Gosip

4.8K 481 58
                                    

"Nino Nakula Adley, pria tampan penerus utama Adley grup dikabarkan masih betah sendiri." Di sebuah restoran yang masih terbilang sepi, dua orang karyawan wanita yang kurang kerjaan itu menggunjingkan berita viral akhir-akhir ini.

"Ya gimana nggak betah, orang dia nggak suka sama perempuan." Satu orang wanita lebih tua berseragam sama ikut menanggapi berita yang temannya baca di akun gosip lambe lumrah.

Gadis si pemegang ponsel itu pun menoleh. "Ah, masa sih, Mbak. Wong ganteng gini kok, tuh lihat," kilahnya dengan menunjukkan foto pria tampan dengan kemeja biru yang pas di badan, tubuhnya tingi tegap, pasti rajin berolah raga, pikirnya.

"Eh asal kamu tahu saja yah?" Kaliman itu selalu menjadi pembuka acara ghibah yang sering kali digunakan oleh biang gosip kelas dengar-dengar. "Dulu itu dia sempat ditinggal sama calon istrinya loh pas mau nikah, pacarnya kabur ke luar negri katanya. Dan dengar-dengar setelah kejadian itu dia jadi nggak suka sama perempuan, iih ngeri banget kan ganteng-ganteng jeruk makan jeruk."

Gadis si pemegang ponsel jadi ngeri mendengarnya, luntur sudah kekagumannya pada pria dua puluh tujuh tahun yang konon akan menjadi pewaris utama Adley grup, perusahaan ternama di negaranya. "Emang sih kadang suka gitu, orang ganteng sukanya sama yang ganteng juga, yang cantik bikin sakit hati," ucapnya menanggapi.

"Bukan sakit hati tapi kangker, kantong kering, hihi. Untung aku nggak cantik."

Mendengar kalimat terakhir itu temannya kemudian menoleh. Sejak kapan lahir tidak cantik menjadi sebuah keberuntungan? Pikirnya. "Tapi memang selama ini belum ada yang dikabarkan tengah dekat dengan Pak Nino ini ya, Mbak. Sepertinya selentingan berita bahwa dia suka sesama jenisnya itu memang benar."

"Ya sudah pasti benar, kalo dia normal pasti banyak gadis yang dia pacari lah  dia kan kaya, mau perempuan model apa saja pasti bisa."

Belum sempat temannya menanggapi pembicaraan yang semakin memanas meski tanpa bukti, seorang pria ber jas rapi dengan kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya itu, membuat kedua gadis yang berdiri di balik meja kasir kemudian menoleh.

"Ada yang bisa dibantu, Mas?" Salah satu dari mereka lalu bertanya.

Pria itu meletakan kedua tangan di atas meja setinggi perutnya. "Apa kalian juga tau selain suka sesama jenis, dia juga ternyata pedofil?" tanyanya dengan sedikit mencondongkan kepala, ikut bergosip dengan mereka yang terlihat semakin antusias saja.

Kedua gadis di hadapannya itu saling berpandangan. "Ah, yang benar, Mas. Fitnah loh kalo nggak ada buktinya," ucap salah satu dari mereka.

"Aku berbicara benar, apa kalian perlu bukti juga?" Pria itu bertanya, kemudian melepas kacamata hitamnya yang membuat mulut mereka seketika menganga.

"Pak Nino Nakula?" dengan suara bergetar, si gadis pemegang ponsel yang kenal sekali dengan wajah tampan pria dihadapannya itu kemudian bertanya. Ternyata pewaris utama Adley grup itu lebih tampan dari yang ia lihat di berita, tapi bukan karena itu sebab dia terlongo, barusan saja mereka menggunjingkan pria itu, dan mungkin saja dia mendengarnya.

"Om, Ni!" Seoang bocah kecil berlari menghampiri pria berpakaian rapi itu, kemudian melompat ke gendongannya.

"Hay! Loly, I love you, Sayang?"

"Love you to, Om Ni," balas gadis usia empat tahun berkuncir dua itu dengan semangat.

"Cium Om, dong!" Pinta pria tampan itu dengan menyodorkan pipinya. Dan dengan senang hati, gadis kecil itu melakukannya.

Nino menoleh pada kedua pelayan resto yang masih mematung di tempatnya, "apa kalian perlu foto juga? No pic hoax," ucapnya, namun tanpa menunggu mereka sadar dan mengangkat kamera, dia melangkah pergi dan meninggalkannya.

"Ya Tuhan itu beneran Pak Nino?" Si gadis pemegang ponsel berkata tidak percaya, suasana pagi menjelang siang ini memang belum terlalu ramai tamu di restoran itu, dan hanya ada satu pelanggan pria dengan anak kecil dan juga pengasuhnya. Tapi dia tidak menyangka sejak tadi telah membicarakan orang yang sama.

"Kalian kenapa sih?" Satu orang gadis dengan seragam yang sama bertanya setelah menaruh nampan berisi piring kotor ke atas meja.

Temannya menoleh, "Yara! Tau nggak tadi aku ketemu sama Pak Nino," ucapnya.

"Nino siapa?" Gadis yang disapa dengan nama Yara itu bertanya.

"Duh mana tadi kita gosipin dia lagi, pasti dia denger deh," ucap temannya yang lain.

Gadis bernama Yara itu terlihat bingung, "gosipin apa, Mbak Iis?" tanyanya penasaran.

"Itu loh, Ya. Si Ega mancing-mancing gue buat gosipin pewaris utama Adley grup yang nggak doyan sama perempuan," ucap wanita itu mengadu.

"Ih, apa sih Mbak Iis, orang Ega nggak bilang gitu, Mbak Iis aja yang merepet macem-macem, untung nggak dituntut pencemaran nama baik."

Gadis bernama Yara itu mengerti setelah temannya bercerita tentang kejadian yang dialaminya sesaat tadi. "Bagus dia nggak marah, tapi emang bener yah? cowok seganteng itu nggak suka perempuan, ngeri juga."

Ega berdecak sebal, kemudian memukul lengan sahabatnya. "Kok kamu jadi ikut-ikutan gosipin dia si, udah ah ayo nguli," ajaknya yang melihat restoran tempat kerjanya, sudah mulai ramai didatangi pengunjung untuk makan siang.

Gadis yang sering disapa Yara itu bernama lengkap Kayara Azna, nama itu diberikan kedua orangtuanya sebagai doa, agar kelak putrinya bisa menjadi orang kaya, tapi nyatanya gadis  pekerja keras itu sudah siang malam membanting tulang masih belum kaya juga.

Yara sedikit terlonjak saat ponsel di saku apron yang tersangkut di depan tubuhnya itu bergetar, dari sang kakak yang mengabarkan bahwa dia sudah berada di depan resto dan ingin mengajak berbicara, gadis itu pun berpamitan pada teman karyawan untuk menemui saudaranya.

"A Sigit?" Yara menepuk pundak pria yang beberapa tahun lebih tua dari dirinya. Melihat raut wajah sang kakak yang begitu kalut dia pun kemudian bertanya. "Ada apa, A?"

"Itu, duit kamu udah aa beliin rumah, lebih murah, tingkat lagi." Sigit berucap ragu, nadanya terdengar takut-takut.

"Alhamdulilah," ucap Yara merasa senang, "tapi kenapa aa keliatan sedih sih?" tanyanya curiga.

Sigit mengusap tengkuknya dengan gusar, "maaf, Ya. Aa kena tipu."

Yara terdiam, belum merespon apa-apa, otaknya masih mencerna kalimat sang kakak dengan seksama. "Kena tipu gimana maksudnya?"

"Aa kena tipu, ternyata rumah yang aa beli surat-suratnya palsu, terus nanti pemilik rumahnya yang asli mau dateng." Sigit berucap takut-takut, dia khawatir adiknya tiba-tiba pingsan.

Namun Yara masih diam saja, respon gadis itu benar-benar lambat, lebih tepatnya dia belum siap untuk mendengar berita buruk apapun saat ini.

"A, Aa ketipu?" Yara mengulang kalimat abangnya. Di dalam kepala bayangan uang tabungan yang bertahun-tahun ia kumpulkan, juga rumah warisan yang sudah mereka jual. "Terua aku tinggal di mana aa, aku  jadi gembeel?"

"Iya, Dek! Maaf!"

"A Sigiiit!"

Sigit diam saja saat sang adik dengan kesal memukuli tubuhnya, "nanti abang cari cara, pokoknya kamu nggak usah khawatir."

"Gimana nggak khawatir!" Bentak Yara, semua uang tabungannya sudah terkuras habis, bahkan rumah tempat tinggal yang sebelumnya juga sudah dijual, dia benar-benar jadi kaum dhuafa.

Yara merasa mual, pusing juga di kepala, lemah letih lesu. Asam lambungnya kumat. Dia syok.

Satu Atap (Tamat Di KbmApp)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang