Satu: Si Cewek Kekinian yang Takut Jatuh Cinta

2.3K 157 7
                                    

"Mau ke mana, Sakura? Sholatlah terlebih dahulu" seru Mamaku yang bawel.

"Nanti saja. Bukannya waktu sholat Isya' itu panjang? Kenapa Mama mempermasalahkan?" acuhku kemudian segera memakai high heels merah muda kesukaanku.

Seperti biasa, Mama hanya akan mendengus kesal ketika aku berani menjawab dan memojokkannya. Tapi ucapanku barusan memang benar, kan? Semalam penuh waktu yang diberikan Sang Kuasa untuk dapat menunaikan Sholat Isya'.

Aku keluar dari rumah dengan sedikit terburu-buru. Ya ampun, ini sudah jam tujuh seperempat! Padahal aku sudah berjanji akan menghadiri pesta pertunangan Temari dan Shikamaru jam 7 tepat. Sial! Ini pasti karena dandanku yang terlalu lama. Ah, tapi sepertinya tidak juga. Biasanya aku hanya memghabiskan waktu setengah jam untuk berdandan.

"Taxi" aku melambai-lambaikan tangan ke setiap taxi yang lewat, namun tak ada satupun yang berhenti. Yah, sepertinya malam minggu memang bukan waktu yang tepat untuk mengandalkan taxi sebagai transportasi ke mana saja. Sejenak aku mengingat tindakan bodohku mengapa tidak menyervis mobil jauh-jauh hari. Akibatnya, kemarin mobilku mogok secara tiba-tiba.

Aku berjalan menelusuri trotoar berharap ada seorang pangeran tampan dengan mobil sedan yang tiba-tiba melintas dan melihatku berjalan sendiri. Kemudian dengan rasa ibanya, pangeran tersebut akan menarik tanganku dan mengajakku masuk dalam mobilnya. Ahhh, cukup, hentikan! Impian itu terlalu tinggi. Mana mungkin seorang pangeran tiba-tiba dikirim Tuhan dalam sekelumit ucapan barusan? Bukankah dalam mengharap padaNya harus berdo'a terlebih dahulu? Tiba-tiba aku menyesali perintah Mama tadi.

Sudah hampir seratus meter kaki melangkah, namun tak ada satupun taxi kosong yang bisa kutumpangi. Akhirnya kuputuskan untuk menuju ke seberang jalan. Tampak olehku banyak taxi berhenti di depan pusat perbelanjaan tepi jalan sana. Dengan terburu-buru aku melintasi zebra cross penyebrangan tanpa menoleh kanan-kiri.

Tiiin.. Suara klakson mobil begitu memekakkan telingaku.

"Aaakh" pekikku. Oh tidak, aku tidak ingin mati dulu! Tolong. Tolooong.

"Hei Nona, jika kau berjalan berhati-hatilah!" seru si pengemudi taxi yang berhenti di depan mataku.

"Paman tolong, cara menyebrangku sudah benar! Lihat saja, aku menyebrang di zebra cross!"

Di tengah perdebatan tak kunjung usai itu, tiba-tiba bergabunglah seorang lagi. Rupanya dia laki-laki penumpang taxi tersebut. Ia menghampiriku dan bertanya, "ada apa ini? Emm.. kau tidak apa-apa?"

Mataku terbelalak menatapnya. Tuhaan, bagaimana mungkin Engkau kabulkan permohonan hampir ngelantur itu? Inikah pangeran yang Engkau kirim? Dia tampan, tubuhnya jangkung berbalut gamis islami berwarna biru, dan begitu ramah.

"Tidak. Bukan apa-apa! Sudah biar aku saja yang salah" ujarku kesal pada si sopir taxi.

"Nah, seharusnya Nona mengaku salah saja daripada menuduh seenaknya" celetuk bapak tua separuh baya itu.

"Sudah, sudah. Begini saja, ada bagian yang luka atau tidak? Biar kuantar berobat" lerai si cowok bertubuh jangkung bergamis itu.

"Sudah, tak perlu! Aku sedang terburu-buru tak ada waktu. Aku sedang ada janji jam 7 sebenarnya" kataku sedikit jutek. Bagaimana tidak? Ini sudah hampir jam delapan!

"Janji? Oh ya sudah, pakai saja taxiku. Kukira menepati janji lebih penting. Sudah langsung masuk saja. Biar kucari lainnya"

Serius? Laki-laki di depanku ini bukan lagi seorang pangeran, tapi malaikat! Bagaimana mungkin dia rela mengalah untuk memberikan taxinya untukku, sedangkan malam minggu ini sangat sulit untuk menjumpai taxi kosong. Tunggu, jangan mudah terpengaruh dengan sikap manis lelaki. Kebanyakan dari mereka pembual, bukan? Urgh.

Ustadz di TV ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang