Hal yang paling menyebalkan dalam hidup ku adalah sikap ketus Atha, dan rentetan soal yang berbentuk angka. Dari dulu memang aku tidak pernah berubah, jika sudah berhubungan dengan soal angka, selalu saja membuat aku lapar. Tidak perduli seberapa banyak aku makan sebelumnya. Jika sudah berhubungan dengan angka tetap saja aku akan merasa lapar.
Aku segera mengajak kedua teman ku menuju kantin. Sebenarnya, bukan mengajak tapi lebih ke memaksa mereka untuk menemani ku makan di kantin.
Aku ingin sekali memakan soto, berkuah pedas tidak lupa diatasnya ditambahkan perasan jeruk nipis. Pedas dan asamnya pasti menjadi satu. Membayangkannya saja sudah membuat air liur menetes. Rasanya aku sudah tidak sabar untuk memakan itu semua.
"Din, jodoh emang enggak kemana ya. Tapi ketemu eh sekarang juga ketemu." Tiba-tiba saja Reza duduk disebelah ku. Mengapa juga anak ini belum pergi. Dia tidak sengaja menunggu ku kan. Dina, apa yang sedang terjadi dengan mu. Mengapa kamu bisa berpikir sesempit itu. Aku menjadi teringat dengan Atha, segera saja aku melihat ke sebelah kanan dan kiri. Takutnya nanti tiba-tiba dia datang bisa tambah aneh saja nanti perilakunya.
" Cari siapa kamu ?" Bukannya tadi dia tidak ada mengapa sekarang aku seperti mendengar suara Atha. Tiba-tiba saja bulu kuduk ku berdiri. Entah menandakan adanya makhluk halus atau mungkin saking takutnya aku dengan Atha sehingga reaksi tubuh ku juga berlebihan.
"Saya tanya kamu cari siapa" Sudah jelas ini pasti Atha dengan mood marah. Jika dulu aku terbiasa dengan kata saya, tapi untuk saat ini kata saya menjadi alam tanda bahaya untuk ku.
Dengan berat hati aku segera berbalik dan benar saja tepat dibelakang ku Atha sedang berdiri dengan mata tajamnya. Aku merasa seperti dikuliti olehnya. Demi kebaikan bersama aku hanya dapat memberikan senyuman untuknya. Mengapa aku seperti, seorang istri yang sedang ketahuan selingkuh. Harusnya aku santai-santai saja toh antara aku dan Reza tidak ada apa-apa.
"Bisa tolong pindah, saya ingin duduk di samping istri saya." Atha benar-benar menyeramkan, aku seperti melihat sisi lain darinya. Jika biasanya dia akan lebih sopan kepada orang yang tidak dia kenal. Tapi kali itu semua tidak berlaku, bahkan kedua teman ku saja hanya bisa diam melihat tingkah laku Atha.
Bukanya bergeser Reza malah semakin mendekatkan kursinya kepada ku. Benar-benar si Reza tidak ada takutnya sama sekali. Aku sudah tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Semoga saja Reza baik-baik dan pulang dengan kondisi utuh.
"Za, kalau sampai hitungan tiga elo enggak pindah. Gua bakar semua koleksi miniatur Lo" tanpa menunggu lama Reza segera pindah tempat. Tapi ada yang aneh dengan ekspresi, bukan ekspresi takut yang Reza tampilkan tapi ekspresi geli menahan tawa. Apakah mereka sudah saling mengenal.
"Biasa aja kali Tha, elu kayak macan aja. Makanya punya istri tuh dikenalin sama temen bukan cuma diumpetin aja. Diumpetin juga enggak akan jadi banyakkan?" Aku memandang keduanya dengan bingung, sejak kapan mereka berteman. Rasanya aku tidak pernah melihat kehadiran Reza, diantara sahabat-sahabat Atha.
"Udah, gue cuma bercanda kali. Muka loe nyeremin. Lo mau makan gue hidup-hidup ? Besok sore ayo kumpul, ajak juga istri loe, biar kenal sama yang lain." Setelah mengatakan itu Reza pergi meninggalkan kami. Aku masih memandang wajah Atha dengan bingung. Betulkah orang seperti Atha berteman dengan Reza.
"Din, dia cemburu" aku dengan jelas mendengar suara teriakan Reza.
"Za..." Kali ini Atha lah yang menggenggam marah. Benarkah dia cemburu. Rasanya aku tidak percaya
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Atha (Lengkap)
Teen FictionNama ku Dina Nabila, panggil saja aku Dina. Ini cerita tentang diriku dan dia yang bernama Atha. Bagi ku Atha adalah warna abu-abu, bukan cuma itu saja. Atha, bagaikan teka-teki yang sulit aku pecahkan. Untuk apa dia menikahi ku jika pada akhirnya s...