"Tunggu dulu, boleh gue tanya sesuatu nggak?" Edo menginterupsi ditengah-tengah Nadine yang masih menjelaskan ceritanya, membuat Nadine berhenti bercerita dan langsung menatap Edo, begitupun dengan Sarka sendiri yang segera menolehkan wajahnya memperhatikan sohibnya satu ini.
Kepala Nadine mengangguk, yang artinya memperbolehkan Edo melakukan apa yang dirinya mau. "Mau tanya apa Do?" tanya Nadine.
"Gini, gue masih agak bingung sebenarnya. Makanya gue perlu tanya biar gue kembali fokus dengerin cerita lo Dine," sahut Edo kemudian, sedangkan Sarka mengerutkan kening, tidak paham apa yang Edo maksudkan.
"Perasaan nggak ada yang membingungkan dari cerita Nadine," ucap Sarka.
"Ada, dan gue perlu diluruskan soal ini." Edo serta merta segera menjawab, sangat tidak setuju dengan celetukan Sarka. Napasnya terhela panjang.
"Emangnya apaan Do?" tanya Nadine lagi. "Coba jelasin, biar gue jawab biar lo paham."
Edo pun lantas menceritakan apa yang menjadi pertanyaan besar di dalam tempurung kepalanya. "Dari cerita lo barusan berarti umur lo kan masih lima tahun ya Dine, benar kan?"
"Yap, itulah awal dari semuanya. Gue emang sengaja mau cerita dari awal hingga puncak masalahnya nanti. Biar kalian ngerti dan nggak perlu banyak tanya ini itu."
"Tapi baru awal aja Edo udah tanya Dine," ucap Sarka, menyindir Edo. "Apa lagi nanti?"
Mendengar kalimat Sarka yang mengudara membuat Edo langsung menatap tajam sahabatnya itu. "Gue nggak tanya Sar," bantahnya, tidak terima dituduh. "Gue cuma mau Nadine meluruskan satu hal yang cukup membingungkan di sini, bukan masalah besar, kan? Nadine aja setuju kok."
"Iya-iya, gue salah." Sarka tidak mau meladeni Edo lebih lanjut lagi karena perdebatan pasti tidak akan habisnya. "Terus apa yang mau lo bilang? Buruan jelasin, gue sama Nadine udah tunggu ini."
Edo kembali memperhatikan wajah Nadine. "Gue cuma heran dan bingung kenapa lo bisa tahu bahwa waktu itu kakak lo yang bernama Rana bingung dengan pilihan yang mau diambil Dine, kata lo kak Rana bingung antara mau milih ikut liburan keluarga atau pergi sama temen-temen sekolahnya," kata Edo panjang lebar, kemudian ia teringat sesuatu dan buru-buru melaratnya. "Maaf, maksud gue almarhum kak Rana." Duh, Edo merasa tidak enak dengan Nadine karena telah menyebut nama kakaknya yang sudah meninggal. Nadine sebelumnya mengungkit bahwa semua anggota keluarganya sudah dikebumikan kecuali ayah dan cewek itu sendiri.
Nadine menggeleng pelan, merasa tidak masalah dengan itu. "Nggak perlu minta maaf Do, gue paham kok. Lanjut aja."
"Nah, waktu itu lo sendiri kan lagi main sama kakak lo satunya ya, almarhum kak Abram. Nah sedangkan diwaktu yang bersamaan almarhum kak Rana dan kak Helen lagi bahas itu, bahas soal kebingungan kak Rana. Pertanyaan gue Dine, kenapa lo bisa tahu soal itu semua sedangkan posisi lo waktu itu nggak bareng sama kedua kakak perempuan lo? Terus umur lo juga masih kecil."
"Pertanyaan yang bagus," ucap Nadine pelan, sedikit memberikan Edo senyuman tipis.
Edo menatap Sarka. "Lihat, apa yang gue tanyakan pasti sekarang bikin lo bingung juga kan Sar?"
Sarka tidak mengelak, ia memang mengakui bahwa pertanyaan Edo cukup masuk akal. "Iya, kali ini gue salut deh sama lo yang bisa menyimpulkan pertanyaan itu. Bagus Do." Sarka menepuk pelan pundak Edo sekali.
"Jadi Dine, apa jawaban lo?"
"Waktu gue umur kira-kira delapan tahun, entahlah sebenarnya gue nggak ingat umur berapa tepatnya, intinya pas gue udah masuk SD. Anggap aja delapan tahun biar gampang, ya? Soalnya gue benar-benar nggak ingat waktu itu umur berapa. Tapi intinya sekitar umur segitu, anggap aja delapan atau sembilan tahun gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent 2 : He Did It
Teen FictionDemi menguak kisah masa lalu keluarganya yang tewas dengan tragis dan janggal, Nadine memutuskan untuk kembali ke sebuah villa tua yang berada di puncak-tempat semua masalah berawal. Ditemani oleh Sarka dan Edo, Nadine menemukan hal-hal yang tidak p...