Part 16

6.6K 318 5
                                        


ANAKKU BUKAN ANAKKU

Happy reading gauys...

****

"Papaaa ...." Kaki kecil itu berlari melintasi ruang tamu ketika mendengar deru suara mobil berhenti di halaman rumah.

"Papaa," panggilnya lagi sambil menghambur ke dalam pelukan Mas Raka yang sudah turun dari mobil.

Ah, serasa ada yang tercubit di sini, di dadaku melihat kerinduan Kiya kepada Mas Raka.

Betapa riangnya dia bisa kembali bertemu dengan lelaki cinta pertamanya. Memeluk leher Mas Raka kuat sambil menggoyang-goyangkan kaki, Kiya tergelak saat Mas Raka menggelitik perutnya.

"Assalamualaikum, Ma," ucapnya saat sudah berada di depanku.

"Waalaikumsalam." Kujawab sambil mencium punggung tangannya yang kemudian dia balas dengan mengecup keningku.

"Gimana kondisi Mama?" tanyanya seraya mengusap kepalaku.

"Baik, Mas," jawabku singkat. Aku masih enggan memanggilnya 'papa' seperti dulu. Meski berusaha ikhlas tetap saja aku tak bisa bersikap semanis dulu.

Seminggu tak bertemu sebenarnya hal biasa, karena Mas Raka memang sering keluar kota untuk urusan pekerjaan. Namun kali ini berbeda, kepergiannya seminggu ini adalah untuk memenuhi kewajibannya kepada istrinya yang lain. Ada rindu yang tertahan oleh rasa yang lain, perih.

Kupandangi Mas Raka yang sedang melepas kangen bersama gadis kecilnya. Pipinya tampak sedikit tirus. Mungkinkah dia terbebani dengan masalah pernikahannya? Atau aku terlalu menekannya? Entahlah.

"Kenapa Ma?"

Aku tergagap saat tertangkap basah tengah memperhatikan Mas Raka.

"Nggak Mas," jawabku sambil beranjak menuju ke dapur untuk mengambilkannya minuman.

"Kiya, mandi dulu sama bibi yah, udah sore. Papa biar istirahat dulu," ujarku sambil meletakkan segelas minuman di meja.

"Mandi sama Papa," pintanya.

"Ishh, masa anak gadis dimandiin sama papa," godaku.

"Yuk, Neng, mandi sama Bibi. Biar wangi dan cantik. Habis mandi nanti main lagi sama Papa," bujuk bibi.

Kiya menggeleng dan bergelayut manja di pundak Mas Raka.

"Bentar lagi dipanggil Kakak loh sama adek bayi, masa masih manjaa." Aku masih mencoba merayunya.

"Kiya gak manjaa, Kiya pinteer," rajuknya.

Mas Raka tertawa melihat bibir Kiya yang mengerucut.

"Anak pinter mandi sama Bibi?"

Kiya mengangguk lalu melepaskan tangannya dari leher Mas Raka.

****

"Ma ...." panggil Mas Raka saat aku sedang menyiapkan baju ganti untuk Kiya.

Aku memutar tubuh dan menatapnya. Ada rindu juga luka di manik hitamnya. Tiba-tiba Mas Raka menghambur memelukku.

"Papa kangen." Suaranya bergetar. Dia mencium leher dan kepalaku berkali-kali.

Bulir bening lolos dari netraku. Ya, aku juga merindukannya. Seminggu tanpanya, rasanya bagai setahun. Tersiksa saat membayangkan dia bersama wanita lain.

"Papa kangen banget, Ma." Mas Raka menangkup wajah ini dengan dua tangannya. Menghujaninya dengan ciuman. Aku bergeming tak merespon, meski tubuh ini juga mendamba.

"Aku siapin baju Kiya dulu, Mas, bentar lagi selesai mandi," ucapku menghentikan aktifitasnya, lalu keluar dari kamar Kiya.

Usai menyiapkan baju ganti untuk Kiya, aku melangkah ke kamar. Kudapati Mas Raka tengah duduk di pinggir ranjang dengan posisi siku menopang pada paha dan kedua tangannya menutup wajah.

Anakku Bukan AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang