Bab 33 : Keinginan

18.3K 1K 31
                                    

"Mas enggak makan ? Kenapa cuma liatin aku terus" Aku kesal sendiri, Atha terus saja memandang wajahku. Bahkan soto yang dipesan pun tidak dimakannya. Sepertinya di lirik pun saja tidak. Aneh memang dia, jika tidak mau mengapa ikut pesan.

Bukannya memakan soto nya, Atha malah tersenyum, entah kenapa senyum nya terlihat sedikit menyebalkan. Siapa sih yang enggak risih diliatin saat makan. Terus disenyumin juga.

"Mas senang liat kamu makan lahap kayak gini. Jangan takut gendut ya, Malah Mas seneng kalau lihat pipi ini cabi. Dicubit kayak gini empuk enggak keras" Atha tidak melihat situasi sama sekali. Pipi ku dicubit olehnya, apa katanya tadi. Seneng aku gendut, eh sebenarnya dia nyindir atau gimana.

"Emang Mas mau punya istri gendut ?" Karena dia sudah menyinggung pergendutan sekalian saja aku ladeni.

"Ya enggak apa-apa dong, tandanya kamu bahagia nikah sama Mas" kok ngeselin juga ya lihat Atha tertawa kayak gini. Dulu aja dinginnya minta ampun. Untuk senyum aja susah banget, apa lagi ketawa kayak gini. Kalau ditanya jawabannya cuma satu kata.

"Eh Mas, kok kayaknya akhir-akhir ini Mas jarang kumpul bareng teman-teman Mas. Di kampus juga, aku jarang liat kalian bersama. Terus sahabat Mas, yang cewek itu kemana biasanya ngikut terus, tapi akhir-akhir ini aku juga jarang liat." Memang begitulah keadaannya aku jarang sekali melihat mereka bersama akhir-akhir ini. Enggak apa-apa kan kalau aku ingin tahu tentang mereka.

"Kenapa enggak suka" kok Atha agak sewot ya apa jangan-jangan dia marah karena aku nanya kayak gitu.

"Mas marah" aku berkata dengan nada yang rendah, takut nanti Atha berubah menjadi dingin kembali.

"Mas keliatan marah emang" aku seketika menganggukan kepalanya. Wajahnya emang datar dan dingin sih. Apa aku salah menilai.

"Mas enggak marah sayang, kan Mas mau menjadi suami yang baik. Sekarang kehidupan Mas udah beda sama waktu masih sendiri dulu. Kalau ikut kumpul sama teman sedangkan kamu di rumah sendiri, kan enggak adil. Masa suaminya main istrinya cuma bengong di rumah. Mau bawa kamu, takutnya kamu enggak nyaman. Bukannya Mas enggak mau kamu dekat dengan mereka. Tolong hilangkan pikiran jelek itu, Mas cuma memikirkan kenyamanan kamu. Kalau kamu emang mau ikut kumpul Mas enggak keberatan." Sekarang aku merasa terharu, ternyata Atha begitu memproitaskan diri ku. Kemana saja aku selama ini yang tidak menyadari ketulusannya.

"Aku, enggak keberatan kok kalau Mas mau kumpul sama teman." Aku benar tidak apa-apa jika Atha ingin berkumpul dengan temannya.

"Mas yang kenapa-kenapa, nanti keingit kamu terus. Jangan khawatir mas masih sering komunikasi sama mereka kok. Kadang kami juga ketemu walau enggak lama. Mereka juga lagi sibuk sekarang. Udah sekarang makan lagi nanti soto nya jadi dingin" aku kembali menikmati soto ku. Atha juga akhirnya memakan soto nya.

***

"Yang" Atha manggil aku kan, enggak ada orang lain selain aku yang ada di mobil ini. Kenapa sekarang aku malah deg-degan. Entah kenapa aku sangat menyukai panggilan baru Atha.

"Yang, Mas beneran berharap kamu hamil loh. Lucu kayaknya lihat perut kamu buncit. Terus nanti Mas akan ajak adek bayinya bicara. Menurut artikel yang mas baca nanti adek bayi nya bisa mendang-nengdang loh yang. Mas enggak sabar deh, semoga Mas segera jadi ayah ya Yang." Aku melongo mendengar Atha berbicara. Sebegitu ingin dan antusiasnya dia hingga sudah membaca artikel-artikel kehamilan. Aku benar-benar tidak percaya.

"Kok enggak diaminin sih Yang" suara Atha sedikit merajuk.

"Aamiin" aku terkekeh geli melihat wajah Atha yang kembali cerah. Gemas juga melihat Atha berubah seperti anak kecil.

"Sayang kamu" Atha mengambil sebelah tangan ku lalu menggenggam dengan erat. Saat lampu lalulintas berwarna merah, dia terus saja mencium tangan ku. Atha yang seperti ini membuat ku jatuh cinta. Dan semoga Allah SWT segera mengabulkan doa Atha.



Bersambung

Why Atha (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang