Bukit Ilalang

42 5 0
                                    

Lagi lagi Vika terbangun dengan keringat yang hampir membasahi seluruh tubuhnya. Baiklah, ini adalah mimpinya yang ke 3 kali seusai ia menunaikan sholat istikhorohnya. Sebuah tasbih masih berada digenggamannya. Kini ia yakin siapa yang harus benar benar dipilihnya. Dan pada sore menjelang senja nanti, Vika memenuhi janjinya untuk memberi jawaban hatinya pada Ibnu.

Namun sepertinya ada suatu kegundahan dihatinya. Hampir sama seperti ia memberi jawaban pada Candra kala itu. Ia berkali kali beristighfar untuk menenangkan hatinya dari risau tanpa sebab.

****

Vika masih melamun ia memikirkan banyak hal dalam fikirannya. Ditaman kampus itu ia duduk seperti biasa diayunan ketika kelas sedang kosong. Tasbih digital ia kenakan dijarinya.

"Lailahaila anta subhanaka inni kuntu minaddzoolimiin"

Tak henti hentinya ia mengucap kalimat itu. Jujur ia takut akan ada sesuatu yang kurang baik menimpa hari ini. Sampai dirasa ia menggigit kedua bibirnya sendiri. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam kantong. Apa sebaiknya ia telepon saja Ibnu.

"Bismillahirrohmanirrohiim" ucapnya yakin

Vika menghubungi Ibnu karena ia sudah tidak bisa menahan gundah dalam hatinya. Lama sekali Ibnu tidak mengangkat panggilannya. Hingga suara berat menjawab terdengar dari ponsel Vika.

"Assalamu'alaikum halo Vika"

"Wa'alaikumussalaam, mas Ibnu ?"

"Iya, ada sesuatu ?"

"Mas Ibnu sekarang dimana ? Semua baik baik saja ?"

"Aku dirumah, ada apa ?"

"Alhamdulillah, syukurlah"

"Kenapa ? Kamu cemas ?"

Vika terdiam cukup lama hingga Ibnu bertanya kembali

"Vika ? Apa ada sesuatu ?"

"Mas apa sebaiknya Vika jawab sekarang ?"

Sekarang giliran Ibnu yang terdiam

"Kenapa ?"

"Entah kenapa Vika rasa cemas dari tadi malam. Apa boleh Vika menjawab sekarang ? Tidak usah menunggu sore nanti"

"Baiklah, toh semakin cepat semakin baik. Tapi saya mau kita bertemu secara langsung"

"Tidak bisakah dipanggilan ini saja ?"

"Afwan Vika.. entah apapun jawabanmu, kuharap bisa mendengarnya secara langsung"

"Apa bisa kita bertemu ditempat lain selain taman keluarga ?"

"Memangnya ada apa disana ?"

"Tempat itu mengingatkan Vika tentang sesuatu yang tidak baik mas"

"Baiklah kalau begitu, dimana tempat yang kamu inginkan ?"

"Bukit ilalang"

****

Ibnu memandangi ponselnya. Ia tak percaya Vika menelponnya. Apa yang dia rasakan ? Mengapa Vika sama cemasnya dengan ia sekarang. Dari tadi malam ia sangat kesulitan untuk memejamkan matanya. Ia segera mengeluarkan sesuatu dilaci meja kamarnya. Sebuah kotak kecil dengan cincin emas didalamnya. Cincin yang dulu pernah ia ingin berikan pada Safira.

Tak ingin membuang waktu, Ibnu segera bersiap siap untuk datang menemui Vika. Pagi itu sedikit mendung, ia berharap tidak akan turun hujan.

Dijalan ia mempercepat laju motornya. Perasaan cemasnya kembali datang. Ia tidak fokus ke jalan, melainkan Vika. Beberapa kali ia mengerem mendadak karena keteledorannya. Ia memperlambat sekarang, takut jika sesuatu yang tidak baik terjadi karena tidak fokus.

Cinta Diakhir Tasbih (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang