- Kedatangannya -

21 5 0
                                    

"Heh ...."

Dilfa langsung mundur kebelakang. Ia benar-benar sangat terkejut dan panik. Matanya terbelalak tidak percaya melihat pemandangan yang ia saksikan saat ini.

"Tenang gadis kecil, aku tak berniat mencelakaimu," tutur orang itu sembari mengulurkan tangannya pada Dilfa.

"Siapa kau?!" pekik Dilfa yang ketakutan.

Orang tersebut tertawa dengan keras, ia mengeluarkan sebuah alat aneh dari kantongnya. "Sepertinya kau tak ingin di ajak bicara."

Cahaya kilat seperti petir menyambar tubuh Dilfa, sesaat setelah orang itu menekan tombol di alat aneh yang ia keluarkan tadi. Sebelum kehilangan kesadaran, Dilfa mendengar suara seseorang yang sangat ia kenal.

"T-tolong ...." Hanya kalimat itu yang mampu ia ucapkan. Hingga akhirnya dia pingsan.

"Dilfa! Dilfa!" teriakan seseorang berhasil membangunkannya.

"Aku ada dimana?" tanyanya kebingungan.

"Kau ada di ruanganmu sendiri," jawab Masuta orang yang berteriak memanggil nama Dilfa tadi.

"Eh, bukankah aku sedang ada di hutan."

"Sejak kapan kau ada di hutan, sejak kemarin kau tidur terus di dalam kamar."

"Sebentar, bukankah aku sedang dalam pencarian kalung bumi kemarin," batin Dilfa.

"Sudahlah segera bangun dan ganti baju, sebentar lagi sarapannya siap," titah Masuta sambil mendorong tubuh Dilfa menuju kearah kamar mandi.

"Sarapan, apa itu?"

"Kau tidak tau sarapan? Itu semacam acara makan-makan pagi."

"Wah, makan!"

Dilfa sebenarnya ingin langsung berlari kearah meja makan tapi di hadang oleh Masuta. "Ayolah, biarkan aku makan."

Setelah di seret oleh temannya, Dilfa akhirnya mau mandi juga. Biasanya ia tidak mandi, karena dia hidup di jalanan. Mandi pun hanya 3 hari sekali, di tempat pemandian umum.

"Makan!!" pekiknya sambil memakan nasi goreng buatan chef yang ada di sana.

"Dasar orang kampung," ejek Arkan yang duduk di depan meja Dilfa dan Masuta.

Karena jengkel, Dilfa pun membalas ejekan Arkan dengan mengambil air jus miliknya. "Woy, punyaku."

Tapi, sudah terlambat jus itu kini sudah berada di dalam perut Dilfa. "Segar sekali."

"Ambilkan lagi jus yang sama, atau akan ku paksa kau untuk memuntahkannya," ucap Arkan geram.

"Heh, gak mau."

Dilfa melesat pergi karena nasi gorengnya juga sudah habis, meninggalkan Masuta sendirian yang sedang sibuk bermain game di handphone.

"Perempuan kurang ajar!" pekik Arkan kesal.

"Hahah, baru kali ini gue lihat lo sekesal itu."

Setelah menertawakan temannya, Ikham pun pergi dan menghampiri Masuta yang sedang serius bermain game. "Kenapa teman-temanmu itu selalu membuat masalah yang sama dengan orang yang sama. Apa dia akan menjadi Selena yang kedua," bisiknya di telinga Masuta.

"Hentikan, kau menjijikkan! Menjauhlah dariku bagaimana pun juga dia adalah Dilfa, wajahnya saja yang mirip," elak Masuta kesal. Dia langsung berlari meninggalkan Ikham dan menghentikan gamenya.

"Kenapa kau masih berhubungan dengan temannya Selena?" tanya Arkan menatap Ikham curiga.

"Aku cuman bertanya tentang sesuatu yang sepertinya tak perlu kau ketahui," jawab Ikham singkat.

Ikham kemudian melangkah pergi, meninggalkan Arkan yang kebingungan. "Sudahlah, punya temen pada aneh semua," cicit Arkan yang kesal.

"Hari ini lo pergi sama gue," tutur Masuta sambil menunjuk wajah Dilfa.

"Okey, kapten."

Setelah persiapan yang begitu lama, akhirnya Masuta keluar juga dari dalam kamarnya. Entah apa yang dia lakukan sedari tadi. Dilfa sampai bosan karena menunggunya terlalu lama.

"Kamu ngapain sih dari tadi?" tanya Dilfa penasaran.

"Mandi dan ganti pakaian aja," jawab Masuta singkat.

"Kok lama ba-"

Masuta langsung menutup mulut Dilfa, ia mendengar langkah kaki seseorang mendekati ruangan kamar mereka berdua. Dan suara langkah kakinya terlalu besar untuk seorang manusia.

"Sembunyi di sini," cicit Masuta sambil menyeret Dilfa ke bawah tanah.

Dilfa yang jiwa keponya tidak hilang masih saja sempat bertanya tentang tempat yang mereka gunakan untuk bersembunyi saat ini. "Ano, masuta ini tempat apa?"

"Tempat ini di gunakan para anggota untuk kabur jikalau mereka dalam bahaya," jawab Masuta sambil terus mengawasi sesuatu yang bergerak ke arah kamar Dilfa saat ini.

"Kenapa kita bersembunyi, kan tidak ada bahaya."

"Pertanyaan macam apa itu! Ada sesuatu yang mendekat kearah kamarmu, langkah kakinya terdengar sangat keras. Tak mungkin manusia bi--" ucapan masuta terhenti. Matanya terbelalak kaget. Ia tak bisa menggerakkan tubuhnya.

"Di-di belakang mu!" teriak Masuta yang membuat Dilfa langsung menoleh kearah belakang tubuhnya.

"Siapa kau?" tanya Dilfa pada makhluk yang berwujud seperti parasit itu.

"Kau seperti kami," ujar parasit menjijikan itu.

"Lepaskan!!"

"Tolong, siapapun tolong!"

Tiba-tiba saja tubuh parasit itu mengeluarkan api. Membuat Dilfa dan Masuta bertambah kaget. "Kau yang melakukannya Dif."

Dilfa menggeleng dan menunjuk seseorang yang seperti bayangan mendekat kearah mereka berdua. Semakin orang itu mendekat, hawa di sekitarnya berubah menjadi panas.

"Kau Dilfa Yuhanna, pelanggar takdir kematian dan menjadi parasit di tubuh manusia yang harusnya juga sudah mati," jelas orang itu tiba-tiba membuat Dilfa kebingungan.

"Apa maksdmu?!" tanya Dilfa bingung.

"Dasar manusia, di jelaskan baik-baik malah nyolot," gerutu orang itu sambil menyikap penutup kepala yang ia pakai. Lalu tampaklah wajah laki-laki yang tampan dan rupawan bak seorang pangeran jika di lihat dari samping.

"Kau itu melanggar hukum takdir. Jadi kau akan di hukum, tapi karena kau mengikuti sayembara ini kami terpaksa menunda hukumanmu."

"Apa yang telah aku langgar sampai harus di hukum?" tanya Dilfa ketakutan.

Orang tersebut tertawa dan menatap mata biru milik Dilfa tajam, hawa panas menyelimuti Dilfa, tubuhnya tak bisa di gerakkan. Kemudian ia menjawab, "Kau melanggar takdir kematian, hingga membuat gerbang antara alam baka dan manusia terbuka."

---------------------------------------------------------

Hai, aku cindy, maaf kali ceritanya membosankan:( terima kasih sudah mampir, jangan lupa makan🙂👍

- Cindy -


Earth Necklace [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang