1. Kabar

482 37 6
                                    

Happy reading







1997

Jenina termenung di tempatnya berdiri. Dengan pakaian serba hitam dari atas hingga bawah. Kesedihan mengelilingi sekitarnya.
Semua orang berkumpul di pemakaman, memakamkan beberapa anggota keluarga yang mati karena dibunuh.

Jenina rasanya tidak mampu tersenyum, disaat papi, mami dan adik lelakinya menjadi korban yang dibunuh pada malam itu. Tak terkecuali putranya yang baru dilahirkan yang baru menginjak satu bulan itu tak luput dari kekejaman satu orang.

"Je, aku harap kamu bisa tabah..." Saudara iparnya mencoba menguatkannya walau jenina tau, mungkin kabar ini adalah kabar bahagia bagi beberapa orang. Siapa yang bisa kamu percaya disaat seperti ini?

















"Kasus ini terpaksa ditutup, tidak ada satupun bukti yang merujuk pada sosok pembunuh. Keadaan saat itu tengah pesta...ada banyak yang datang."

Jenina menahan kecewa mendengar kabar yang disampaikan oleh kaki tangan suaminya. Ibu dan ayah mertuanya menghela nafas gusar.. penyelidikan sudah berlangsung sangat lama namun belum menghasilkan apapun.

Terivantio terpaksa menyerah...









Jenina menatap satu persatu baju bayinya. Dia tidak mampu menangis, jiwanya tersakiti dengan takdir ini. Siapa yang tidak akan depresi saat hampir seluruh keluarganya dibunuh?

Bahkan bayinya yang belum melakukan dosa apapun.

"Aku bahkan baru dua kali belajar memandikan bayiku. Dona...katakan padaku bagaimana anakku itu?" Jenina mencoba mengingat kembali akan sosok anaknya bersama pengasuh. Dona juga tak kalah sedih, wanita muda itu begitu menyanyangi anak asuhnya.

"Dia punya tanda lahir hitam di leher sebelah kanannya. Dia...juga punya tahi lalat diujung matanya..begitu indah."

Sebenarnya yang paling menyayat hati jenina dan gevon, suaminya. Adalah mayat bayi mereka tidak ditemukan dimanapun. Pencarian selama tiga bulan hanyalah percuma..

Jenina terdiam, menunduk dan kembali menangis meracau memanggil nama putranya itu. Semua terasa amat sangat pahit untuknya.









17 tahun kemudian....


"Salam nyonya jenina, nyonya tua memanggil anda ke ruangannya." Jenina yang sedang berbicara dengan pelayannya pun mengerutkan kening. Apa yang akan ibu mertuanya katakan?

"Baik, aku segera kesana."

Kakinya melangkah jauh menuju ruangan ibu mertuanya. Sebenarnya jenina bukan menantu yang mempunyai banyak waktu menghabiskan waktu mengobrol dengan sang mertua. Wajar jika ia selalu canggung dan was-was menemui wanita tua itu..

Apalagi Nyonya Tua dari keluarga ini, Keluarga Terivantio dikenal akan sikap tegas, dingin dan sangat terikat tradisi. Menjadi menantu pertama seharusnya adalah kesempatan jenina untuk menjadi menantu kesayangan, namun ya...jenina bukan wanita yang memperdulikan status dihadapan siapapun.

"Salam ibu....ada perlu apa ibu memanggil menantu ini kesini?" Salamnya dengan sopan sambil sedikit membungkuk. Wanita dengan wajah cantik nan tegas walau sudah termakan usia. Sejauh ini Nyonya tua Helena Terivantio yang memegang penuh kekuasaan di keluarga ini. Dia teramat sangat dihormati.

"Kamu sepertinya tau sekarang tanggal apa menantu." Helena menyesap sedikit teh dari cangkir mahalnya itu.

14 Februari

Jenina meremat samping dressnya. "hari ini kamu harus menghadiri acara amal bukan?"

"Aku meminta adik ipar Vinka untuk menggantikan aku. Ibu tau, aku tidak ingin kemana-mana ditanggal ini..."

The lost Heir : Season 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang