3. Harapan

192 34 2
                                    

Happy reading


Malam semakin dingin. Jevon tidak punya jaket lebih untuk bisa ia pakai, jaket satu-satunya sedang basah dirumah. Dirinya sekarang sedang duduk di bangku taman pinggir kota dimana didepannya ada sungai yang membentang.

Hari ini....masih hari ulangtahunnya kan?

Jevon mencabut sebuah bunga kecil dari rumput disana, memandang bunga itu dengan tatapan penuh harap.
"Orang bilang diumur 17 adalah umur yang spesial. Jika boleh aku meminta Tuhan, aku mau kehidupanku berubah. Amin."

Entah, jevon tidak mengerti apa maksud dibalik kata perubahan yang ia ucapkan. Jevon menyentuh perutnya yang berbunyi, ia belum makan malam dan juga belum meminum obatnya. Berdiri jevon membawa sepedanya dan segera pulang.

Tidak sabar dirinya makan malam bersama dengan arisya.





"Aku pulang.." dari arah dapur arisya datang dengan celemeknya. Sepertinya ia habis menghangatkan sayur ayam dan jagung untuk makan malamnya.

"Lihat anakku sudah pulang, ga sabar makan malam, kamu mandi dulu baru habis itu makan ya?mama tunggu."

Jevon mengangguk, ia kemudian langsung menuju kamarnya. Apartementnya tidaklah luas, terbilang sempit dan biasa saja. Untungnya arisya adalah wanita yang rapih dan pintar menata barang. Apartment yang sempit ini jadi terasa nyaman.

Selepas bersih-bersih jevon mendatangi arisya, bahkan mereka tidak mempunyai meja makan jadi harus memakai meja kecil untuk menampung lauk pauk yang ada.

"Tadi sore mama dapat telepon dari guru kamu. Dia bilang ada orang yang mau sponsori kamu.."

Jevon menghentikan kunyahannya.
"Bukankah masih ada beasiswa?"

Arisya menggeleng. "Orang itu memaksa, dan katanya besok siang mau bertemu dengan mama. Siapa ya agaknya?"

"Selalu beritahu aku jika ada apapun. Aku akan segera datang ke mama.." ucap jevon dengan wajah seriusnya, menjadi anak satu-satunya dan hanya tinggal berdua membuat jevon harus siap dengan keadaan,siatusi atau masalah apapun yang menyangkut arisya. Arisya sudah sangat berjasa kepada dirinya.

"Baiklah, ayo habiskan. Minum obat dan istirahat sebentar, jangan begadang dengan tugasmu.."





Jevon tidak mendengarkan kata-kata arisya, anak itu begadang dengan tugas-tugasnya. Dia harus tetap menjadi anak yang berprestasi untuk mendapatkan beasiswa ke tahun depan dan untuk universitas.

Jevon anak yang gemar mendengarkan lagu dan menulis isi pikirannya. Rencana-rencana masa depannya. Tidak tau mengapa jevon tidak pernah bisa tidur cepat, padahal tubuhnya sudah lelah ingin diistirahatkan namun tidak dengan otaknya masih senang memikirkan banyak hal. Dari hal penting sampai tidak penting sekalipun.

"Harus tidur, jangan menyusahkan dirimu sendiri jevon.."guman jevon kepada dirinya sendiri agar mau tertidur. Ia sudah menarik selimut se dada. Kasur kecilnya berdempetan dengan jendela jadi ketika ia menoleh ke kanan, ia bisa lihat keadaan luar dengan jendela itu. Tapi kini jendelanya tertutup oleh tirai. Entah perasaan darimana, jevon ingin sekali menarik tirainya dan melihat luar.

Memutuskan duduk, tangannya terangkat untuk menarik membuka tirainya sedikit, mengintip keadaan diluar. Apartementnya ada di lantai dua jadi tidak tinggi. Tapi ada satu objek yang berhasil ditangkap matanya. Memastikan bahwa apa yang dilihatnya tidak salah. Ia melihat ada seseorang berjas hitam tepat memandang ke arahnya dengan memegang payung hitam. Jevon tidak bisa melihat wajahnya karena ia menggunakan kacamata hitam.

Cepat-cepat jevon menutup tirainya kembali.
"Dia pasti memandang ke arah lain,kan?" Gumamnya meyakinkan diri. Tidak mau berpikiran buruk jevon segera memaksakan dirinya untuk tidur.



The lost Heir : Season 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang