[3] Flock

885 111 0
                                    


"Nothing attracts attention like a red dress." Laura Bush

...

Kristof memutuskan untuk membuntuti Britney.

Setelah dipikir-pikir, dia tak tahu apa pun soal Turnamen. Dia tak tahu ini turnamen apa. Apakah kontes memasak seperti Master Chef, atau menyanyi seperti Indonesian Idol? Dia tak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti serangkaian proses Turnamen. Belum tentu dia bisa mendapat cuti dari kantornya.

Untuk kali kedua, Kristof meninggalkan Yusuf lagi. Setidaknya kali ini Yusuf sudah orgasme, jadi Kristof tak perlu merasa bersalah.

Britney membawa Kristof ke sebuah apartemen di Jakarta Utara. Mereka menaiki bus Transjakarta. Britney mengoceh terus-menerus soal petualangannya mencari spirit animal lain yang mau menampakkan diri.

"Tidak selamanya kita bisa lihat spirit animal. Kalau mereka nggak mau keluar, ya nggak akan kelihatan!" ocehnya, untung tak ada yang mendengar atau melihat Britney di dalam bus. "Aku sedang pup di bundaran HI—gini-gini juga aku bisa pup. Lalu aku lihat spirit animal itu. Lalu aku bertemu Leila ...."

Kristof tak mendengarkan. Dia malah membuka Google Map dan mengetikkan koordinat yang ada di surat undangan. Lokasinya di Lapangan Banteng. Ketika bus Transjakarta melewati Monas, Kristof mengarahkan pandangannya ke luar jendela, tepatnya ke timur, di mana Lapangan Banteng berada. Kemampuan visual spatial-nya yang tinggi memungkinkan Kristof mengetahui di mana arah mata angin. Meski lapangan tersebut tak kelihatan karena terhalang komplek Monas yang luas dan pepohonan tinggi (belum lagi ini sudah malam), Kristof tetap yakin ke mana dia harus melihat.

Dari yang dia taksir sebagai Lapangan Banteng, terlihat percikan-percikan cahaya ke langit. Seperti ada keramaian, di sana. Bukan. Seperti sedang ada konser akbar.

"Kayak ada kembang api," ujar seorang penumpang di dalam bus.

"Pagelaran air mancur, kali," balas teman penumpang tersebut.

Kristof menyetujui. Ya. Seperti ada acara kembang api, tetapi kembang api itu tak pernah mencapai langit. Seramai apa memang lokasi tersebut? Apakah orang berbondong-bondong memasukkan undangan ke kotak pos?

Pukul setengah sepuluh malam, Kristof sudah tiba di sebuah apartemen sekitaran Bandengan. Britney melompat menembus tembok untuk pergi menemui Leila, lalu seorang cewek muncul menyapa Kristof. "Ayo!" katanya, membuka akses ke lift, mendului Kristof ke unitnya di lantai delapan.

Ketika Kristof masuk ke unit tersebut, Leila langsung berseru, "Gaby! Keluar aja. He's safe."

Seekor burung merak kuning seukuran manusia muncul dari luar. Dia melayang menembus jendela lalu bertengger di atas meja. Meski sayapnya mengepak, tak ada satu pun benda di ruangan yang kena efek kibasannya. "Halo!" sapa Gaby. Suaranya seperti ibu peri.

Leila mengunci pintu apartemen lalu duduk di atas tempat tidur. "Maaf aku nggak bisa nyediain minum. Karena waktu kita nggak banyak."

"Oke. Nggak masalah," jawab Kristof, perlahan-lahan duduk di atas kursi. Britney bergelung di atas meja.

Leila bertubuh mungil. Kulitnya gelap, seperti gadis Papua, didukung dengan rambut keriting dan hidung bangir. Dia mengenakan celana pendek selutut dan kaus berwarna kuning yang tampak ngepas di tubuhnya.

"Dalam sepuluh menit, aku harus pergi ke Dermaga Muara Angke," lanjut Leila. "Di sana ada open audition untuk Verbal-Linguistic sebuah flock besar. Aku harus berhasil masuk ke flock ini supaya aku bisa bertahan hidup."

InteligensiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang