Dua: Ustadz Muda

1.5K 128 3
                                    

"Sarapan, Sayaang," panggil Mama dari lantai satu.

Jujur saja aku malas beraktivitas pagi ini. Pesta semalam sangat melelahkan, namun begitu menyenangkan. Acara pertunangan yang bertajuk acara keluarga itu menjelma menjadi acara anak muda yang seru. Ada kompetisi dansa, menyanyi, dan aah banyak sekali.

"Baiklah, Mama. Aku segera turun" ucapku dengan sedikit malas.

Di ruang makan yang tersambung dengan ruang tengah, Mama menyalakan TV dengan menyetel ceramah pagi seperti biasanya. Untung saja ustadz di TV lokal favorit Mama itu memang sebenar-benar ustadz, jadi yang melihatnya nggak akan tersesat dengan ceramah dan sarannya. Tapi tetap saja bagiku melihat acara pengajian pagi seperti itu sangat membosankan.

"Sudah Sholat Isya'?" tanya Mama ketika aku terduduk di kursi ruang makan.

Aku terbelalak. Ah, lagi-lagi lewat! Pasti tadi malam aku datang lalu tidur! Akhirnya aku meringis menghadapi pertanyaan Mama.

"Mama kan sudah bilang sholatlah terlebih dahulu" omel Mama dengan menjewer telingaku.

"Aaaw sakit, Mamaa" rintihku dengan memegangi telinga.

"Kamu tau, orang yang meninggalkan Sholat Isya' itu salah satu tanda orang munafik. Karena, sholat yang dirasakan paling berat bagi orang munafik itu Sholat Isya dan Sholat Shubuh*"

"Mama tau dari mana? Diberi wahyu sama Allah?" responku singkat sembari menyeruput susu coklat hangat buatan Mama.

Mama hanya geleng-geleng kepala, "barusan, di TV dijelasin sama ustadz muda yang baru muncul. Sungguh, ilmu agamanya dalam sekali meskipun masih muda"

"Ustadz muda? Bukankah acara ceramah yang Mama setel biasanya ustadz yang tua-tua itu?"

"Sepertinya, ustadz muda tadi cuma menambahi keterangan ustadz senior"

"Ah bisa-bisaannya aja kali. Mungkin dia mencoba peruntungan lewat jadi ustadz tapi ilmu yang dipunya nggak mumpuni"

"Sakura!" bentak Mama ketika omonganku mulai ngawur.

"Yaa siapa yang tahu, Ma. Jaman sekarang memang begitu, bukan? Ingin masuk TV agar mendapat gaji besar. Berlagak menjadi ustadz tapi ujung-ujungnya malah jadi artis" kataku ringan.

Beberapa menit kemudian, acara TV berisi ceramah itu main lagi. Aku penasaran dengan ustadz muda yang diceritakan Mama. Seperti apa sih dia?

"Mana ustadz yang Mama bicarakan?"

"Itu itu! Lihat dia, tampan sekali, bukan? Selain itu, ilmu agamanya juga subhanallah dalam sekali. Mama ingin menjadikannya menantu"

Betapa terkejutnya aku mengetahui bahwa ustadz muda yang dimaksud Mama adalah seorang laki-laki yang kuanggap pangeran kemarin!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Betapa terkejutnya aku mengetahui bahwa ustadz muda yang dimaksud Mama adalah seorang laki-laki yang kuanggap pangeran kemarin!

"Tapi dia sangat mengesalkan. Sok suci sekali" umpatku ketika mengingat kejadian tadi malam, saat dia menolak ajakanku untuk naik taxi bersama.

"Bagaimana kamu tau?" Mama terheran-heran mendengarku yang langsung mengomentari ustadz di TV itu.

Akupun menceritakan kejadian semalam, termasuk ketika dia menolak tawaran baikku.

"Itu bagus, Sakura. Berarti dia menjaga dirinya dari maksiat"

"Tapi dia seperti sombong sekali menolak kebaikanku saat itu. Padahal tujuanku adalah membalas kebaikannya" cuapku manja pada Mama.

"Kau masih butuh belajar banyak tentang urusan hati, Sakura"

"Maksud Mama?"

"Semua tentang urusan hati, misalnya bersabar atau saling memahami"

"Ah Mama membahasnya lagi"

"Kamu harus memahami, sebenarnya dia laki-laki baik. Ingat, laki-laki baik adalah yang tidak seenaknya menyentuhmu ketika kamu belum sah menjadi miliknya" terang Mama.

"Sepertinya Mama terpengaruh ceramah ustadz-ustadz di TV ya"

Mama hanya tertawa mendengar ucapanku. Setidaknya nasehat Mama menyadarkanku, mungkin saja si ustadz itu sebenarnya tidak seperti apa yang kukira. Semoga saja.

*) H.R. Bukhari    

Ustadz di TV ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang