4. Rindu yang mencekik

1.5K 123 2
                                    

Jujur saja, Nadine tidak mempunyai teman sebelum ia pindah ke tempat baru ini, sampai akhirnya dirinya bertemu dengan Sarka dan Edo, dua cowok yang sudah Nadine anggap sebagai sahabat yang paling dekat. Teman kelasnya juga semuanya baik, sama sekali tidak ada yang jahat kepadanya, tidak seperti di sekolah lamanya yang dulu sebelum ia pindah, Nadine menjadi bahan bulian dan dikucilkan lantaran Nadine berbeda dengan mereka, yakni Nadine bisa melihat makhluk tak kasat mata. Entahlah, sampai saat ini informasi itu belum bocor, Sarka dan Edo benar-benar tutup mulut soal ini, sesuai dengan janji yang sudah dikatakan. Mereka tidak membongkar rahasia Nadine.

Sampai detik ini pun, teman kelasnya masih bersikap wajar dan baik kepadanya, Nadine tidak tahu jika informasi itu nantinya terbongkar, Nadine akan mendapatkan hal serupa seperti dulu atau tidak.

Oleh karena itu, Nadine sangat beruntung sudah memiliki sahabat seperti Sarka dah Edo. Kedua sahabatnya itu mau menerima dirinya apa adanya. Nadine yang selalu ditemani oleh sepi akhirnya sudah tidak ada, Nadine tidak merasa diabaikan lagi. Namun, bukan berarti Nadine saat ini baik-baik saja.

Ada malam-malam panjang dimana Nadine sangat merasa kesepian, ia rindu kehangatan orangtuanya. Rindu suasana ramai keluarga, ada canda tawa yang selalu mengisi kekosongan. Tidak seperti sekarang, Nadine merasa kosong. Walaupun ada Sarka dan Edo, tapi tetap saja Nadine butuh keluarga dan saudara.

Pagi ini hujan turun dengan deras, langit di luar tampak gelap. Dan Nadine masih bergelung dikasurnya dengan selimut tebal yang membungkus tubuh rampingnya. Disaat itu, bayangan tentang bunda, ayah, dan ketiga saudaranya kembali merasuki jiwanya. Rindu itu kembali mencekik Nadine.

Cewek itu kemudian beringsut duduk, lalu ia memanjangkan tangannya untuk mengambil bingkai foto miliknya. Nadine tersenyum tipis seiring jari tangannya menyentuh dan meraba foto tersebut.

Di sana, kehangatan tampak begitu kental. Senyuman begitu hangat memenuhi foto itu, Nadine sebenarnya tidak ingat kapan foto itu diambil. Hanya saja, ia tahu saat itu dirinya tengah berumur lima tahun, pernah sekali Nadine menanyakan hal ini kepada bundanya.

Semua itu tidak akan pernah kembali lagi, mereka semua sudah pergi meninggalkan Nadine di sini, berdua bersama ayahnya yang Nadine rasa semakin ada jarak yang membentang diantara dirinya dan ayah. Ayah begitu sulit Nadine gapai.

Nadine menggeleng pelan ketika ingatan tentang kematian bunda dan ketiga saudaranya memenuhi otaknya lagi. Tidak, Nadine tidak mau memikirkan kejadian itu lagi. Nadine tidak mau rasa sesak itu kembali bergumul dihatinya.

Hujan di luar sana semakin deras menghantam permukaan bumi. Dengan perasaan campur aduk, Nadine akhirnya memeluk bingkai foto tersebut, hal yang berulang kali ia lakukan dari dulu saat rindu itu melintasi hatinya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi ketika Nadine menoleh ke dinding kamarnya. Saat itulah Nadine kembali terseret ke dunia nyata, ia pun membuka selimut dan meletakkan bingkai foto itu di atas nakas, disusul oleh dirinya yang bangkit dari kasur. Hari ini adalah jadwal Nadine untuk mencuci baju. Jika tidak segera dilakukan, Nadine takut menyesal nantinya jika cucian semakin menumpuk.

Satu jam berikutnya, Nadine mulai melangkah ke belakang rumah untuk menjemur pakaian yang sudah ia cuci, memang tidak terlalu banyak. Cuaca sudah mulai cerah, tepat seperti yang Nadine inginkan.

Sesaat setelah selesai menjemur seluruh pakaian dirinya dan milik ayahnya, Nadine kembali masuk, disaat ia melintasi dapur, disanalah Nadine menemukan nasi bungkus. Pasti ayahnya yang meletakkannya di sana untuk Nadine sarapan pagi, seperti hari-hari biasanya.

Shadow Scent 2 : He Did ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang