- Lupa? -

9 3 0
                                    

Masuta tampak sedang menyirami tanaman bunga mawar hitam yang ada di dalam kamarnya. Ia menanam bunga di dalam ruangan karena takut akan diambil oleh orang lain.

"Tumbuhlah yang cantik," ucapnya sambil menaruh bunga itu di depan jendela. Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar membuatnya sontak terkejut, buru-buru ia membuka pintu.

"Dilfa!" pekiknya kesal saat menyadari yang mengetok pintunya adalah sahabatnya sendiri. "Ada apa lo ke sini?"

"Gue bosan aja di dalam kamar," jawab Dilfa yang menyelonong masuk ke kamar Masuta yang auranya sangat misterius.

Dilfa memandangi sekeliling kamar temannya itu, sedangkan Masuta sedang menyiapkan dua mie instan untuk mereka berdua. "Duduk aja dulu, Fa."

Tanpa di beritahu Dilfa langsung saja duduk, ia memandangi sebuah foto yang ada di meja Masuta. Gadis itu sangat heran karena foto orang yang berdiri di samping Masuta tampak buram.

"Ini siapa?"

"Aku gak tau."

Masuta langsung duduk di samping Dilfa sambil menyuguhkan jus lemon dan mie pedas. Mereka berdua berlomba menghabiskan mie itu dan tampak sangat bahagia. Tak ada lagi yang memikirkan tentang siapa orang yang ada di foto bersama Masuta. Ia telah di lupakan semua orang.

"Kak Arkan," sapa Dilfa saat melihat Arkan melewatinya. Laki-laki yang ia panggil hanya tersenyum tipis dan melanjutkan jalannya. Masuta menyikut Dilfa, terlihat wajah temannya itu memerah karena mendapat senyuman Arkan hari ini.

Dilfa yang mendapat sikutan dari Masuta, membalasnya mereka terus bercanda hingga sampailah di perpustakaan. Di sana Ikham sedang menggoda cewek-cewek genit yang mencoba mengganggu Arkan.

"Neng, kenapa gak ganggu abang aja," ucapnya genit membuat semua cewek-cewek itu berteriak histeris.

"Kak Ikham kasih gombalan dong untuk kami, baru kami bakal pergi," celetuk salah satu dari mereka. Ikham dengan percaya diri merapikan rambutnya dan tersenyum genit. Membuat mereka semua ingin pingsan di tempat. Masuta yang melihat itu hanya bisa menahan mulutnya untuk tidak muntah.

"Dil, kenapa kita ke perpustakaan?" tanya Masuta pada Dilfa yang sibuk mencari sebuah buku mantra.

Dilfa tersenyum dan kemudian menjawab, "Gue mau tau sebuah mantra, kalo lo mau pergi silahkan duluan aja."

Masuta enggan untuk pergi, ia mencoba menahan dirinya untuk tak muntah melihat tingkah-laku Ikham.

"Bye-bye kak Ikham kami pergi dulu," pamit kumpulan cewek genit tadi sambil melayangkan ciuman tak terlihat ke Ikham. Masuta tak tahan lagi dia benar-benar harus ke toilet atau tidak makanannya tadi siang akan keluar di sini.

"Masuta aku sudah mendapatkan bukunya."

"Baguslah."

Mereka berdua bergegas pergi sebelum Ikham menyadari keberadaan Masuta. Setiap bertemu dengannya, Ikham pasti akan menggodanya.

"Lo musuhan sama kak Ikham?"

"Enggak, tapi sejak kejadian malam itu dia semakin mengganggu saja."

Setelah sampai ke ruang makan, Dilfa membaca buku yang dia pinjam di perpustakaan. Masuta memandang Dilfa curiga. Entah kenapa sejak malam aneh itu Dilfa tampak terus mempelajari mantra.

"Lo gak kayak biasanya," gumam Masuta sambil mengaduk mienya yang belum tercampur sempurna dengan bumbu.

"Apanya yang gak biasa?"

"Entah kenapa akhir-akhir ini lo sering mempelajari mantra, bukannya lo harus fokus aja ke pencarian kalung bumi."

Dilfa hanya mengangguk, dia tak mendengar ucapan Masuta dengan jelas karena sibuk membaca buku.

"Sudahlah dia tak mendengarku juga," cicit Masuta kesal. Setelah makan ia meninggalkan Dilfa sendirian dengan bukunya.

-

"Kenapa dia setega itu padaku, padahal selama ini aku selalu membantunya untuk dekat dengan Arkan."

Selama seminggu ini jiwa Selena terus saja meratapi nasibnya. Ia tetap tinggal di pegunungan dan tak ada keinginan untuk membalas dendam pada Dilfa.

"Jiwa yang malang," ucap seseorang yang berhasil membuat Selena tersentak kaget.

"K-kau bisa melihatku?"

"Tentu saja, aku adalah pria misterius, panggil aja aku Miko."

Selena sedikit memberi jarak antara mereka berdua. Ia sedang tak ingin meladeni orang asing yang tersesat. "Kenapa kau di sini? Kalo mau nyari pemukiman ada tuh di sana." Tunjuk Selena ke arah utara.

"Bukan, aku memang sering mengembara di sini, baru kali ini aku melihat jiwa yang sangat kesepian," jawab Miko. Dilfa tak tau laki-laki itu sedang berbohong atau tidak, karena kepala dan wajahnya di tutup oleh topi yang sangat besar.

"Aku hanya sebuah jiwa yang tak memiliki raga lagi, aku akan segera dikirimkan ke neraka." Selena menatap kosong kebawah sambil terus merutuki nasibnya sendiri.

"Kau terlalu pesimis, aku bisa menjadi temanmu," tawar Miko. Selena hanya tersenyum kecil, baru kali ini ada manusia yang tak ia kenal ingin menjadi temannya.

"Terima kasih, apa kau tak keberatan aku mengikutimu?" tanya Selena pada Miko.

Laki-laki itu mengangguk ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantung jaketnya yang panjang. "Kamu masuk aja di kalung bumi yang aku temukan ini."

Selena tersentak kaget karena Miko memiliki kalung bumi, dia bukanlah peserta dari sayembara kalung bumi tapi ia berhasil menemukan kalung misterius itu dengan mudah.

"Dari mana kau mendapatkan ini? Bukankah kalung bumi sangat sulit di cari?"

"Ah, aku menggunakan instingku saja," jawab Miko apa adanya.

Selena hanya bisa tertawa dan itu membuat Miko tertawa juga. Setelah berbincang cukup lama, akhirnya Selena masuk ke dalam kalung Mono.

"Baiklah ayo kita pergi berpetualang!" teriak Miko sambil memakaikan kalung itu di lehernya. Mereka berdua akan memulai perjalanan panjang yang akan selalu menemui rintangan ke depannya. Selena juga ingin melupakan masa lalunya dan memulai hal baru bersama Miko teman barunya.

■○■■○■■○■■○■■○■■○■■○■■○■■○■■○■■○■■○■■○■■

Oh iya karakter Miko ini terinspirasi dari game horor terkenal kesukaanku The little nightmare 2, karena cerita ini akan mendekati tujuan awalnya maka aku menambahkan sosoknya. (Dan karena aku depresi sama akhir gamenya!)

Selamat menikmati

[20-2-21]

Earth Necklace [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang