12. Bitterness

1.8K 210 37
                                    

Akhirnya Jena bisa keluar dari rumah yang tiba-tiba terasa menyesakan dada. Ia berkali-kali menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan untuk mengusai diri.

Jena tak berhenti mengutuk dirinya sendiri, bersumpah serapah dalam hati atas semua yang sudah ia lakukan. Demi Tuhan, Jena memang tidak pernah berkhayal kehidupannya akan seperti film Cinderella yang pernah ia tonton semasa kecil atau bermimpi akan ada pangeran berkuda putih yang akan menjadi cinta sejatinya.


Hal seperti itu tidak akan pernah terjadi di dunia nyata. Jika pun ada, sudah pasti orang itu bukanlah dirinya. Sebab, lihat saja ia sekarang. Jena terbelenggu atas keputusan yang sudah ia buat. Menyesal? Ia tidak tahu apa yang harus disesali.

Karena sejak awal, Jena tak menghindar, sejak awal dirinya diam seperti orang bodoh saat Baekhyun menyentuhnya. Andai saat itu dirinya tidak terbuai, tapi sialnya lelaki itu berhasil menyeret Jena ke dalam perangkapnya.

Mendengar Baekhyun akan menikah. Tidak, Jena tidak merasa lelaki itu mengkhianatinya. Tapi kenapa berita itu berhasil menyentil hatinya hingga terasa ngilu.

Kemana hilangnya harga dirimu, Kim Jena?

Gadis itu mendongak, berusaha menahan air matanya yang memaksa melesak keluar.

"Sial. Apa aku pantas menangis?" Jena menggigit bibir bawahnya. Bisikan lelaki itu, dan sentuhan pada tubuhnya membuat Jena mengerang frustasi dengan kemarahan yang tak terungkapkan mencokol di dalam dadanya. Namun, Jena tidak tahu pada siapa ia harus meluapkan amarahnya. Pada dirinya sendiri, pada Baekhyun, atau pada sebotol anggur yang tempo hari ia pecahkan.

Jena mengusap air matanya dengan kasar. Dirinya tidak seharusnya menangisi sesuatu yang ia kehendaki sendiri.

Saat Jena masih berusaha menenangkan dirinya, samar-samar ia mendengar seruan seseorang yang memanggil namanya. Lantas Jena berbalik, ia sedikit terkejut ketika melihat bu Lee tengah berjalan ke arahnya.

Tanpa membuang waktu, Jena membawa tungkainya menghampiri wanita itu. Mimik kesalnya nampak semakin jelas ketika jaraknya dengan wanita itu menjadi lebih dekat.

"Apa yang kau lakukan di taman?!. Aku mencarimu sejak tadi." Tutur bu Lee begitu Jena berada di hadapannya.

Gadis itu menunduk, ia merasa bersalah karena telah meninggalkan pekerjaannya begitu saja, "maaf, bu Lee."

Wanita itu mendesah kasar, "sudah lah. Sebaiknya sekarang kau pergi ke supermarket untuk membeli bahan-bahan makanan yang sudah habis."

"Oh baiklah."

"Ini daftar belanjaan yang harus kau beli. Jangan sampai salah. Aku sudah menuliskannya dengan jelas."

Jena membaca delapan jenis bahan makanan yang harus ia beli, lalu mengangguk, "aku mengerti."

Usai menerima uang, dan mengganti pakaiannya, Jena bergegas pergi.

Jarak rumah dan supermarket ternyata cukup jauh memerlukan waktu selama 15 menit untuk sampai di sana. Begitu sampai di tempat tujuan, Jena turun dari taksi yang ia tumpangi setelah memberi beberapa lembar uang pada sang sopir.

Berbelanja seperti ini bukan hal yang sulit bagi Jena, sebab saat dirinya masih bekerja di cafe Ahyeon ia sering melakukannya. Namun, super market ini bukan tempat yang biasa ia kunjungi, dan membuatnya sedikit kesulitan untuk menemukan barang yang harus ia beli.

The Housemaid  -BBHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang