3. Merasa jauh

2.4K 140 6
                                    

Nadine setengah terkejut ketika mendapati pintu dihadapannya terbuka dari dalam, padahal saja ia akan melakukan itu. Menghela napas panjang dan berusaha untuk tenang, Nadine memperhatikan ayahnya yang kini berdiri menjulang didepan Nadine.

Mengusung senyuman, Nadine lantas meminta salam. "Nadine pulang yah," ujarnya pelan sembari mencium punggung tangan ayahnya.

Di rumah ini, Nadine hanya tinggal berdua dengan ayahnya saja. Dan sebenarnya Nadine tidak terlalu dekat dengan ayahnya. Meskipun begitu, Nadine tahu jika ayahnya sayang kepada dirinya, begitupun Nadine sendiri. Hanya saja ayahnya memang lebih banyak diam dan fokus pada pekerjaannya. Hal seperti ini sudah lumrah, mengingat ayahnya harus memenuhi kebutuhan rumah seperti bayar air dan listrik, beli kebutuhan pangan serta kebutuhan untuk mandi seperti sabun, odol, shampo, bahkan deterjen untuk mencuci pakaian. Semuanya ayahnya yang tanggung, oleh karena itu Nadine sudah bersyukur bisa tinggal di sini. Kebutuhannya dirinya sendiri juga tercukupi dengan mudah. Walaupun kadang Nadine kesepian dan ingin berbagi cerita dengan ayahnya.

"Nadine ke kamar dulu ya yah? Terus Nadine juga mau mandi," ucap Nadine, pamit undur diri.

"Tunggu dulu." Suara dingin dan tegas ayahnya mengudara, membuat langkah Nadine terhenti. Nadine pun lantas berbalik badan, menatap ayahnya lagi.

"Kenapa yah?" tanyanya bingung, juga sedikit takut. Jujur saja, Nadine memang tidak sedekat itu dengan sang ayah, bahkan seringkali Nadine merasa canggung dalam keadaan tertentu. Tidak banyak topik yang bisa diangkat, seringkali obrolan mereka tidak nyambung.

"Kamu dari mana?"

Nadine tidak langsung menjawab, melainkan ia mengerjapkan matanya pelan. Sungguh, Nadine sedikit kaget mendapati pertanyaan itu. Tidak biasanya ayahnya melontarkan pertanyaan seperti tadi, rasanya agak aneh, tapi Nadine diam-diam merasa senang karena ayahnya sudah bertanya, yang berarti laki-laki setengah baya itu peduli dan ingin tahu aktivitas putrinya.

"Dari main sama temen yah," jawab Nadine jujur, karena memang ia habis pulang dari pantai bersama Sarka dan Edo. Dan saat berangkat ke sana, Nadine memang tidak ijin terlebih dahulu kepada ayahnya. Jadi pertanyaan seperti tadi lumrah lumrah saja sebenarnya. Tidak ada yang aneh.

"Main di pantai?" tebak ayahnya.

Nadine tersentak. "Ayah kok tahu?"

"Kaki kamu."

Nadine langsung menunduk, menatap kakinya yang masih terdapat pasir yang menempel. Nadine menyengir canggung. "Iya, Nadine habis dari pantai sama temen."

"Ayah sebenarnya juga di sana."

"Ayah serius?"

Dengan raut wajah masih sama datarnya, ayah Nadine mengangguk. "Ya, dan ayah lihat kamu, bareng dua cowok."

"Itu temen Nadine, namanya Sarka dan Edo," kata Nadine dengan cepat. "Tapi Nadine kok nggak lihat ayah di sana?"

Bukannya menjawab pertanyaan putrinya, ayah malah mengalihkan topik pembicaraan. "Kamu harus mandi," katanya datar, sebelum akhirnya beranjak pergi dari hadapan Nadine.

Dengan heran, Nadine menatap ayahnya yang melangkah cepat masuk ke dalam ruangan itu, ruangan yang Nadine tidak tahu apa isinya, ruangan tempat ayahnya bekerja. Nadine juga seringkali ingin tahu didalam sana ada apa sampai ayahnya melarang dirinya untuk masuk, bahkan tak segan-segan Nadine akan kena marah jika melanggar aturan itu, seperti apa yang ayah selalu katakan.

Shadow Scent 2 : He Did ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang