Tarung 22

6 0 0
                                    

Zamaro berjalan-jalan disekitar kota Lore, petarung misterius itu hanya memperhatikan keadaan sekitar kota, tak sengaja dia bertemu Lexar dan guru Kitto yang sedang berlari pagi.

"Kau Zamaro kan?"Tanya Lexar.

"Ya" Jawabnya singkat.

Kemudian mereka terdiam.

"Aku pergi dulu" Kata Zamaro yang berjalan dengan pelan.

"Siapapun dia, yang jelas dia telah memberikan pelajaran pada lawannya yang sembarangan membawa nama agama untuk kegiatannya" Kata Guru Kitto.

"Iya guru, terus terang saja, auranya sangat mengerikan" Kata Lexar dengan suara  yang masih kaku setelah mendengar Zamaro berbicara.

"Ya, aku rasa Zergi juga merasakan hal tersebut" Kata Guru Kitto yang masih memperhatikan Zamaro yang berjalan dengan pelan.

Saat berjalan Zamaro mengeluarkan sebuah liontin dan membukanya.

7 Tahun yang lalu....

"Maro" Seorang gadis muda menghampiri Zamaro yang sedang membaca buku.

"Halo Karone" Jawabnya dengan ramah.

"Kau sedang membaca buku apa?" Tanyanya dengan rasa penasaran.

"Buku tanaman, kan besok ada praktek menanam benih pohon" Zamaro masih saja memperhatikan buku tersebut dengan serius.

"Oh begitu" Karone kemudian mendekat, lalu merebut buku itu dan dengan cepat dia berlari sambil tertawa.

"Ayolah Karone, besok ada praktek, aku harus belajar" Zamaro kemudian mengejarnya.

"Ayo sini rebut" Sahut gadis itu sambil menjulurkan lidah.

Kemudian kedua orang ini saling berkejar-kejaran di taman itu.

Keesokan harinya.

"Untung hari ini prakteknya lancar" Kata Zamaro yang baru keluar dari ruang kelasnya.

"Iya, jadi tidak percuma kita berkejar-kejaran kemarin" Kata Karone yang berusaha menggoda Zamaro.

"Lain kali aku baca buku di rumah saja" Kata Zamaro yang tatapan matanya fokus menghadap ke jalan.

"Hari ini ayo kita ke pasar dulu sebelum pulang ke rumah" Karone lalu menarik tangannya untuk diajak secara "paksa" ke pasar yang letaknya tidak jauh dari sekolah.

Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, mereka pulang melalui lorong-lorong kecil untuk mempersingkat waktu, beberapa orang dengan penampilan yang mengerikan sedang menghabiskan waktu di pinggiran lorong tersebut. Zamaro tidak sengaja mengenai kaki salah satu dari mereka.

"Maaf" Kata Zamaro dengan rasa takut.

"Maaf katamu? minumanku tumpah karena kaget, ayo kita selesaikan ini anak muda" Kata salah satu dari mereka sambil mengeluarkan sebuah pisau dari saku celananya.

Zamaro melangkah mundur karena ketakutan. Pria tersebut kemudian mengarahkan pisau itu ke arahnya namun Karone menghalangi sehingga pisau itu tertancap di perutnya dan secara perlahan darah keluar dari perut gadis itu. 

"Karone!" Teriak Zamaro saat melihat gadis itu tersungkur.

Segera Zamaro menggendong gadis itu menuju rumah sakit dengan dibantu beberapa rekan dari pelaku penusukan.

"Kau bodoh, pisau yang kita miliki hanya untuk mengancam para petinggi perusahaan yang semena-mena terhadap bawahannya" Seorang   pria memarahi si pelaku.

"Jangan banyak omong" Kata pria tersebut sambil memukul rekannya dan berlari karena takut diserahkan ke kantor polisi.

"Sialan, dia kabur, kalian pastikan anak yang tadi sudah tiba di rumah sakit terdekat atau belum" Kata pria yang merupakan pimpinan dari kelompok tersebut.

Beberapa saat kemudian Zamaro dan yang lainnya telah tiba di rumah sakit terdekat. Tak lama setelah Karone sedang ditangani, kedua orang tuanya datang setelah dihubungi oleh Zamaro. Mereka semua dengan cemas menanti kabar dari dokter, kemudian dokter keluar bersama para perawat dan menemui mereka.

"Ambillah waktu untuk berbicara dengannya, besar kemungkinan ini saat terakhirnya, kami sudah menambahkan darah, tapi itu hanya akan membantu sementara" Jawab dokter tersebut dengan nada yang penuh dengan rasa empati.

"Ayah...ibu...maaf aku ke pasar untuk membeli kado untuk pernikahan kalian tanpa memberi tahu...." Kata Karone dengan suara yang pelan.

"Tidak apa-apa sayang" Kata Ayahnya sambil menahan air mata, namun ibunya tidak sanggup berkata apapun saat mendengar suara anaknya.

"Maro, terima kasih karena......" Belum sempat dirinya meneruskan kalimat itu tiba-tiba jantungnya mulai melemah, dengan segera alat indikator berbunyi dengan keras dan para dokter serta perawat memasuki ruang perawatan, namun usaha itu sia-sia, Karone telah pergi untuk selamanya.

Hari pemakaman.....

Seluruh guru serta siswa menghadiri pemakaman Karone, seusai pendeta menutup kegiatan dengan doa, perlahan-lahan para pelayat membubarkan diri, tanpa terasa hanya Zamaro dan kedua orang tua Karone yang masih ada di situ.

"Kau mau pulang sendiri atau kami antarkan" Tanya Ibu Karone.

"Aku pulang sendiri saja" Jawab Zamaro dengan nada yang masih menunjukkan kesedihannya.

"Baiklah, ini buku harian milik Karone, semua hanya berisi tentangmu, aku rasa dirimulah yang pantas menerimanya" Kata wanita itu sambil tersenyum dan pergi bersama suaminya.

Setelah kedua orang tua Karone pergi, dirinya membuka buku harian itu serta membacanya dan setelah selesai membacanya, barulah Zamaro mengerti tentang perilaku Karone yang merupakan tanda cinta dari dirinya pertama kali berkenalan dan dia akhirnya sadar bahwa selama ini dia juga mencintai gadis itu,  dengan segera dia memasukkan buku harian itu ke dalam tas kecil miliknya dan menuju suatu tempat.

"Dimana pria yang menusuk seorang gadis kemarin sore di tempat ini?" Tanya Zamaro dengan nada tinggi.

"Aku tidak tahu, tapi mungkin aku bisa memberitahu dimana kira-kira kau bisa menemuinya" Kata salah satu wanita di tempat itu.

Setelah mendapatkan informasi mengenai tempat itu, dirinya segera menuju ke tempat yang diberitahukan. Selagi dirinya pergi, pemimpin dari pelaku penusukan tiba di lorong kecil tersebut dan dirinya diberitahu mengenai kedatangan Zamaro tadi.

"Bodoh, kenapa kau beritahu, ini bisa menjadi masalah besar, biarkan polisi yang mengurus kasus ini" Kemudian pria tersebut segera menyusul Zamaro, namun setelah tiba dirinya dikagetkan dengan sebuah kejadian yang mengerikan, pelaku penusukan tersebut dibantai secara brutal oleh Zamaro, bahkan goresan-goresan pisau yang ada di tubuh Zamaro nampak tidak dirasakan olehnya, hal itu terjadi karena ada dendam di hatinya. Dirinya kemudian  menginjak kepala pelaku penusukan itu dan sejenak melepaskannya, namun kemudian sebuah tendangan menghampiri kepala pelaku tersebut dan menyebabkannya tewas. Tak lama kemudian polisi datang dan mengamankannya, namun diputuskan bahwa dia tidak bersalah karena kondisi psikisnya yang memang sedang tidak baik dan ditambah lagi orang yang mati di tangannya adalah seorang pelaku pembunuhan yang memang sedang diincar. Sejak saat itu Zamaro berubah menjadi orang dengan ekspresi dingin dan dengan rutin dia berlatih tarung untuk melampiaskan emosi dan kesedihannya setiap kali mengingat Karone.

Kembali ke masa kini...

"Seandainya kau ada di sini...Karone..." Katanya dengan sedih dan sedikit mengeluarkan air mata sambil memperhatikan foto di dalam liontin tersebut dan terduduk di sebuah taman tempat dia dan Karone biasa duduk.

Bersambung....

Tarung (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang