08. Nix

28 10 2
                                    

Jakarta, 15 juni 2025

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 15 juni 2025

Tertulis pada tengah malam tepat setelah aku tiba dirumah disaat hujan redah. Hari minggu, dengan awan hitam mendung dimalam hari dan suhu udara yang cukup dingin hanya saja malam itu ramai, oh jangan lupakan bulan sabit yang bersinar waktu itu.

15 Juni 2025 terhitung 55 hari setelah Huang Renjun menghilang bagai ditelan bumi, 55 hari terasa cukup lama untuk kembali mengingat pada tanggal 22 April yang lalu, tanpa kabar tanpa berita merupakan hari yang cukup melelahkan untuk tetap bertahan sendiri dan terus kesepian.

Malam itu tanpa suara burung hantu yang mencekam atau angin sepoi-sepoi yang akan menerbangkan anak rambutmu. Namanya Nix, dia bilang kedua orang tuanya sangat terobsesi dengan mitologi Yunani sehingga mereka memutuskan untuk memberi anak kedua mereka dengan nama Nix terinspirasi dari Niks sang dewi malam dalam mitologi Yunani.

"Hai, boleh aku duduk disini? Aku Nix anggap saja anak Pak Lurah meskipun bukan, tapi dulu ayah bilang dia ingin menyalonkan diri menjadi Lurah jika Mama tidak melarangnya karena takut ayah kecantol sama sekertaris desa"

Dia gadis yang cukup manis dengan rambut hitam sebahu dan jangan lupakan senyuman dengan lesung pipit diantara kedua pipinya, sangat manis. Aku bahkan merasa senyumku tak akan semanis itu.

Peredaran dalam lingkup sempit dengan waktu yang lama cukup membuat aku merasa muak dengan semua yang ada, ya anggap saja aku tidak bisa melewati ini sendiri tanpa Renjun, rasanya ruang gerakku semakin sempit dan pengap.

Ibu bilang para pemuda membuat acara nonton bersama dalam konteks layar tancap di salah satu lapangan luas dekat kantor desa, ditahun 2025 siapa yang akan mendengar suara pekik dari layar tancap yang menontonnya hanya dengan duduk di atas hamparan koran atau kardus mungkin jika mau kau bisa membawa alas sendiri dari rumah, oh jangan lupakan juga kacang rebus sebagai cemilan saat nonton.

Aku yakin orang-orang sekarang akan lebih memilih untuk menonton di rumah atau di bioskop dibandingkan dengan menonton layar tancap yang akan menjadikan diri sendiri sebagai santapan nyamuk dan suhu yang cukup ekstrem pada malam hari, tapi aku rasa itu tidak terlalu buruk karena hujan belum turun, meskipun begitu aku yakin kalian akan suka dengan suasana dan sensasi keramaian ini.

Malam itu aku memutuskan untuk datang meski hanya seorang diri, berbekal potongan koran ayah yang kemarin aku duduk diatara kerumunan orang yang mulai berdatangan, merasa sepi diantara keramaian ternyata tak seburuk yang aku kira atau mungkin karena memang sudah terbiasa, meski tak berlangsung lama karena Nix meminta untuk bergabung.

"Kau tahu Rhea, aku lebih suka berbicara aku-kamu dengan formal dibandingkan lo-gue meski dibilang tidak gaul tapi tetap saja Mama bilang budaya kita mengajarkan kesopanan dan Mama tidak suka jika aku ikut terbawa pergaulan"

Nix terus bercerita tentang dirinya dan semua larangan Mamanya saat film terus berjalan, bahkan kami sama sekali tidak memperhatikan layar putih yang dipajang didepan. Aku hanya merasa seperti mendapatkan teman saat itu, gadis dengan lesung pipit yang manis dan sekarang dia adalah temanku. Nix bilang dia sulit mendapatkan teman hanya karena semua orang menganggapnya berbeda, padahal berbeda bukan berarti buruk bukan? Hanya saja kamu terlalu spesial.

Diary Rhea 134340 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang