27. Drama Terakhir

8 2 0
                                    

"Aku lebih baik mengorbankan perasaanku daripada melihat orang tak bersalah mati karena egoku."
-Selena

Persiapan sebentar lagi akan selesai. Besok pertunjukan drama yang paling ditunggu oleh semua orang akan di mulai.

"Selena apa kau sudah yakin?" tanya Dilfa sekali lagi.

"Kau sudah bertanya sebanyak sepuluh kali padaku dan jawabannya tetap sama."

Dilfa terdiam, dia tau bahwa Selena sudah menetapkan tujuannya. Tapi, ia merasa akan ada masalah yang menanti. Entah kenapa, menurutnya rencana mereka berempat tak akan berhasil. Padahal dia sudah mengiyakan dan itu tak bisa ditarik kembali.

"Baiklah, aku akan pergi ke sana," pamit Dilfa.

Setelah Dilfa pergi, sekarang Masuta yang datang. Dia menyuruh Selena untuk mencoba baju yang telah dia persiapkan untuk besok. "Selena, kau harus mencobanya, aku takut ini kekecilan."

Selena pergi ke kamarnya untuk mencoba baju buatan Masuta. Saat akan memakainya dia tak sengaja melihat jari manisnya yang dia potong sebulan lalu terkapar di atas meja rias.

"Kenapa bisa ada di sini?" tanya Selena bingung. Seingatnya jari itu sudah dia buang.

Tapi dia mencoba untuk tak mempedulikannya dan sibuk mengenakan baju buatan Masuta. "Ini sudah pas di badanku."

Setelah mencobanya dia langsung melepas baju itu. Bergegas ia pergi menemui Masuta untuk mengatakan bahwa ukuran bajunya sudah pas di badannya.

"Syukurlah, kau pasti akan terlihat sangat cantik besok," puji Masuta.

Selena hanya tersenyum tipis. Di dalam hatinya ada sesuatu yang tak bisa di jelaskan. Seolah apa yang dia lakukan ini tidak benar. Entah kenapa sejak Dilfa mempertanyakan perasaannya tentang Miko, ia menjadi sering kepikiran tentang laki-laki itu sekarang.

"Kenapa kau melamun? Apa kau ingin membatalkan rencana ini?" tanya Masuta padanya. Selena langsung tersentak dari lamunan jauhnya.

"E-enggak aku hanya takut kalo rencana ini tak berhasil," jawab Selena gugup.

"Selena, jangan pikirkan tentang kenangan masa lalumu bersama Miko, dia adalah iblis dan tak akan ada iblis yang bisa menjadi baik!" hardik Masuta yang sepertinya sangat marah.

"Aku mengerti Suta, salahku karena terlalu memikirkan masa lalu."

Dia berlalu pergi meninggalkan Masuta sendirian. Sejak kemarin temannya itu selalu membentaknya untuk tak memikirkan perasaannya lagi.

"Lebih baik aku tidur dan memejamkan mataku," ucap Selena sambil membaringkan tubuhnya di kasur.

Suasana sore hari yang begitu tenang. Di temani oleh senja yang indah, perlahan dia tenggelam di gantikan oleh malam. Jendela kamar yang tak tertutup membuat angin malam yang dingin memasuki kamarnya.

"Brrrrr ... dinginnya."

Selena yang tak sengaja terbangun karena dingin, segera menutup jendelanya. Bulan yang indah berhasil mencuri perhatiannya. Dia duduk di dekat jendela cukup lama hanya untuk meratapinya. "Indah sekali."

Tok ... Tok ... Tok ...

Pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Ia bergegas membukanya dan tampaklah sesosok laki-laki yang bertubuh tinggi. Matanya menyorotkan amarah, sebuah kertas yang bertuliskan undangan pernikahan tergenggam di tangannya.

"Apa maksud semua ini? Jelaskan padaku!" teriaknya kesal.

"Kenapa kau bisa masuk ke asrama?"

Selena bergegas menutup pintu kamarnya dan kemudian berlari kearah jendela. Dia langsung melompat dari sana, untung saja jarak antara jendela dan tanah cukup dekat. Dengan mudahnya dia melarikan diri menuju ke aula utama asrama.

"Kalian semua ada di sini, ada apa dengan asrama?" tanya Selena kebingungan.

"Miko datang dan menghancurkan semuanya, untung saja aula ini dilindungi dengan mantra baik jadi dia tak bisa ke sini," jelas Arkan. Dia menyuruh Selena untuk duduk karena gadis itu tampak kelelahan karena baru saja berlari dari kejaran Miko.

"Buka mantra ini sekarang!" pekik Miko dari luar aula. "Aku hanya ingin berbicara pada Selena."

Semua orang yang ada di sana langsung menutup semua pintu dan jendela aula agar Miko tak mengetahui keberadaan Selena.

"Dia tak ada di sini!" sanggah Arkan yang berbohong.

"Jelas-jelas aku melihat dia lari kesini, biarkan aku melihatnya, ada sesuatu yang perlu dia jelaskan padaku," papar Miko sambil menunjukkan undangan pernikahan yang dia genggam dari tadi.

"Kalau kau ingin bertanya, lebih baik padaku yang seorang calon suaminya."

"Ternyata kau!"

Miko memukul dinding mantra berkali-kali. Dia tau itu tak akan berhasil dan hanya membuang tenaga. Tapi kekesalannya tak bisa di tahan lagi. Api menyembar kemana-mana. Asrama sudah terbakar oleh api keamarahan seorang Miko.

"Hentikan, aku mohon," pinta Selena yang keluar dari persembunyiannya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Arkan padanya.

"Miko, cukup! Ini bukan dirimu, tolong hentikan semua ini! Aku mohon."

Selena mengeluarkan pisau dari balik bajunya. Pisau itu sudah siap ia tusukkan ke jantungnya. Semua orang berteriak histeris, berusaha untuk menghentikan perempuan itu.

"Hentikan, Selena!" teriak Miko sambil menangis. Perlahan api mereda, di gantikan oleh guyuran hujan yang tiba-tiba saja datang. Bulan yang indah bersembunyi di balik awan, digantikan oleh kilatan cahaya petir.

"Aku akan melakukan apapun yang kau mau, tapi jangan bunuh dirimu sendiri," ucap Miko yang berjanji pada Selena.

Suara gemuruh petir di langit semakin besar. Selena mendekati Miko secara perlahan. Pisau masih tergenggam di tangannya. Bajunya yang basah karena hujan, langsung ia ubah menjadi baju pernikahan pemberian dari Masuta padanya.

"Miko, maukah kau menikah denganku?" tanya Selena sambil mengulurkan tangannya melewati pembatas mantra.

Laki-laki itu tanpa pikir panjang langsung menggenggam tangan miliknya. Dia yang semula terduduk di tanah langsung berdiri. Di tatapnya si pemilik mata coklat yang sangat ia rindukan itu. "Selena, tentu saja aku mau."

Pisau di tangan Selena langsung berubah menjadi pedang kayu pemberian Masuta. Miko tak sadar tentang hal itu, dia telah terhipnotis oleh wajah perempuan yang sangat ia cinta itu.

"Ayo, kita pergi ke neraka bersama," ajak Selena sambil menghunuskan pedang itu di jantungnya.

Semua orang terkejut. Mereka tak mengira kalo Selena akan melakukannya. Ini tak seperti yang mereka rencanakan.

"SELENA!" pekik Miko.

Dia memeluk tubuh gadis yang sudah bersimbah darah itu dengan kuat. Tangisannya yang di temani oleh hujan menggiringi kepergian jiwa Selena. Secarik kertas yang tergenggam ditangan Selena terjatuh ke tanah. Buru-buru Miko mengambil dan membacanya sebelum hujan menghancurkan kertas itu.

"Aku lebih baik mengorbankan perasaanku daripada melihat orang yang tak bersalah mati karena egoku."

Setidaknya itu yang bisa Miko baca dari kertas itu sebelum akhirnya menjadi bubur kertas akibat hujan. Darah Selena tercampur dengan air hujan. Miko belum bergerak dari tempatnya. Dia meratapi kepergian gadis itu cukup lama. Hingga akhirnya hujan berhenti. Di ambil nya pedang yang tertusuk di jantung Selena dan tanpa pikir panjang menusuknya kembali ke tubuhnya sendiri.

"Selena tunggu aku di sana."

Tubuh Miko perlahan menghilang. Tangannya kini tak bisa lagi menyentuh raga Selena yang kosong. Kalung bumi yang ada di lehernya terjatuh ke tanah, tepat di sebelah mayat Selena.

___________________________________________

[8-3-2021]


Earth Necklace [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang