16. Maaf ...

13 2 0
                                    

"Kapan aku bisa keluar dari sini?" tanya Selena pada Miko.

"Tunggu sebentar lagi, uangku belum cukup untuk melunasi biaya rumah sakit," jawab Miko sambil memotong buah.

"Tak perlu, biar aku saja yang melunasinya."

Sontak mereka berdua terkejut dan menoleh kearah orang yang barusan bicara. "Dion, kau tak perlu membayarnya aku su--" sanggahan Miko terhenti saat Dion memperlihatkan mereka berdua satu koper penuh uang.

"Hah, kau tak perlu repot, kami tak ada uang untuk menggantinya nanti," ucap Selena sambil tersenyum kikuk.

"Benar, aku juga berhutang budi padamu karena telah membawa Selena ke rumah sakit," tambah Miko.

Tiba-tiba suasana menjadi sepi, tak ada orang yang berbicara hingga Dion membuka suara. "Berikan dia padaku."

"Berikan siapa?" tanya Selena dan Miko serempak.

"Kau bilang, kau berhutang budi padaku kan, Miko? Kalo begitu sebagai imbalannya berikan Selena padaku," pinta Dion dengan senyuman sinis yang tak pernah ia tunjukkan pada mereka berdua sebelumnya.

Dion mulai mendekati ranjang tempat Selena terbaring dan menarik tangan gadis itu dengan kuat untuk mengikutinya. "Ikut denganku!"

"Jangan bertindak kasar padanya, dia bukan bonekamu!" hardik Miko yang emosinya sudah tak terkendali.

"Dia adalah bayaran atas hutang budimu, jadi terserah diriku ingin memperlakukan dia seperti apa."

Emosi dan kemarahan Miko sudah membludak. Emosi itu seperti bom waktu yang akan meledak kapan saja. Ucapan Dion barusan berhasil membuatnya meledak hingga sebuah pukulan berhasil mengenai wajah Dion.

"Beraninya kau!" pekik Dion yang langsung menghempaskan tangan Selena dengan kasar. Ia berusaha membalas pukulan Miko tapi bukannya berhasil memukul, dia malah mendapat sebuah tendangan keras di perut yang berhasil membuatnya merintih kesakitan.

Walau wajah Miko tertutupi oleh penutup kepala, tapi dari matanya bisa terlihat sebuah amarah yang amat mengerikan. Mata itu membuat Dion ketakutan setengah mati hingga ia berusaha berdiri untuk kabur.

"Mau kemana kau?" tanya Miko sambil menginjak kakinya dengan kuat.

"Le-lepaskan aku! Jangan bunuh aku, maafkan aku Miko!" teriak Dion yang ketakutan.

"Aku mohon, biarkan dia pergi Miko," pinta Selena. Laki-laki itu akhirnya menuruti permintaannya dan melepaskan Dion.

Miko langsung membantu Selena untuk berdiri dan menuntutnya untuk kembali berbaring di ranjang rumah sakit. "Kau tak apa-apa?"

"Tidak, jangan mengkhawatirkan aku," jawab Selena sinis. Ia menoleh kearah lain seolah sedang marah pada Miko.

"Apa aku berbuat sesuatu yang membuatnya marah?" batin Miko.

"Pergilah!"

"Ta-tapi."

"Pergilah Miko."

Dengan perasaan marah Miko meninggalkan kamar inap Selena. Dia tetap setia duduk di depan kamar Selena, sambil memikirkan apa salahnya hingga Selena mengusirnya keluar.

"Maaf ...."

Selena menangis sesaat setelah Miko pergi keluar. Disela-sela tangisannya terdengar ucapan permintaan maaf berkali-kali. Air matanya tak bisa berhenti, dadanya sangat sesak, saking sangat menyakitkan suaranya tak terdengar lagi.

"Kapan kau berhenti merasukiku? Jangan ganggu aku lagi, aku sudah tak berhubungan dengan Arkan!" pekik Selena dengan keras. Dia mencakar-cakar dirinya sendiri serta membenturkan kepalanya ke dinding berkali-kali seolah ada orang lain yang mengendalikannya.

Miko yang mendengar suara pekikan, bergegas masuk ke kamar Selena. Dia sangat terkejut saat mendapati gadis itu berusaha menghancurkan kaca dengan kepalanya.

"Selena jangan!"

Kalau saja Miko tak tepat waktu, mungkin saat ini Selena akan meninggal dunia sekali lagi. Gadis itu langsung memeluk Miko sambil menangis. Darahnya memenuhi pakaian Miko, malam yang sangat mengerikan itu seolah akan menjadi mimpi buruk yang tak akan terlupakan bagi mereka berdua.

"Tenanglah, aku ada di sini," ujar Miko sambil mengelus kepala Selena dengan lembut. Walau begitu dia tak bisa menghentikan tangisan gadis itu yang terdengar sangat menyakitkan di telinganya.

"Miko, maafkan aku."

"Tak apa, aku yang salah karena tak mengerti keadaanmu sekarang."

Dia menggendong Selena menuju ke tempat tidur, membaringkannya di sana sambil terus bersenandung sebuah lagu yang berhasil membuat Selena kembali tenang.

"Lagu apa itu?"

"Aku hanya bersenandung itu bukanlah lagu, dulu saat aku masih kecil dan sendirian senandung inilah yang membuatku merasa tenang," jawab Miko sambil mengobati luka di tubuh Selena.

"Jangan pergi, aku sangat takut ," cegah Selena sambil menarik baju Miko yang mencoba beranjak dari tempat duduknya.

"Aku tidak akan kemana-mana, aku hanya akan membelikan bubur untukmu, besok kita berdua akan pergi dari sini, tunggulah sebentar lagi," ucap Miko yang mencoba menenangkan Selena.

Gadis itu akhirnya melepaskan tarikannya dan tersenyum kearah Miko. "Hati-hati dan cepatlah kembali."

Miko mengangguk dan bergegas pergi sebelum si manja menarik bajunya lagi. Dia sangat senang saat melihat Selena seperti itu. Rasanya seperti mengurus seorang bayi yang sudah besar.

"Aku harap dia bersikap manja seperti itu kepadaku setiap hari," celetuknya sambil cengar-cengir sendiri di sepanjang perjalanan menuju ke tempat makan.

***

"Wah, jadi dia laki-laki yang kau sayangi sekarang? Jelek banget, mana pake penutup muka segala," ejek Dilfa yang entah masuk darimana ke kamar Selena.

"Pergilah!" teriak Selena kasar. Dia berusaha berdiri tapi luka-lukanya masih terasa sangat menyakitkan.

"Kau kira dengan berganti raga, aku tak bisa menemukanmu, kau salah dengan begini aku bisa mengusirmu ke neraka dengan cepat," hardik Dilfa yang kini sudah siap dengan pisau di tangannya.

"Apa yang ingin kau lakukan? Apa salahku padamu?!"

"Banyak, harusnya kau tak membiarkan aku hidup! Karena wajahku mirip denganmu Arkan dekat denganku, padahal aku ingin dia mencintaiku dengan tulus! Jika dia sampai tau kau masih hidup, maka dia akan meninggalkanku," jawab Dilfa yang kini sudah seperti seorang psikopat.

"Tenang Dilfa, jangan melakukan hal yang akan kau sesali seumur hidup," ujar Selena yang berusaha menenangkan Dilfa.

"Menyesal! Hahah, aku tak akan pernah menyesalinya seumur hidupku saat melihat dirimu tak bernyawa lagi dasar makhluk rendahan!" jerit Dilfa.

Gadis itu berlari ke arah Selena sambil mengarahkan mata pisau. Tepat saat hal itu akan terjadi sebuah hembusan angin yang selalu menyelamatkan ia di dalam mimpi buruknya datang. Angin itu membuat surat bising di telinga Dilfa, hingga telinganya mengeluarkan darah. Pisau itu terhempas ke tanah, karena Dilfa mencoba menutup telinganya yang sangat sakit.

"Kau punya dua pilihan, bunuh dia atau kau yang akan terbunuh," bisik sesuatu di telinga Selena.

■■●■■●■■●■■●■■●■■●■■●■■●■■●■■●■■

[25-2-21]

Earth Necklace [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang