- Rasa bersalah -

16 3 0
                                    

Dilfa, apa kau masih marah padaku? Aku minta maaf soal yang kemarin, aku tak bermaksud sama sekali.

Gadis itu hanya mendengus kesal melihat coretan di kaca kamar mandinya. Segera ia hapus kata-kata itu sebelum amarahnya meledak kembali seperti kemarin.

"Heh, aku baru sadar bahwa cermin di kamarku ada banyak," cicit Dilfa sambil memandangi sekeliling kamarnya.

Tak lama kemudian datanglah Masuta, ia masuk tanpa mengetok pintu. Dengan santai ia duduk di kursi rias milik Dilfa sambil memakan sebuah roti.

"Masuta, kalo kamu mau masuk kamarku setidaknya beri salam dulu," ujar Dilfa sambil mengenakan kaos kakinya.

"Maaf Dilfa, tak ada lagi cermin di kamarku jadi aku pinjam punyamu sebentar."

"Hm, silahkan."

Dilfa bergegas pergi setelah mengingatkan Masuta untuk menutup kamarnya jika sudah menggunakan cermin. Ia ingin segera sarapan dan pergi mencari kalung bumi.

"Nyam, tumben hari ini sarapannya makanan mahal," cicit Dilfa sambil mengunyah sandwich yang berisi daging yang harganya cukup mahal di zaman sekarang.

Terlalu fokus makan membuatnya tidak tau bahwa ada orang yang mencoba mengambil tab kalung bumi miliknya.

"Hentikan, lepaskan tab itu!" cegat Arkan, membuat si pemilik tab langsung menoleh kearahnya.

"Eh, tab punyaku, kenapa ada di tanganmu?" tanya Dilfa keheranan.

"Lo terlalu rakus, sampe gak sadar ada orang yang mau curi tab milik lo!" ketus Arkan kesal.

Laki-laki itu kemudian beranjak pergi meninggalkan Dilfa dengan tab miliknya. Gadis itu hanya menunduk lesu, ia berpikiran bahwa Arkan benar-benar sangat membencinya sekarang.

"Menurutku dia tak membencimu," ucap Selena di alam bawah sadar Dilfa.

"Sudahlah kau tak akan mengerti bagaimana rasanya saat orang yang kau cinta berbalik membencimu," balas Dilfa yang mencoba menahan air matanya.

Tak lama kemudian datanglah Masuta dengan membawa nampan yang berisi banyak sekali makanan. Dilfa buru-buru mengusap air matanya yang keluar dan melanjutkan makan kembali.

"Aku sudah menghabiskan makananku, aku pergi duluan Masuta," pamit Dilfa dengan nada lesu.

Masuta yang tak menyadari temannya sedang sedih hanya mengangguk sambil memandangi makanan enak yang dia bawa dari kantin.

"Hari ini tujuanmu adalah ke hutan Asia, di sana terdapat banyak sekali anakan kalung bumi yang berhasil terdeteksi," titah pengawas kepada Dilfa. Gadis itu hanya mengiyakan dan bergegas pergi, tampaknya saat ini Dia sedang tak bersemangat.

"Padahal aku gak ngapa-ngapain tadi, tapi sekarang aku merasa sangat lelah," ujar Dilfa yang terduduk di sebuah pohon besar yang rindang. Ia kemudian mendapati sebuah petunjuk tentang keberadaan anakan kalung bumi dari tab nya.

"Bentar, ini bukan tab milikku!" pekiknya saat menyadari bahwa tab yang ia bawa sedari tadi bukan miliknya. Dia panik setengah mati dan tak tau bagaimana cara harus pulang. Lencana miliknya butuh waktu seharian untuk kembali bisa di gunakan. Karena ia sudah menggunakan lencana itu 5 kali saat mencari hutan Asia yang di sebutkan oleh pengawas.

"AKKKHHHHH," teriaknya sangat kesal. Terpaksa malam ini dia harus tidur di tengah hutan yang asing.

"Selena, lo bisa ambil alih ragaku sekarang," titah Dilfa yang kelelahan. Selena bergegas mengambil alih tubuhnya, ia juga bisa merasakan apa yang saat ini di rasakan oleh Dilfa.

"Wah, dia meninggalkan aku dengan tubuh yang sedang kelaparan," ucap Selena sambil memegang perutnya yang mengeluarkan bunyi seperti air yang tengah mendidih.

Selena dengan cekatan mencari sumber air, karena biasanya di dekat sumber air ada makanan yang bisa di makan oleh manusia. "Akhirnya ketemu sungai."

Dia kemudian melompat ke sungai untuk minum dan mencari ikan. Walau saat itu sedang gelap karena sudah malam, Selena berhasil mendapatkan dua ekor ikan yang besar.

"Wah, perut bersiaplah makanan akan segera datang," ujar Selena sebelum akhirnya dia mengunyah ikan yang sudah dia bakar.

Setelah makan dia memeriksa tab yang di bawa oleh Dilfa. Akses untuk tab tidak bisa dibuka karena sidik jarinya salah. "Menurutku Dilfa tidak membawa tab yang salah, mungkin saja orang yang mau mencuri tab nya tadi pagi tau apa yang sedang terjadi."

Selena menatap bulan yang terang, angin malam sangat dingin menerpa kulitnya. Sesekali ia mengigigil karna baju yang dia pakai tidak cukup tebal.

"Hoi, ada orang di sana!" teriak seseorang yang ada di seberang sungai. Selena segera berdiri dan melambaikan kayu bakar. Orang tadi langsung mengambil nampan dan menyeberangi sungai sesaat setelah dia menyadari ada orang di seberang sana.

"Kenapa kau sendirian di sini, Nak?" tanya orang tersebut yang tak lain adalah seorang kakek-kakek.

"Aku tersesat," jawab Selena singkat.

"Kau pasti sendirian di sini, sebaiknya kita menyeberang sebelum serigala di hutan ini keluar," ujar kakek itu sambil menyiapkan sampannya.

Selena yang merasa ketakutan hanya bisa terdiam di tempat saat menyadari ada sesosok makhluk di belakangnya.

"Kakek, jangan menoleh kebelakang!" titah Selena sambil sedikit berteriak. Kakek tua itu hanya bisa terdiam di tempat, ia juga bisa merasakan aura jahat yang ada di belakangnya.

"Nak, kau tidak apa-apa?" tanya si Kakek untuk memastikan keberadaan Selena. Tapi perempuan itu tak kunjung menjawab, kakek mulai merasa khawatir. Dia berniat untuk menoleh tapi ia mengingat apa yang dikatakan oleh Selena tadi untuk tak menoleh kebelakang.

"Kakek kau duluan saja menyebrang," sahut Selena tak berapa lama kemudian.

"Tapi Nak."

"Tak apa, aku akan baik-baik saja."

Kakek itu kemudian menuruti kata Dilfa ia bergegas menyeberangi sungai dengan sampannya. Walau sudah sampai ia tetap tak menoleh kebelakang karna ketakutan.

"Mau apa kau?" tanya Selena tanpa basa-basi.

"Akhirnya kita bertemu kembali gadis kecil. Apa kau tak merindukan aku?  Padahal aku sangat merindukanmu, ku kira kita tak akan bertemu kembali," ucap seseorang sambil mengikat Selena dengan rantai.

"Hah, jangan harap! Dasar kau pembunuh dan pengkhianat!" pekik Selena yang sangat marah.

Laki-laki itu hanya tertawa, ia mengencangkan ikatan rantainya di tubuh Selena dengan kuat. "Kali ini kau bukan hanya akan mati di dunia tapi juga mati di alam sana!"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Terima kasih yang sudah datang dan mampir ke cerita yang membosankan ini:)

- Cindy -

Earth Necklace [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang