Bab 2 : Nyonya Atha

20.9K 1.2K 18
                                    

Kedua sahabatku tidak percaya aku akan segera menikah. Mereka selalu menganggap aku bercanda. Ketika aku memberikan mereka undangan keduanya seperti membatu dan hanya diam.

Apalagi setelah menemukan nama Atha Hafizh Alfarezi lah yang akan menjadi calon suamiku. Suasana berubah menjadi heboh, mereka sangat penasaran mengapa aku bisa menikah dengan Atha.

Maklumlah di kampus Atha adalah orang yang sangat terkenal. Bagaimana tidak terkenal dia adalah mantan presiden BEM. Bukan hanya itu saja, Atha terkenal dengan kepintarannya dan wajah tampannya.

Tidak banyak orang yang dapat berteman dengannya. Selain karena tatapan matanya yang selalu dingin. Kebanyakan orang akan segan dengan nya. Dia hanya akan diam jika diajak berbicara yang tidak penting. Untuk kalian yang baru pertama kali bertemu dengan dia, jangan harap bisa berbasa-basi berkenalan dengannya.

Meskipun sikapnya seperti itu, mahasiswi di kampus ini banyak yang suka padanya. Namun hanya dapat mengaguminya dari jauh. Untuk mendekat tentu saja tidak.

"Na, benarkan aku enggak salah baca ?" Ungkapan tidak percaya terus saja mereka berdua ucapkan. Mereka dua bahkan memelototi kartu undangan tersebut.

"Tidak mungkin mata ku tiba-tiba rabun" aku hanya meringis mendengar perkataan mereka berdua. Reaksi mereka tidak jauh dari bayanganku. Akhirnya, aku meninggalkan mereka berdua yang masih heboh hanya karena kartu undangan.

***

Waktu seakan cepat berlalu besok adalah hari pernikahan ku dengan Atha. Selama dua bulan ini kami hanya bertemu dua kali. Yang pertama saat fitting baju. Yang kedua ketika kami mencari cincin. Setelah kedua peristiwa itu Atha seakan ditelan bumi. Kami tidak bertemu ataupun berpapasan. Untuk sekedar bertukar kabar lewat pesan singkat pun tidak kami lakukan. Bukannya aku tidak penasaran dengan keadaannya, namun jika harus aku yang menghubunginya aku merasa gengsi dan malu. Apakah ini wajar.

Kedua ada sahabat ku menginap pada malam ini. Rencana malam ini akan kami habiskan untuk bercerita. Realita nya mereka tepar terlebih dulu meninggalkan ku dengan segundah kegelisahan. Aku membuka jendela membiarkan hawa malam menyapa tubuh. Setidaknya aku mendapat sedikit ketenangan.

Aku memandang ke sebrang jalan, tepatnya Rumah Atha. Di depan rumahnya terdapat beberapa mobil yang terparkir. Mungkin itu mobil keluarganya yang sedang menginap. Dari sini aku dapat melihat kamarnya yang masih menyala. Sepertinya Atha belum tidur. Aku penasaran apakah dia merasakan hal yang sama denganku. Yang tidak bisa memejamkan mata untuk tertidur.

Aku berharap Atha merasakan hal yang sama, setidaknya kami sama-sama merasa resah. Meski kami bertetangga aku tidak dekat dengannya. Aku mengenal Atha hanya sebatas mengenal nama saja. Sungguh sangat aneh bukan.

Jendela kamar Atha terbuka, aku segara menutup jendelaku. Berharap Atha tidak menyadarinya. Aku tidak ingin Atha tahu, bahwa aku sedang memikirkannya. Segera aku berjalan menuju ranjang dan  lebih baik aku ikut berbaring Rena dan Ica. Siapa tahu aku bisa ikut terlelap.

Ternya tetap saja, aku tidak bisa tidur pikiranku ngelantur kemana-mana. Banyak sekali hal yang berputar dalam otakku. Tentang bagaimana perjalan hidup kami nantinya. Setelah menjadi istri Atha apa yang harus aku lakukan nanti. Ketakutan tentang gagalnya menjalani pernikahan kami. Membuat aku ragu, dan tidak siap untuk hari esok.

Dalam kesunyian malam, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ternyata ada satu pesan masuk dari Atha. Dengan segera aku membukanya.

Atha Hafizh Alfarezi :
Percaya kepadaku

Berulang kali aku membacanya, aku takut salah membaca pesan Atha. Apakah ini artinya Atha mengerti tentang kegundahan ku. Semoga saja seperti itu

Me :
Iya

Satu kata yang menjadi balasan pesan Atha. Bukannya aku tidak ingin mengucapkan kata lain. Namun otak ku seolah kosong. Haruskah aku benar-benar mempercayainya. Entah mengapa aku merasa takut di kecewakan di kemudian hari.

***
Pelukan dari kedua sahabatku membuat aku tersadar. Rena dan Ica mengucapkan selamat disertai dengan doa. Aku mengamini setiap doa mereka. Setelah itu pintu terbuka dengan lebar. Ibu masuk memeluk tubuhku  dengan erat.

"Jadilah istri yang shalihah, berbakti kepada suami" Bisikan syarat akan nasihat dari ibu membuat air mataku menetes. Bukan cuma aku yang menangis ibu pun sama.

Tidak dapat aku bayangkan, sesedih apa ibu saat melepas anak gadisnya menikah. Anak gadis yang di besarkan dengan tangannya, ditimang dan di manja olehnya. Kini sudah mendapatkan kewajiban dan status baru.

Ibu ku adalah orang menghantarkan aku ke dunia. Dan kini dia juga yang mengatarkan ku pada babak baru dalam kehidupan. Ribuan rasa syukur aku lontarkan berharap ibu akan selalu bersamaku.

"Terima kasih Buk, Dina sayang ibu" satu kalimat yang berarti buatku. Rasa terima kasih ku untuknya tidak akan membayar pengorbanannya. Aku hanya ingin ibu tahu aku begitu sangat menyayanginya.

***
Akhirnya kami masuk kedalam mesjid, tempat dimana akad nikah dilangsungkan. Aku berjalan diapit oleh Rena dan Ica ke tempat Atha berada. Jantungku berdetak dengan kencang saat jarak kami semakin dekat.

Atha berdiri, lalu setelahnya menggenggam tanganku dengan erat. Aku dan Atha disuruh berdiri berhadapan, penghulu menyuruhku untuk mencium tangan Atha.

Dengan tangan yang gemetar aku mencium tangannya. Tanganku terasa dingin, tapi tidak dengan Atha. Atha terlihat lebih tenang. Ketika disuruh mencium keningku Atha terdiam sebentar, namun pada akhirnya dia tetap mencium kening ku. Dengan kecupan singkatnya. Suara sorakan terdengar dari para sahabat, mereka terlihat sangat heboh seakan-akan tidak pernah melihat hal seperti ini.

Mereka semua terus menyoraki kami berdua. Yang mengakibatkan pipiku panas. Aku seperti salah tingkah sendiri. Karena Atha, hanya diam dengan wajah datarnya.

Keadaan kembali kondusif setelah, pak penghulu menyuruh kami duduk kembali. Untuk menanda tangani surat nikah.

Otak ku kembali terasa panas, setelah menyadari reaksi dari Atha. Aku merasa Atha terpaksa melakukan pernikahan ini. Apakah Atha merasa ragu, apakah dia berniat menceraikan ku nanti. Di usia pernikahan kami yang baru seumur jagung. Bukankah dia yang datang melamar ku. Singkirkan pikiran jelek mu Dina ingat pesan Atha kepada mu. Kamu harus percaya kepadanya. Perang batin yang terus saja terjadi dalam diriku.




Bersambung

Why Atha (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang