"Kak Helen, bangun kak." Ditengah gelapnya malam dan dinginnya udara yang terasa menusuk pori-pori kulit, Rana berpindah posisi mendekat ke kasur kakaknya. Rana mengguncang pelan bahu Helen sembari menahan kengerian yang ia rasakan.
Di luar, hujan terdengar begitu lebat, mengguyur bumi dengan kencang, petir menyambar dengan kuat. Dan perasaan was-was yang Rana rasakan malah semakin menggila saja.
"Kak Helen!" Rana kembali berusaha membangunkan kakaknya yang masih tertidur dengan pulas, sementara itu Rana semakin kuat mengguncang tubuh kakaknya itu agar segera bangun dan menemaninya.
Masih tak kunjung mendapatkan respons yang berarti, Rana pun mendesah panjang. Kilat bergemuruh lagi, membuat gadis itu memejamkan matanya dengan rapat-rapat.
"Bangun dong kak!" bujuk Rana untuk kali kesekian. Helen terlihat menggeliat, beberapa saat Rana berpikir bahwa kakaknya itu akan segera membuka matanya, namun Helen malah berpindah posisi dan menarik bantal guling. Benar-benar membuat Rana tambah kesal.
Rana sudah merasa bulu kuduknya meremang, ia tidak suka hujan, dari dulu seperti itu, hujan membuatnya ketakutan, apalagi jika dipadukan dengan bebunyian guntur yang mengagetkan jantung. Kesan horor pun tidak dapat dielakkan jika hujan ditengah malam seperti ini. Belum lagi bahwa posisinya saat ini berada di vila, tempat asing yang berada di puncak. Semakin was-was saja jantung Rana saat ini.
"Kak Helen, temenin aku ke kamar mandi yuk. Buruan kak, udah nggak tahan lagi nih." Bahkan, Rana sekarang beralih menepuk-nepuk pipi Helen agar kakaknya itu segera bangun.
"Rana, kamu kenapa sih?" Dengan suara seraknya, Helen bertanya sambil menggeliat, kedua matanya masih saja terpejam rapat.
"Anterin Rana ke kamar mandi kak, Rana kebelet nih, takut hujan dan petir kak. Buruan kak, kak Helen kan tahu sendiri kalo aku takut hujan, apalagi malam-malam begini." Rana berkata panjang lebar, berucap dengan nada suara yang sengaja ia naikkan beberapa oktaf agar didengar oleh Helen yang masih saja terlelap. Jika saja Rana berbicara dengan suara pelan, sudah dipastikan Helen tidak akan mendengar, belum lagi suara hujan yang menghujam permukaan bumi terdengar begitu kuat, kencang, dan keras.
"Kamu tinggal ke kamar mandi aja masa sih minta dianterin?" kata Helen, lagi-lagi masih belum mau membuka matanya.
"Hujan kak, takut. Di luar juga udah gelap, ayolah kak." Rana menarik tangan Helen hingga Helen kini berubah posisi menjadi duduk. "Please kak, bangun! Udah nggak tahan lagi nih."
Helen pun kemudian mengerjapkan mata, berusaha mengusir kantuk yang masih menerjangnya. Helen menguap, sebelum akhirnya ia berkata sesuatu, "jangan lama-lama ya tapi, kakak masih ngantuk nih."
"Siap kak, ayo buruan." Rana bangkit berdiri, lalu ia menarik tangan Helen begitu kencang hingga Helen pun kini sudah berdiri. Helen masih berusaha sadar dan tidak mengantuk.
"Tunggu bentar, kak Helen mau ngumpulin nyawa dulu." Helen mengucek matanya dan berusaha fokus menatap sekitarnya.
Setelah itu, ia dapat melihat Rana yang terlihat sangat tersiksa. Selain wajahnya yang pucat pasi, Rana juga terlihat ketakutan. Sejenak Helen merasa kasihan dan khawatir dengan keadaan adiknya itu.
"Ayo kakak anterin."
Rana mengangguk kuat, ia meraih tangan Helen dan menggandengnya. Mereka berdua keluar dari kamar, semua lampu sudah dimatikan, Rana dan Helen sampai di dapur dan langsung menyalakan lampu.
"Ayo buruan masuk," ucap Helen sambil menunjuk kamar mandi dengan dagunya.
Rana mengangguk. "Kak Helen tunggu di sini ya, jangan ninggal loh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent 2 : He Did It
Teen FictionDemi menguak kisah masa lalu keluarganya yang tewas dengan tragis dan janggal, Nadine memutuskan untuk kembali ke sebuah villa tua yang berada di puncak-tempat semua masalah berawal. Ditemani oleh Sarka dan Edo, Nadine menemukan hal-hal yang tidak p...