"Gila, penuh banget." Nadine memekik pelan begitu melihat kerumunan siswa-siswi yang menggelegak bagai banjir bandang yang muncul tiba-tiba.
"Jujur aja, gue malas berdesakan." Sarka berkomentar, sorot matanya tertumpah ngeri kepada lautan siswa-siswi yang saling berdesakan, menyikut satu sama lain, mendorong, menampik, dan merengsek maju tanpa ampun. Semuanya bergerak maju, ingin melihat nama mereka masuk kelas mana.
"Gue pun nggak suka, tapi gue penasaran gue bakal masuk ke kelas mana," kata Edo, tatapannya terus tertumbuk kepada masa yang tertumpah ruah, beberapa meter dihadapannya.
Desahan kasar lolos dari bibir Nadine, "gue pun males ikut-ikutan mereka, udahlah nunggu sapi aja. Dan semoga kita satu kelas nanti."
"Oke, kita tunggu di sini dulu," putus Sarka pada akhirnya, disepakati oleh Edo maupun Nadine. Ketiganya masih berdiri, agak meneduh di bawah pohon.
"Gue setuju sama lo Dine," kata Edo sembari menatap Nadine. "Semoga kita satu kelas lagi."
"Ya!" Sarka mengangguk, "meskipun kemungkinan itu kecil, tapi kita masih ada sedikit harapan. Semoga aja kemauan kita memang benar-benar terjadi."
"Hari pertama gini biasanya nggak langsung pelajaran, kan?" tanya Edo.
"Iya," jawab Sarka pendek.
Nadine menimpali, "biasanya sih."
Kemudian, ketika kerumunan di mading sudah sedikit mulai longgar, ketiga remaja itu sudah mulai mempersiapkan diri.
Nadine yang pertama kali menyeletuk, "Oke, tuh udah mulai sepi, mau lihat sekarang?"
"Yuk, sekarang aja," ucap Sarka sembari mulai bergerak menuju tempat mading berada. Nadine menyusul kemudian, diikuti oleh Edo. Ketiganya lalu melangkah.
Ada tiga mading yang berjejer, Sarka dan Nadine langsung menuju ke arah mading nomor satu, untuk kelas dua belas, seperti apa yang sudah diintruksikan. Tapi, Edo justru malah menjejakkan kaki di depan mading nomor tiga, membuat Sarka sempat membelalak mata sambil terheran-heran sendiri.
"Do, ngapain ke situ? Itu khusus kelas sepuluh, murid baru! Lo mau ngulang dari awal lagi, ha?"
"Eh?" Edo terperanjat akan ucapan Sarka. Tangannya yang sudah menelusuri kertas yang tertempel di mading akhirnya kembali turun. Edo lalu menatap tulisan besar yang berada di jajaran paling atas.
Sadar dirinya salah, Edo menunjukkan cengirannya kepada Sarka.
"Makanya, punya kuping tuh didengerin, nggak denger pengumuman lo?"
"Iya gue maap Sar, gue denger pengumuman itu kok, cuma nggak terlalu aja hehe," ujar Edo. Yang dibalas Sarka dengan dengkusan panjang serta gelengan kepala tak habis pikir.
Sementara Sarka dan Edo ribut sendiri, Nadine memekik pelan sembari menepuk-nepuk pundak Sarka. "Gue nemuin nama gue, ada di kelas dua belas IPA satu."
"Oh, ya?" Edo langsung berdiri di samping Nadine, ikut melongok melihat apa yang Nadine tunjuk.
Nadine mendesah kecewa, "tapi nggak ada nama lo berdua di kelas gue, berarti artinya gue bakal pisah kelas sama kalian berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Scent 2 : He Did It
Teen FictionDemi menguak kisah masa lalu keluarganya yang tewas dengan tragis dan janggal, Nadine memutuskan untuk kembali ke sebuah villa tua yang berada di puncak-tempat semua masalah berawal. Ditemani oleh Sarka dan Edo, Nadine menemukan hal-hal yang tidak p...