Sore ini Alvian baru saja sampai di rumahnya setelah latihan basket bersama teman-temannya, suasana hatinya sangat baik karena pada malam ini ia telah mempersiapkan kejutan untuk gadis kesayangannya.Sesuai janjinya, Alvian akan menjeput Tania dan mengajaknya pergi kesalah satu tempat yang sangat spesial.
Lelaki berjalan masuk kedalam rumahnya, satu tangannya sejak tadi asik memutar-mutar bola basket dengan telunjuk. Mungkin Alvian tidak sadar kalau sedari tadi mobil orang tuanya, sudah terparkir di garasi rumah.
Alvian baru memasuki rumahnya, pandangan pertamanya yang di lihatnya adalah sebuah keadaan yang paling Alvian benci di rumahnya. Dimana sang kakak tengah tertunduk lesu di sofa ruang tamu, dan kedua orang tuanya sedang menatap ke arah pintu masuk dengan pandangan tajam.
Terkejut jelas, karena bodohnya Alvian tidak menyadari kalau ternyata kedua orang tua itu datang berkunjung hari ini. Lelaki itu mendengus lelah, dia sudah hapal betul apa yang akan terjadi setelah ini.
"Main basket lagi, kamu?" tanya Amira, Mama Alvian pada putra bungsunya itu.
"Ma, udah." Rian mencoba memegang tangan Mamanya, tapi wanita dewasa itu menepisnya.
"Diam kamu, Rian! Tidak ada gunanya kamu membela anak sialan ini!" bentaknya penuh amarah, yang membuat Rian hanya bisa diam membisu.
Amira kemudian menoleh ke arah suaminya, "Anak kamu tuh," ucapnya sembari menunjuk Alvian dengan dagunya, yang terkesan meremehkan Alvian.
Mendengar itu David hanya menghela napasnya kesal, kemudian bangkit dari duduknya untuk menghampiri Alvian. Pandangan tajam lelaki paruh baya itu berikan pada putra bungsunya, dia susah lelah dengan semua drama ini sejujurnya. Tapi entah kenapa anak sialan ini tidak pernah mau menurut pada orang tuanya sendiri.
"Bisa tidak sekali saja, kamu menuruti perkataan orang tua hah?!" bentaknya dengan deru napas yang tidak beraturan.
"Apa tidak malu, sudah saya besarkan tapi malah suka membantah seperti ini?!"
Alvian menatap papanya kesal, sebelah tangannya masih memeluk bola basket kesayangannya. "Membantah apa? Al cuma ngelakuin hobi aja, itu salah di mata Papa?"
"Papa bilang stop melakukan hal yang tidak berguna seperti ini! Lebih baik kamu belajar, perbaiki nilai kamu yang hancur itu! jadilah seperti Rian, yang masa depannya sudah tertata sejak sekarang!"
"Bisa gak sih, Papa sama Mama stop bandingin Al sama dia?" Alvian menunjuk Rian yang saat ini masih menunduk.
"Dan stop jadiin kemampuan dia, sebagai patokan untuk hidup Al!" rasanya dada Alvian sangat sesak, setiap kali ia selalu di bandingkan dengan kakaknya.
Kakaknya selalu di sayang, selalu mendapat apapun yang dia mau hanya karena menjadi penurut dan pintar sepeti apa yang kedua orang tuanya mau. Tapi Rian bukan lah Alvian, dia tidak suka dikekang, dan kemampuannya bukanlah dalam hal pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANIA
Teen FictionAlvian Regananta, nama sejuta makna. Lelaki yang hidup dalam dilema masa remaja dan konflik kehidupan yang membuatnya harus bertahan meski tidak memungkinkan. Dengan segala perjuangannya, Alvian berjalan untuk memperoleh harapan dan pengakuan tenta...