10. 1 | 9

149 26 4
                                    

Happy reading





"Terimakasih." ucap jevon kepada karel. Sedikit tidak menyangka jika karel satu sekolah dengannya. Kalau tahu begini jevon lebih merasa senang.

"Klasik, perang saudara." Komentar karel dengan apa yang baru saja terjadi. Jevon terkekeh kemudian. Sedikit menampilkan senyum canggung.

"Aku tidak ada niat melawan adik-adikku."

Lalu bergantian dengan tawa dari karel. "Gw bersumpah lo akan menarik kata-kata itu ga lama lagi."

Karel menepuk lengan jevon pelan.
Lalu pergi begitu saja meninggalkan jevon disana. Ditengah lorong didepan uks.








......



Jenina, dia tidak mungkin hanya akan diam saja. Sudah cukup baginya kehilangan waktu selama tujuh belas tahun dalam keterpurukan.

Jenina menatap ke satu album foto, selembar foto yang akan memantik sebuah api yang mungkin akan memancing badai.

Jenina menoleh begitu mendengar suara pintu yang terbuka, senyumannya melebar kala jevon memasuki ruangan. Masih memakai seragam sekolahnya.

"Ada apa?"

Pertanyaan jevon tidak dijawab melainkan jenina memeluk putranya itu. Selalu. Tidak dilewatkan sedikitpun jenina untuk memeluk jevon-nya.

"Apa kamu sayang pada mama?"

Jevon berbohong, ia mengangguk saja. Tapi reaksi dari jenina benar-benar kelewat marah. Jevon tidak mau menjawab jujur dan itu melukai hati jenina.

"Ma.. aku ada pelatihan golf sebentar lagi. Bisa lepaskan?"

Jenina menggeleng. "Sepertinya kamu akan bolos di hari pertama kamu."

"Kenapa?"

"Boleh mama tanya sekali lagi?"

Lagi dan lagi jevon hanya mengangguk.
"Kalau sesuatu yang buruk terjadi pada mama, apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan mencari tahu kenapa."

Jenina melepaskan pelukannya. "Baiklah, semua sudah jelas."

Jenina menepuk pundak anaknya dan pergi dari ruangan itu, jevon melihat ke arah jenina. Apa maksudnya tadi?
Dan tiba-tiba saja perasaan jevon diliputi rasa tidak tenang.

Jevon berlari keluar dari ruangan, melempar tasnya sembarang arah dan melepas jaket seragamnya dan memilih menahan jenina. Namun jenina menghilang entah kemana.

Dia pun bertanya kepada penjaga namun tidak satupun ada yang menjawabnya.

"Kalau kalian tidak ada yang mau menjawab, aku akan kabur."

Para penjaga masih belum ada yang mau membuka mulut mereka. Akhirnya dengan bermodalkan nekat, jevon keluar dari kawasan mansionnya. Mengandalkan kakinya..

Tangannya sembari merogoh kantongnya, mengambil handphone dan menghubungi seseorang yang saat ini ia khawatirkan.

Jevon terpaksa berhenti didepan toko buku, masih menunggu jawaban dari telpon. Tangan sebelah kanannya meremat dadanya yang sakit. Nafas jevon tersengal-sengal. Menumpukan tangannya dibangku yang ada didepan toko.

"Please ma.. jawab." ucapnya. Wajahnya sudah berkeringat dan masih menahan sakit dan ngilu pada jantungnya.

"Kalau sesuatu yang buruk terjadi pada mama, apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan mencari tahu kenapa."

Memaksakan tubuhnya jevon mendatangi satu-persatu restoran yang ia ketahui arisya bekerja disana. Namun nihil, mereka bilang arisya sudah tidak bekerja.

The lost Heir : Season 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang