Ringtone email masuk berbunyi. Mau dilihat atau tidak, aku bisa menebaknya. Paling-paling pesan copy paste serupa seperti hari-hari lalu.
Dasar, kalau memang tidak mau minta maaf juga tak apa! Daripada tak niat begini.
Aku membanting ponselku ke ranjang. Sudah tiga kali aku membolos dari kegiatan belajar agama di rumah Sasuke. Jujur saja aku masih kesal dengan tuduhannya dan cenderung membela kebohongan Karin di pertemuan terakhir.
"Sakura cepatlah turun! Kau tak mau melihat Sasuke-kun di TV lagi?" teriak Mama dari lantai bawah.
Entah mengapa sejak kejadian itu aku tak bersemangat berhubungan apapun dengannya. Jangankan menemui langsung, melihatnya di TV saja tak mau. Ah bukan, lebih dari itu. Membaca pesannya saja enggan!
Aku bersiap, mengenakan setelan celana dan kaos sopan. Rasa tertarikku pada dress dan rok agaknya memudar seiring buruknya komunikasiku dengan Sasuke.
"Ohayou, Mama"
"Ohayou— kau mau kemana pagi-pagi begini?"
"Uhm.. shift! Ah benar, shiftku ganti pagi"
"Tapi restauran tempatmu bekerja buka jam 8, bukan? Ini masih jam 6. Dan lagi, tumben sekali kau melewatkan acara si ustadz tampan"
"Mama curiga berlebihan"
"Benarkah? Padahal tidak ada sedikitpun kecurigaan. Justru ucapanmu yang membuat Mama curiga. Apa kau ada masalah dengannya?" tatap Mama menelisik.
"S-sudahlah" alihku menghabiskan susu, "assalamu'alaikum, ittekimasu"
"Waalaikumsalam, itterasshai"
Yokatta, semoga Mama tak berpikir macam-macam. Beraktivitas terlalu pagi nyatanya cukup asing. Aku tak punya kegiatan berarti. Sejenak aku teringat pada Tamaki, partner kerja paruh waktuku. Kudengar apartemennya dekat dengan tempat kerja.
"Moshi moshi! Tamaki, apa aku boleh mampir ke apartemenmu?"
"Senangnyaa, akhirnya kau ada waktu luang untuk berkunjung kemari. Demo.. gomen, aku akan keluar sebentar membawakan bekal kekasihku"
"Berarti tidak bisa ya?"
"Tak apa, kemarilah. Kau bisa ikut bersamaku keluar daripada sendirian"
"Yosh, aku ke sana"
Aku meluncur ke apartemen Tamaki yang berjarak setengah kilometer dari restauran. Jauh dari yang kubayangkan, apartemen Tamaki sangat luas dan nyaman. Malah cenderung mewah. Tak kusangka apartemennya berkelas, padahal dia terlihat sangat sederhana.
"Sugoi, tempat tinggalmu seperti istana. Pasti kelas VVIP"
"Jangan bercanda, ini tidak seberapa" tanggap Tamaki meringis, "ngomong-ngomong apa kita bisa pergi sekarang? Gomenne, aku belum sempat mempersilahkanmu beristirahat"
"Tidak masalah"
Kami menuju ke parkir mobil bersama. Lagi-lagi Tamaki membuatku tercengang. Mobilnya jauh lebih bagus dan lebih mahal dari mobilku. Akupun mencoba bertanya-tanya, sekedar mengorek informasi pribadi Tamaki.
Ternyata Tamaki berasal dari distrik Sora yang terletak jauh di pinggiran kota. Bahkan bisa dikatakan desa. Namun yang mengejutkan, dia tinggal dengan neneknya, berbisnis jual-beli kucing ras asli. Aku menghela napas, tak heran dia sangat kaya.
"Kudengar kau lulusan terbaik di Konoha-gakuen, bukan?" celetuk Tamaki di tengah perjalanan.
"Hanya di angkatanku saja. Bagaimana kau bisa tau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz di TV ✔️
Fanfiction🌸 BOOK 1 [ COMPLETED 29/03/2021] 🌸 Sakura Haruno, remaja perempuan kekinian yang mulanya tak mengerti dalamnya agama Islam dipertemukan oleh ustadz muda berkompeten, Sasuke Uchiha. Mulanya, Sakura memang tak mempedulikan keberadaan Sasuke yang tan...