20. Bertemu Teman

538 48 3
                                    

Ketika Nadine sudah membuka kenop pintu kamar mandi yang jarang digunakan oleh siswa karena rumor ada hantu menyeramkan yang suka mengganggu,  Sarka langsung menghentikan gerakan Nadine, cowok itu langsung memegang lengan Nadine begitu saja, membuat Nadine langsung menoleh ke arah Sarka.

Sebenarnya, bukan hanya rumor dan kabar selintingan saja sih, toilet itu memang berhantu. Rose-lah hantunya, dia penunggu tempat itu dan sudah menganggap toilet adalah tempat pribadinya—alias rumahnya sendiri. Dan Sarka akui, Rose memang kadang suka usil kepada siswa-siswi di sana.

Hingga akhirnya begitulah, toilet di ujung lorong tersebut, toilet tua yang kurang terawat, akhirnya sah menjadi tempat tinggal Rose.

Dengan kening yang mengerut bingung, Nadine menatap Sarka. "Kenapa Ka?"

"Barangkali ada orangnya, ketuk dulu."

"Mana mungkin ada orang di dalam situ," ujar Edo sembari menunjuk pintu toilet dihadapannya dengan dagunya, ia langsung menangkis ucapan Sarka yang menurutnya sangat konyol. Nadine tentu saja mengangguk cepat, setuju seratus persen dengan Edo.

"Iya, gue yakin juga nggak ada orang di dalam situ Ka, gue setuju sama Edo."

"Kecuali Rose," lanjut Edo sembari mengedikkan bahunya. Walaupun Edo belum pernah melihat wajah Rose, tapi ia bisa membayangkannya. Kata Sarka, Rose adalah hantu perempuan dengan tubuh kurus berkulit sepucat gading, berpakaian terusan panjang berwarna putih, Rose juga memiliki rambut yang panjang hingga ia selalu menyisirnya. Tentu saja penggambaran Sarka seperti itu membuat Edo bergidik ngeri. Jelas-jelas Rose adalah kuntilanak. Edo bisa membayangkannya dengan sangat jelas sekali. Tapi berhubung Sarka maupun Nadine mengatakan bahwa hantu satu ini bersahabat, Edo agak sedikit tenang. "Dan jelas-jelas Rose bukan manusia, dia hantu. Dia nggak masuk hitungan tentunya."

Sarka mendesah pelan. "Iya, gue tahu kok kalo nggak ada yang berani masuk ke dalam toilet ini. Tapi alangkah baiknya coba aja, barangkali ada, kan? Selalu ada kemungkinan di dunia ini."

Meskipun tahu bahwa perbuatan itu akan sia-sia saja, Nadine akhirnya memutuskan untuk menuruti permintaan Sarka saja. Biar cepat.

"Halo, ada orang di dalam?" tanya Nadine, sekalian lagi mengetuk pintu toilet tersebut. Tidak ada jawaban yang keluar.

Edo yang sedang berkacak pinggang langsung menukas. "Nah, kan? Nggak ada yang mau makai toilet ini Sar. Udah nggak terawat, jauh pula sama toilet yang lain. Ini toilet terpencil."

"Ya sudah, masuk aja kita langsung."

"Aman kan ini?" Edo bertanya lagi, memastikan.

"Nggak sih, paling-paling Rose bakal makan tangan lo Do." Sarka terkekeh pelan.

Edo mencibir, satu pukulan cukup keras melayang di bahu Sarka. "Ngomongnya yang bener dikit bisa kan Sar?"

"Udah gue bilang nggak bakal ada masalah. Ketakutan lo terlalu berlebihan Do. Lagian lo nggak bakal bisa lihat Rose, kecuali kalo Rose bersedia menampakkan dirinya. Itu kalo lo mau."

"Jangan! Gue bakal beneran pergi dari sini kalo dia bakal ngeluarin wujud aslinya dihadapan gue."

"Kalo Rose mau ngelakuin itu?"

"Nadine bakal gue suruh larang dia," jawab Edo begitu gampangnya.

"Gue buka nih ya, ayo masuk."

Setelah memastikan bahwa suasana di sekitarnya sepi, ketiga remaja tersebut dengan cepat menyelinap masuk ke dalam bilik toilet.

Sarka yang masuk paling belakang langsung menutup pintu rapat-rapat. Kamar mandi itu tidak terlalu besar, Edo serta merta menutup hidungnya karena bau tak sedap menusuk indera penciumannya. Nadine sendiri hanya mengibaskan tangan di depan wajahnya. Sarka mati-matian berusaha untuk betah.

Shadow Scent 2 : He Did ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang