Bab 30 | End

27.4K 1.2K 196
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Assalamu'alaikum Kekasih Impianku, tunggu kedatanganku, untuk menemuimu. Aku disini, akan senantiasa menjaga kedua permata yang kau titipkan padaku."

∆∆∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∆∆∆

Langkah kakiku bergerak dengan cepat, menyusuri koridor rumah sakit, air mata bahkan tak bisa berhenti begitu saja, selalu menetes dipelupuk netra.

"Adek pelan-pelan!"

Aku tak menghiraukan suara teriakan Bang Mizan, dan Kak Naura dibelakang sana. Yang ku pikirkan saat ini hanyalah Mas Izzan, bagaimana dia? Apakah berita itu benar? Ataukah sebuah kebohongan belaka?

"Ada yang bisa saya bantu Bu?" tanya seorang perawat padaku.

Tanganku mengusap kasar air mata yang menetes di pipi, lantas menatap perawat tersebut, sembari berkata. "Sus, suami saya kecelakaan. Kata polisi tadi, ja-azadnya sudah dibawa kemari. Apakah benar sus?"

Sang perawat terlihat mengotak-atik komputer di depannya. "Atas nama siapa Bu?"

Aku terdiam, tak kuasa mengatakan nama Mas Izzan. "Haikal Izzan Saputra, sus."

Kepalaku menoleh menatap Bang Mizan yang mengucapkan nama Mas Izzan.

"Ruang jenazah, nomor 11, Pak," kata sang perawat pada Bang Mizan.

Aku yang mendengar pun, langsung segera melangkah tanpa menunggu Bang Mizan ataupun Kak Naura.

Kakiku bergerak pelan membuka knop pintu, air mata menetes begitu saja. Saat seorang polisi sudah menungguku.

"Ini Bu, jazad Pak Haikal, kemungkinan wajahnya tidak bisa dikenali, sebab ledakan itu, membuat mobil Pak Haikal hancur, dan para polisi pun menemukan jasad Pak Haikal tidak jauh dari lokasi," jelasnya membuatku seakan menulikan pendengaran.

Aku yakin, Mas Izzan baik-baik saja. T-tapi identitas dan bukti itu? Mengapa seakan menguatkan fakta yang tidak bisa ku terima.

"Ini Bu, saya menemukan di sisi mobil yang hancur."

Aku menoleh menatap pemberian Pak Polisi tersebut. "Buket bunga?" lirihku pelan.

Tanganku yang gemetar menerima bunga yang hangus sebagian.

"Adek ...." lirih Bang Mizan.

Aku menatap sekilas Bang Mizan dan Kak Naura. Lantas, mulai berjalan pelan menuju jasad disana.

Isakan kecil datang seiring, kain tersebut terbuka. "T-tidak! Mas Izzan!" seruku menghambur ke jasad yang menghitam sebagian.

Tanganku mengepal memukul pelan dada bidang Mas Izzan. "Kenapa?! Kenapa Mas Izzan meninggalkan Adek?! Kenapa Mas ...."

Assalamu'alaikum Kekasih Impianku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang