penegasan

350 11 0
                                    

       Suara langkah kaki anggun itu terdengar indah bagi siapa saja yang mendengarnya. Namun sayang danau itu terlalu sepi. Hanya ilalang nan tertiup angin yang sedikit menyamarkan suara langkah kaki diatas kayu jembatan yg ada dipinggir danau itu. Ia sadar jika mungkin kurang cocok mengikuti acara reuni itu. Walaupun tujuannya ingin menjalin tali silaturahmi dengan teman sekelasnya dulu. Tetapi jika dilihat dari apa yg ia kenakan sekarang, maka alangkah baiknya jika ia mengurungkan niak baiknya.

       Sebuah earphone ia pasang setelah ia duduk diujung jembatan yg menjorok hmpir ke tengah danau itu. Sepatunya hampir mengenai air danau yg berada tepat dibawahnya.

       Lagu "vexento" berjudul "now" sedang ia putar sekarang. ia masih belum bisa menjauh dari musik dengan mudah karena bisa dibilang musik adalah pelariannya setelah Allah ketika ia sedang menghadapi masalah. Ya dia hanya manusia biasa. Walaupun pakaian yang ia kenakan sekarang serba tertutup bahkan hampir diseluruh wajahnya.
Perlahan namun tenang, angin kembali membuat gamis hijau muda gadis itu sedikit berkibar.

       Tenang sekali sore itu, menjauh dari keramaian teman-temannya yang sedang bersenda gurau di Villa. Entah sejak kapan ia menyukai kesunyian. Walaupun sebenarnya ia tidak menginginkannya.

        Terdengar suara langkah kaki dibelakangnya. Walau ia sedang mendengarkan musik, derik kayu tua itu terasa sekali akan seseorang yang mendekat. Spontan ia menoleh kebelakang dan melepas earphonenya

"Candra !?"

"Kamu ngapain disini ? Menghindar ya !? Kalau iya setidaknya jangan terlalu keliatan dong"

"Lah enggak.. apaan !? Males aja disana jawab pertanyaan konyol si Iman"

"Soal Jabir ? Atau.. Aku ?"

"Bukan kalian berdua! pede bener"

"Yakin ?"

"Iya !! Kamu lagian ngapain kesini ? Nanti mereka lihat terus salah faham gimana ?" celoteh Vika sedikit ngusir

"Memang apa yang mereka fikirkan tentang kita ?"

       Vika tak menjawab, dia terlihat canggung Candra ada didekatnya sekarang, Lelaki pujaan hatinya. Dikeheningan yang cukup lama, kemudian Candra memulai percakapannya lagi. Namun kali ini ia ikut duduk membelakangi punggung Vika. Karena ia tau harus berjaga jarak dengan wanita bercadar didekatnya itu.

"Aku bukannya menyusulmu kesini. Tadi aku juga kurang nyaman berada disana. Aku juga kurang suka terlalu berbaur antara laki-laki & perempuan"

"Terus, apa bedanya ? Disini ada perempuan kan !?" potong Vika. Lalu Candra menatapnya sambil tersenyum

"Iya maaf, sebenarnya aku juga mau ngomong sesuatu. Enggak lama kok, boleh ?" tanya Candra

"Mau ngomong apa ?"

"Kamu marah dengan ucapanku dulu ?"

"Tentang apa ?" vika menatapnya

"Yang aku bilang di chat sebelumnya"

       Lagi lagi Vika tak menjawab. Lebih tepatnya ia bingung ingin menjawab apa.

"Vi !?"

"Enggak.. ! Aku udah lupain masalah itu" tegas Vika

"Hm, begitu ? Kalaupun marah itu pantas bagiku. Karena jujur bukannya tidak mau segera menghalalkanmu. Namun aku masih belum mempunyai bekal yg cukup. Disamping itu aku juga gak ingin kau menungguku yang tidak bisa memberikan kepastian"

       Candra menunggu tanggapan Vika. Namun Vika hanya melihat danau dengan diam tak berkomentar. Candra menghembuskan nafas panjangnya.

"Kata Fauzan, kamu sering curhat sama dia ya ?"

Cinta Diakhir Tasbih (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang