"The essence of strategy is choosing what not to do." Michael Porter.
...
Bangunan itu tak pernah ada sebelumnya. Di atas tanah yang kini berdiri bangunan bergaya kolonial tiga lantai, dengan cat putih gading mengelupas dan atap oranye yang berlumut, sebenarnya hanya lahan kosong. Seorang konglomerat membelinya beberapa tahun lalu, memanipulasi pemerintah DKI Jakarta agar memberikan lahan reservasi itu kepadanya. Lokasinya cukup strategis di pusat kota Jakarta, berdekatan dengan beberapa bangunan tua lain yang belum dipugar.
"Berapa lama bangunan ini bertahan?" tanya Mariam, menulis sesuatu dalam catatannya.
"Hingga flock pemenang berhasil mengambil sapphire yang kita simpan."
"Lalu, bangunannya runtuh?"
"Bangunannya lenyap. Tanda flock tersebut memenangkannya."
Mariam mencatat kembali apa yang didengarnya, lalu mengamati semua detail ruangan yang sedang dibangun secara magis oleh konglomerat pemilik lahan. Beliau seorang arsitek. Dan juga Visual-Spatial.
Namanya Billy. Pemenang Turnamen tahun 2006. Mengalahkan seorang Naturalistic dalam battle epic selama empat puluh jam ketika keduanya menjadi two last standing di divisi terakhir. Billy menjadi salah satu pemenang ikonik dalam lima puluh tahun terakhir. ANI mengangkatnya menjadi menteri Visual-Spatial hingga hari ini. Maka tak heran jika Billy didaulat menjadi penguji calon peserta Turnamen batu sapphire.
Sambil menunggu dinding-dinding tua itu tercipta melalui pemadatan partikel-partikel udara dan visual holografis cat putih gading, Mariam kembali bertanya. "Kayak gimana sih audisi jalur flock ini? Aku, kan belum pernah ikutan Turnamen."
"Ikut, dong tahun ini," jawab Billy sambil tersenyum. Dia menjentikkan jarinya, lalu muncul lemari-lemari jati tua di sudut ruangan, ditambah segala ornamen kayu yang bisa kautemukan di Museum Fatahillah.
"Kalau bukan karena kejadian di Bundaran Senayan itu, aku sebenarnya mau," ujar Mariam sambil menghela napas. "Kakak sendiri yang bilang sekarang situasinya sedang berbahaya."
"Ikutan nggak ikutan, situasinya sedang berbahaya. Sekalian aja kamu ikutan. Bener, nggak?" Billy kembali menjentikkan jemarinya. Jendela-jendela kayu yang besar dan lapuk tercipta. Tampak persis seperti jendela bergaya kolonial Belanda yang dibangun sebelum abad 19.
"Tapi sekarang aja aku lagi bantuin Kakak buat audisi batu sapphire. Gimana caranya aku apply jadi peserta?"
Billy terkekeh kecil. "Setelah audisi gemstone ini, masih ada dua audisi lain."
"Masih ada?" ulang Mariam sambil terkesiap.
Billy mengangguk sambil menciptakan lantai-lantai tegel berwarna abu yang sangat tak menarik, tetapi dianggap mewah pada zamannya. "In fact, Kakak lolos audisi Turnamen yang ketiga. Bagi sebagian orang, lolos lewat jalur audisi lebih bergengsi dibandingkan jalur undangan. Orang-orang pasti ngomongin kehebatan para inteligensia yang sudah punya flock sebelum Turnamen dimulai. Jarang banget ada yang menang Turnamen dari jalur undangan."
"Apa itu alasannya El Gran nggak pernah ikutan jalur undangan?" tanya Mariam penasaran.
Billy tersenyum. "Kemungkinan besar, iya. Nggak tahu, lah. Kakak kan bukan bagian dari mereka. Coba cek ruangan di situ, sudah lengkap perabotannya seperti cetak biru?"
Mariam dengan patuh memasuki ruangan yang baru saja diciptakan kakaknya. Dinding ruangan itu masih dibangun. Namun beberapa perabotannya sudah bermunculan dan berdiri di tempat seharusnya. Mariam menarik tabung gambar yang sedari tadi digendongnya. Dari dalam tabung dia keluarkan beberapa lembar kertas. Ada denah struktural, hanya berisi denah ruangan dengan detail struktur seperti potongan dinding, anak balok, bukaan pintu, dan posisi jendela. Ada pula denah arsitektural, berupa denah yang sama tetapi menunjukkan lokasi perabotan dalam ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inteligensia
FantasySetelah menginjak umur 25 tahun, Kristof baru menyadari dirinya punya kekuatan super. Satu dari kecerdasan majemuknya yang dominan menjadi sumber kekuatan barunya seperti sihir. Kekuatan ini, secara resmi membuat Kristof digolongkan sebagai seorang...