆∆∆

Aku menarik nafas dalam, lantas menghembuskan nya pelan. Jantungku bergerumuh di dalam sana. Bahkan saat melihat tatapan matanya. Lagi-lagi, aku harus menguatkan hati.

Rasa bersalah bersemayam dalam diriku, karena meninggalkan Kak Izzan, Kak Lutfi, serta Atiqa begitu saja waktu di ruang rapat.

Sebenarnya, aku tidak ingin melakukan itu. Semua terjadi karena respon, serta gerak tubuhku. Dan otakku yang mencerna beberapa kemungkinan bahwa aku tidak pantas bila disandingkan dengan Kak Izzan.

Oleh sebab itu, semua terjadi begitu saja. Hingga aku pun hanya diam saja saat mata itu memancarkan rasa kecewa disana.

Aku tau, Kak Izzan pasti sekarang membenciku. Karena perkataanku, tapi aku sungguh tidak bermaksud begitu.

Tarikan gamis yang dilakukan seseorang, membuatku seketika menoleh pada gadis kecil dengan pipi gembil, serta jilbab yang dipakainya. Masya Allah, terlihat menggemaskan sekali!

"Cika boleh minta itu," ucapnya sembari menunjuk gantungan boneka yang ada di tas selempangku.

Aku tersenyum, sembari mengusap pipi gadis kecil tersebut. "Boleh dong, bentar yah," jawabku sembari melepaskan gantungan kunci.

Saat sudah terlepas, aku memberikannya pada gadis kecil, yang bernama Cika.

"Waahh, makasih Kak ..."

"Fiya," jawabku pelan. Cika tersenyum sembari mengecup pipiku, lantas berlari menuju dimana teman-temannya bermain.

"Fi," panggilan dari Atiqa membuatku menoleh. Aku tersenyum padanya.

"Sudah selesai?" tanyaku pada Atiqa, Perempuan itu mengangguk.

"Kenapa tidak masuk saja?" tanya Atiqa sembari duduk disebelahku.

Bangku yang berhadapan langsung dengan taman bermain di Panti Harapan Pelita. Membuatku dengan leluasa menatap pemandangan didepan sana.

Aku menghela nafas panjang sebelum menjawab. "Aku ... merasa bersalah dengan Kak Izzan," kataku sembari menunduk.

Atiqa terkekeh pelan. Perempuan itu mendorong bahu ku pelan dengan kepalan tangannya. Lantas tawa dari bibirnya terdengar, membuatku mengerutkan kening dalam.

Assalamu'alaikum Kekasih Impianku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang